Dalam kajian linguistik, ciri-ciri diakronis menjadi fokus utama untuk memahami perubahan bahasa dan makna kata-kata dari waktu ke waktu. Diakronis berarti “melintasi waktu” dan mengacu pada evolusi dan perkembangan bahasa sepanjang sejarah.
Artikel ini akan membahas berbagai ciri-ciri diakronis dan bagaimana mereka membantu kita memahami dinamika dan perkembangan bahasa. Kita akan menjelajahi konsep perubahan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik, serta dampaknya terhadap pemahaman makna kata-kata dan komunikasi antar manusia.
Untuk memahami lebih lanjut tentang perubahan bahasa yang terjadi seiring berjalannya waktu, kita akan mengulas beberapa ciri-ciri diakronis yang umum ditemukan dalam bahasa-bahasa di dunia. Mari kita mulai dengan ciri-ciri diakronis di bidang fonologi.
ciri ciri diakronis
Ciri-ciri diakronis adalah perubahan bahasa yang terjadi dari waktu ke waktu.
- Perubahan bunyi
- Perubahan bentuk kata
- Perubahan susunan kalimat
- Perubahan makna kata
- Perubahan kosakata
- Perubahan tata bahasa
Ciri-ciri diakronis dapat diteliti melalui berbagai metode, seperti perbandingan bahasa-bahasa yang serumpun, analisis teks-teks kuno, dan catatan sejarah.
Perubahan bunyi
Perubahan bunyi adalah salah satu ciri diakronis yang paling jelas terlihat. Perubahan ini dapat terjadi pada tingkat vokal, konsonan, atau suku kata.
Perubahan vokal dapat berupa perubahan bunyi vokal itu sendiri, perubahan posisi vokal dalam suku kata, atau perubahan kualitas vokal. Misalnya, dalam bahasa Inggris, bunyi vokal /a/ dalam kata “father” berubah menjadi bunyi vokal /æ/ dalam kata “cat.” Perubahan ini dikenal sebagai “pergeseran vokal besar” (Great Vowel Shift) dan terjadi pada akhir Abad Pertengahan.
Perubahan konsonan dapat berupa perubahan bunyi konsonan itu sendiri, perubahan posisi konsonan dalam suku kata, atau perubahan kualitas konsonan. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, bunyi konsonan /k/ dalam kata “kaki” berubah menjadi bunyi konsonan /tʃ/ dalam kata “kucing.” Perubahan ini dikenal sebagai “palatalisasi” dan terjadi ketika bunyi konsonan diucapkan dengan lidah yang lebih dekat ke langit-langit mulut.
Perubahan suku kata dapat berupa perubahan jumlah suku kata dalam sebuah kata, perubahan struktur suku kata, atau perubahan tekanan suku kata. Misalnya, dalam bahasa Inggris, kata “computer” awalnya memiliki tiga suku kata, /kəmˈpjuːtər/. Namun, seiring berjalannya waktu, kata ini berubah menjadi dua suku kata, /ˈkɒmpjuːtər/. Perubahan ini dikenal sebagai “sinkop” dan terjadi ketika satu atau lebih suku kata dalam sebuah kata hilang.
Perubahan bunyi dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap makna kata-kata. Misalnya, dalam bahasa Inggris, kata “meat” (daging) dan “meet” (bertemu) memiliki ejaan dan bunyi yang hampir sama. Namun, perubahan bunyi vokal yang halus membuat kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda.
Perubahan bentuk kata
Perubahan bentuk kata adalah ciri diakronis lainnya yang umum terjadi. Perubahan ini dapat berupa perubahan prefiks, sufiks, atau infiks, serta perubahan pola pembentukan kata.
Perubahan prefiks adalah perubahan awalan yang ditambahkan pada sebuah kata. Misalnya, dalam bahasa Inggris, prefiks “un-” dapat ditambahkan pada kata sifat untuk membentuk kata sifat yang berlawanan makna. Misalnya, “happy” (bahagia) menjadi “unhappy” (tidak bahagia).
Perubahan sufiks adalah perubahan akhiran yang ditambahkan pada sebuah kata. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, sufiks “-kan” dapat ditambahkan pada kata kerja untuk membentuk kata kerja pasif. Misalnya, “makan” menjadi “dimakan.”
Perubahan infiks adalah perubahan sisipan yang dimasukkan ke dalam sebuah kata. Misalnya, dalam bahasa Jawa, infiks “-el-” dapat disisipkan ke dalam kata kerja untuk membentuk kata kerja aktif. Misalnya, “turu” (tidur) menjadi “keturon” (tertidur).
Perubahan pola pembentukan kata adalah perubahan cara kata-kata dibentuk. Misalnya, dalam bahasa Inggris, kata benda dapat dibentuk dengan menambahkan sufiks “-ness” pada kata sifat. Misalnya, “happy” (bahagia) menjadi “happiness” (kebahagiaan).
Perubahan bentuk kata dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap makna kata-kata. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, kata “makan” dan “dimakan” memiliki bentuk yang berbeda dan makna yang berbeda pula. Kata “makan” berarti mengonsumsi makanan, sedangkan kata “dimakan” berarti menjadi objek yang dimakan.
Perubahan susunan kalimat
Perubahan susunan kalimat adalah ciri diakronis lainnya yang dapat diamati dalam berbagai bahasa.
- Perubahan posisi subjek dan objek
Dalam beberapa bahasa, posisi subjek dan objek dalam kalimat dapat berubah seiring berjalannya waktu. Misalnya, dalam bahasa Inggris, subjek biasanya ditempatkan sebelum objek. Namun, dalam bahasa Indonesia, objek dapat ditempatkan sebelum subjek.
- Perubahan posisi verba
Posisi verba dalam kalimat juga dapat berubah seiring berjalannya waktu. Misalnya, dalam bahasa Prancis, verba biasanya ditempatkan di akhir kalimat. Namun, dalam bahasa Inggris, verba biasanya ditempatkan di tengah kalimat.
- Perubahan urutan kata sifat dan kata benda
Urutan kata sifat dan kata benda dalam kalimat juga dapat berubah seiring berjalannya waktu. Misalnya, dalam bahasa Inggris, kata sifat biasanya ditempatkan sebelum kata benda. Namun, dalam bahasa Indonesia, kata sifat dapat ditempatkan setelah kata benda.
- Perubahan penggunaan kata hubung
Penggunaan kata hubung dalam kalimat juga dapat berubah seiring berjalannya waktu. Misalnya, dalam bahasa Inggris, kata hubung “and” digunakan untuk menghubungkan dua klausa yang setara. Namun, dalam bahasa Indonesia, kata hubung “dan” dapat digunakan untuk menghubungkan dua klausa yang tidak setara.
Perubahan susunan kalimat dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap makna kalimat. Misalnya, dalam bahasa Inggris, kalimat “The cat ate the mouse” memiliki makna yang berbeda dengan kalimat “The mouse ate the cat.” Perubahan posisi subjek dan objek dalam kalimat mengubah makna kalimat tersebut.
Perubahan makna kata
Perubahan makna kata adalah salah satu ciri diakronis yang paling menarik dan kompleks. Perubahan ini dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti perubahan sosial, budaya, teknologi, dan lingkungan.
Salah satu jenis perubahan makna kata yang umum terjadi adalah perluasan makna. Dalam perluasan makna, makna kata menjadi lebih luas dan mencakup lebih banyak hal. Misalnya, kata “meja” awalnya hanya merujuk pada perabot yang digunakan untuk makan. Namun, seiring berjalannya waktu, makna kata “meja” meluas hingga mencakup berbagai jenis perabot yang memiliki permukaan datar dan digunakan untuk berbagai keperluan, seperti meja kerja, meja belajar, dan meja rias.
Jenis perubahan makna kata lainnya yang umum terjadi adalah penyempitan makna. Dalam penyempitan makna, makna kata menjadi lebih sempit dan hanya mencakup sebagian kecil dari makna aslinya. Misalnya, kata “gadis” awalnya digunakan untuk merujuk pada semua wanita muda yang belum menikah. Namun, seiring berjalannya waktu, makna kata “gadis” menyempit hingga hanya mencakup wanita muda yang belum menikah dan masih remaja.
Perubahan makna kata juga dapat terjadi karena perubahan konotasi. Konotasi adalah makna tambahan yang terkandung dalam sebuah kata, selain makna denotatifnya. Misalnya, kata “pintar” memiliki makna denotatif “cerdas” atau “pandai.” Namun, kata “pintar” juga memiliki konotasi positif, yaitu “berpengetahuan luas” dan “berwawasan luas.”
Perubahan makna kata dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap komunikasi antar manusia. Misalnya, jika dua orang menggunakan kata yang sama dengan makna yang berbeda, maka dapat terjadi kesalahpahaman. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami perubahan makna kata yang terjadi seiring berjalannya waktu agar kita dapat berkomunikasi secara efektif.
Perubahan kosakata
Perubahan kosakata adalah ciri diakronis lainnya yang tidak kalah penting. Perubahan ini dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti perubahan sosial, budaya, teknologi, dan lingkungan.
Salah satu jenis perubahan kosakata yang umum terjadi adalah penambahan kosakata baru. Penambahan kosakata baru dapat terjadi melalui berbagai cara, seperti penyerapan kata dari bahasa lain, pembentukan kata baru, dan perubahan makna kata yang sudah ada. Misalnya, kata “internet” dan “komputer” adalah kata-kata baru yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi.
Jenis perubahan kosakata lainnya yang umum terjadi adalah penghapusan kosakata lama. Penghapusan kosakata lama dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti perubahan sosial, budaya, dan teknologi. Misalnya, kata “kereta kuda” dan “delman” tidak lagi digunakan secara umum karena sudah digantikan oleh kendaraan bermotor.
Perubahan kosakata juga dapat terjadi karena perubahan makna kata yang sudah ada. Misalnya, kata “sakti” awalnya hanya berarti “kuat” atau “perkasa.” Namun, seiring berjalannya waktu, makna kata “sakti” berubah menjadi “memiliki kekuatan gaib.” Perubahan makna kata ini terjadi karena pengaruh kepercayaan animisme dan dinamisme yang kuat dalam masyarakat.
Perubahan kosakata dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap komunikasi antar manusia. Misalnya, jika dua orang menggunakan kata yang berbeda untuk merujuk pada hal yang sama, maka dapat terjadi kesalahpahaman. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami perubahan kosakata yang terjadi seiring berjalannya waktu agar kita dapat berkomunikasi secara efektif.
Perubahan tata bahasa
Perubahan tata bahasa adalah ciri diakronis terakhir yang akan kita bahas. Perubahan ini dapat terjadi pada berbagai aspek tata bahasa, seperti struktur kalimat, penggunaan kata ganti, penggunaan kata sambung, dan penggunaan kata tugas lainnya.
Salah satu jenis perubahan tata bahasa yang umum terjadi adalah perubahan struktur kalimat. Misalnya, dalam bahasa Inggris, struktur kalimat dasar adalah Subjek-Verba-Objek. Namun, dalam bahasa Indonesia, struktur kalimat dasar adalah Subjek-Objek-Verba. Perubahan struktur kalimat ini terjadi karena perbedaan budaya dan cara pandang masyarakat terhadap bahasa.
Jenis perubahan tata bahasa lainnya yang umum terjadi adalah perubahan penggunaan kata ganti. Misalnya, dalam bahasa Inggris, kata ganti orang pertama tunggal adalah “I.” Namun, dalam bahasa Indonesia, kata ganti orang pertama tunggal dapat berupa “aku,” “saya,” atau “hamba.” Perubahan penggunaan kata ganti ini terjadi karena perbedaan tingkat kesopanan dan formalitas dalam kedua bahasa tersebut.
Perubahan tata bahasa juga dapat terjadi pada penggunaan kata sambung dan kata tugas lainnya. Misalnya, dalam bahasa Inggris, kata sambung “and” digunakan untuk menghubungkan dua klausa yang setara. Namun, dalam bahasa Indonesia, kata sambung “dan” dapat digunakan untuk menghubungkan dua klausa yang setara atau tidak setara. Perubahan penggunaan kata sambung ini terjadi karena perbedaan sistem tata bahasa kedua bahasa tersebut.
Perubahan tata bahasa dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap komunikasi antar manusia. Misalnya, jika dua orang menggunakan struktur kalimat yang berbeda, maka dapat terjadi kesalahpahaman. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami perubahan tata bahasa yang terjadi seiring berjalannya waktu agar kita dapat berkomunikasi secara efektif.
Kesimpulan
Demikianlah pembahasan kita tentang ciri-ciri diakronis dalam bahasa. Ciri-ciri diakronis ini meliputi perubahan bunyi, perubahan bentuk kata, perubahan susunan kalimat, perubahan makna kata, perubahan kosakata, dan perubahan tata bahasa. Semua ciri-ciri diakronis ini saling terkait dan bekerja sama untuk membentuk perkembangan bahasa dari waktu ke waktu.
Perubahan bahasa adalah sesuatu yang alamiah dan tidak dapat dihindari. Bahasa berubah seiring dengan perubahan masyarakat dan budayanya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami ciri-ciri diakronis agar kita dapat mengikuti perkembangan bahasa dan berkomunikasi secara efektif.