Ciri-Ciri Geguritan: Mengenal Lebih Jauh Jenis Puisi Tradisional Jawa


Ciri-Ciri Geguritan: Mengenal Lebih Jauh Jenis Puisi Tradisional Jawa

Geguritan merupakan salah satu jenis puisi tradisional Jawa yang memiliki ciri-ciri khusus. Puisi ini biasanya digunakan untuk menyampaikan cerita atau kisah tertentu, seperti kisah pewayangan, legenda, atau dongeng rakyat. Geguritan memiliki bentuk yang khas, yaitu terdiri dari bait-bait yang disebut pupuh. Setiap pupuh memiliki jumlah baris tertentu dan aturan rima yang berbeda-beda.

Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri geguritan yang membedakannya dengan jenis puisi tradisional Jawa lainnya:

ciri ciri geguritan

Geguritan memiliki beberapa ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan jenis puisi tradisional Jawa lainnya, antara lain:

  • Berbentuk bait-bait yang disebut pupuh
  • Setiap pupuh memiliki jumlah baris tertentu
  • Memiliki aturan rima yang berbeda-beda
  • Biasanya digunakan untuk menceritakan kisah atau legenda
  • Diiringi dengan gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya

Ciri-ciri tersebut membuat geguritan menjadi salah satu jenis puisi tradisional Jawa yang unik dan menarik.

Berbentuk bait-bait yang disebut pupuh

Salah satu ciri khas geguritan adalah bentuknya yang berupa bait-bait yang disebut pupuh. Pupuh merupakan satuan baris dalam geguritan yang memiliki jumlah baris, suku kata, dan aturan rima yang tetap. Setiap pupuh memiliki nama dan aturan yang berbeda-beda.

Jumlah baris dalam pupuh dapat bervariasi, mulai dari 2 baris hingga 12 baris. Jumlah suku kata dalam setiap baris juga bervariasi, mulai dari 8 suku kata hingga 12 suku kata. Aturan rima dalam pupuh juga beragam, ada yang menggunakan rima akhir, rima tengah, atau kombinasi keduanya.

Beberapa jenis pupuh yang sering digunakan dalam geguritan antara lain:

  • Pupuh Sinom: terdiri dari 9 baris, dengan jumlah suku kata 8-12-8-8-8-8-7-8-12.
  • Pupuh Asmarandana: terdiri dari 4 baris, dengan jumlah suku kata 8-8-8-12.
  • Pupuh Durma: terdiri dari 4 baris, dengan jumlah suku kata 8-8-10-12.
  • Pupuh Pangkur: terdiri dari 4 baris, dengan jumlah suku kata 8-11-8-12.
  • Pupuh Megatruh: terdiri dari 4 baris, dengan jumlah suku kata 12-11-12-12.

Selain pupuh-pupuh tersebut, masih banyak jenis pupuh lainnya yang dapat digunakan dalam geguritan. Pemilihan pupuh dalam geguritan biasanya disesuaikan dengan tema dan suasana cerita yang ingin disampaikan.

Penggunaan pupuh dalam geguritan membuat puisi ini memiliki keindahan tersendiri. Irama dan rima yang teratur dalam pupuh membuat geguritan enak didengar dan mudah diingat.

Setiap pupuh memiliki jumlah baris tertentu

Salah satu ciri khas pupuh adalah setiap pupuh memiliki jumlah baris tertentu. Jumlah baris dalam pupuh dapat bervariasi, mulai dari 2 baris hingga 12 baris. Namun, jumlah baris dalam setiap pupuh harus tetap dan tidak boleh berubah.

  • Pupuh Sinom: 9 baris

Sebagai contoh, pupuh sinom memiliki 9 baris. Setiap baris dalam pupuh sinom harus memiliki 9 baris, tidak boleh kurang atau lebih.

Pupuh Asmarandana: 4 baris

Pupuh asmarandana memiliki 4 baris. Setiap baris dalam pupuh asmarandana harus memiliki 4 baris, tidak boleh kurang atau lebih.

Pupuh Durma: 4 baris

Pupuh durma juga memiliki 4 baris. Setiap baris dalam pupuh durma harus memiliki 4 baris, tidak boleh kurang atau lebih.

Pupuh Pangkur: 4 baris

Pupuh pangkur memiliki 4 baris. Setiap baris dalam pupuh pangkur harus memiliki 4 baris, tidak boleh kurang atau lebih.

Demikian seterusnya untuk jenis pupuh lainnya. Setiap pupuh memiliki jumlah baris tertentu yang harus tetap dan tidak boleh berubah.

Jumlah baris dalam pupuh sangat penting karena mempengaruhi irama dan keindahan geguritan. Jika jumlah baris dalam pupuh tidak tetap, maka irama dan keindahan geguritan akan rusak.

Memiliki aturan rima yang berbeda-beda

Selain jumlah baris, pupuh juga memiliki aturan rima yang berbeda-beda. Aturan rima dalam pupuh dapat berupa rima akhir, rima tengah, atau kombinasi keduanya.

1. Rima akhir

Rima akhir adalah bunyi yang sama pada akhir baris puisi. Misalnya, pada pupuh sinom, rima akhir terdapat pada baris pertama, kedua, keempat, kelima, ketujuh, dan kesembilan. Bunyi rima akhir dalam pupuh sinom biasanya berupa vokal atau suku kata akhir yang sama.

Berikut contoh pupuh sinom dengan rima akhir:

Durung kari mangsa latri
Muluk ing ngendi-endi
Tinulak dening katresnan
Sirna ilang karsane
Keh kang sumeleh marang wong
Kang wus kacekelaken

2. Rima tengah

Rima tengah adalah bunyi yang sama pada tengah baris puisi. Misalnya, pada pupuh asmarandana, rima tengah terdapat pada baris pertama dan ketiga. Bunyi rima tengah dalam pupuh asmarandana biasanya berupa vokal atau suku kata tengah yang sama.

Berikut contoh pupuh asmarandana dengan rima tengah:

Asmarandana, asmarandana
Asmara tanpa bandha
Nanging tresna tanpa tedha
Tresna sejati iki

3. Kombinasi rima akhir dan rima tengah

Beberapa pupuh juga menggunakan kombinasi rima akhir dan rima tengah. Misalnya, pada pupuh pangkur, rima akhir terdapat pada baris pertama, kedua, dan keempat. Sedangkan rima tengah terdapat pada baris kedua dan ketiga.

Berikut contoh pupuh pangkur dengan kombinasi rima akhir dan rima tengah:

Katresnan sejati iki
Tanpa pamrih lan tanpa bandha
Nanging tresna sejati iki
Tetep lestari tanpa tedha

Aturan rima dalam pupuh sangat penting karena mempengaruhi keindahan dan musikalitas geguritan. Aturan rima yang tepat akan membuat geguritan enak didengar dan mudah diingat.

Biasanya digunakan untuk menceritakan kisah atau legenda

Salah satu ciri khas geguritan adalah biasanya digunakan untuk menceritakan kisah atau legenda. Geguritan dapat digunakan untuk menceritakan kisah pewayangan, legenda rakyat, atau cerita-cerita lainnya.

  • Menyampaikan pesan moral

Geguritan yang menceritakan kisah atau legenda biasanya mengandung pesan moral yang dapat diambil oleh pembaca atau pendengar. Pesan moral tersebut dapat berupa nasihat, peringatan, atau ajakan untuk melakukan kebaikan.

Menjaga tradisi lisan

Geguritan juga berfungsi untuk menjaga tradisi lisan masyarakat Jawa. Banyak kisah atau legenda yang diturunkan dari generasi ke generasi melalui geguritan. Dengan demikian, geguritan membantu melestarikan budaya dan tradisi Jawa.

Sebagai hiburan

Selain menyampaikan pesan moral dan menjaga tradisi lisan, geguritan juga berfungsi sebagai hiburan. Geguritan yang menarik dan menghibur dapat dinikmati oleh semua kalangan, baik tua maupun muda.

Sebagai media pembelajaran

Geguritan juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Geguritan yang menceritakan kisah sejarah atau budaya dapat digunakan untuk mengajarkan siswa tentang sejarah dan budaya tersebut.

Demikian beberapa fungsi geguritan yang biasanya digunakan untuk menceritakan kisah atau legenda.

Geguritan merupakan salah satu jenis puisi tradisional Jawa yang sangat kaya dan beragam. Geguritan dapat digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari menyampaikan pesan moral, menjaga tradisi lisan, sebagai hiburan, hingga sebagai media pembelajaran.

Diiringi dengan gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya

Salah satu ciri khas geguritan adalah biasanya diiringi dengan gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya. Gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya berfungsi untuk mengiringi pembacaan geguritan agar lebih merdu dan enak didengar.

  • Menambah keindahan geguritan

Gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya dapat menambah keindahan geguritan. Irama dan alunan musik yang dimainkan akan membuat geguritan lebih hidup dan bersemangat.

Menciptakan suasana tertentu

Gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya juga dapat menciptakan suasana tertentu dalam geguritan. Misalnya, jika geguritan tersebut menceritakan tentang suasana sedih, maka gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya akan dimainkan dengan tempo yang lambat dan sayu. Sebaliknya, jika geguritan tersebut menceritakan tentang suasana gembira, maka gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya akan dimainkan dengan tempo yang cepat dan riang.

Sebagai penanda perpindahan adegan

Gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya juga dapat digunakan sebagai penanda perpindahan adegan dalam geguritan. Misalnya, jika geguritan tersebut menceritakan tentang dua adegan yang berbeda, maka gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya akan dimainkan dengan tempo yang berbeda pula.

Sebagai pengiring tarian

Dalam beberapa pertunjukan geguritan, gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya juga digunakan untuk mengiringi tarian. Tarian tersebut biasanya dibawakan oleh penari-penari yang mengenakan kostum tradisional Jawa.

Demikian beberapa fungsi gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya yang biasa digunakan untuk mengiringi geguritan.

Gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya merupakan bagian penting dari geguritan. Gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya membuat geguritan lebih indah, hidup, dan bersemangat.

Conclusion

Geguritan merupakan salah satu jenis puisi tradisional Jawa yang memiliki ciri-ciri khusus. Ciri-ciri tersebut meliputi bentuknya yang berupa bait-bait yang disebut pupuh, setiap pupuh memiliki jumlah baris tertentu, memiliki aturan rima yang berbeda-beda, biasanya digunakan untuk menceritakan kisah atau legenda, dan diiringi dengan gamelan atau alat musik tradisional Jawa lainnya.

Ciri-ciri tersebut membuat geguritan menjadi salah satu jenis puisi tradisional Jawa yang unik dan menarik. Geguritan memiliki keindahan tersendiri, baik dari segi bentuk, rima, maupun isi cerita. Geguritan juga menjadi media untuk menyampaikan pesan moral, menjaga tradisi lisan, sebagai hiburan, dan sebagai media pembelajaran.

Sebagai penutup, dapat dikatakan bahwa geguritan merupakan salah satu kekayaan budaya Jawa yang patut kita lestarikan. Geguritan mengajarkan kepada kita tentang nilai-nilai luhur kehidupan, sejarah dan budaya Jawa, serta keindahan bahasa Jawa.

Mari kita lestarikan geguritan dengan cara membaca, mendengarkan, dan mempelajarinya. Kita juga dapat ikut serta dalam pertunjukan geguritan atau mendukung kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk melestarikan geguritan.