Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dimensi –Dimensi Hakikat Manusia Sesuai Potensi, Keunikan, Dan Dinamika

 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................

A.     Latar Belakang Masalah........................................................

B.     Rumusan Masalah..................................................................

C.     Tujuan Penulisan........................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................

A.     Dimensi Keindividualan.........................................................

B.     Dimensi Kesosialan..............................................................

C.     Dimensi Kesusilaan......................................................................

D.     Dimensi Keberagaman.................................................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................

A.     Kesimpulan..............................................................................

B.     Saran .................................................................................

                                                           

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang Masalah

Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Manusia memiliki ciri khas yang secara prinsipil berbeda dari hewan. Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu dari apa yang disebut sifat hakikat manusia. Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Oleh karena itu, sangat strategis jika pembahasan tentang hakikat manusia ditempatkan pada seluruh pengkajian tentang pendidikan, dengan harapan menjadi titik tolak bagi paparan selanjutnya.Tentu saja dalam makalah ini tidak mencakup segenap aspek yang seyogyanya terkandung dalam dalam sebuah kajian mengenai manusia.

Konsep manusia dalam sudut pandang pendidikan adalah bagaimana mengembangkan dimensi yang dimiliki oleh manusia yakni pertama, dimensi individual yang mencakup aspek potensi, keunikan, serta dinamikanya,  kedua, dimensi sosial yang berkaitan dengan interaksinya dengan lingkungan, ketiga, aspek kesusilaan yang berkenaan dengan nilai norma dalam kehidupan bermasyarakat, dan terakhir, aspek keberagamaan yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya. Berangkat dari fakta di atas, sebagai calon pendidik kita harus memahami keseluruhan fakta tersebut. Fokus utama dari makalah ini adalah dimensi – dimensi hakikat manusia sesuai potensi, keunikan, dan dinamika. Untuk mencapai dimensi-dimensi hakikat manusia  tersebut maka akan dikemukakan materi yang meliputi dimensi-dimensi yang ada pada hakikat manusia yaitu dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dan dimensi keberagaman.

 

 

 

B.  Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah bentuk dimensi-dimensi hakikat manusia sesuai potensi, keunikan, dan dinamika ?

 

C.  Tujuan Penulisan

1.    Untuk mengetahui dan memahami dimensi – dimensi hakikat manusia sesuai potensi, keunikan, dan dinamika.

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Dimensi keindividualan

Manusia adalah monodualis ciptaan Tuhan yang dianugerahi status sebagai khalifah di muka bumi. Sebagaimana bayi yang dianugerahi dalam keadaan jasmani yang lemah tetapi memilki potensi-potensi jasmaniah berupa kelengkapan anggota tubuh dan rohaniah berupa daya cipta, rasa, karsa, instuisi dan bakat. Faktor inilah yang dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya yang bersifat unik, yang dapat berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungan tempat mereka berada.

Manusia sebagai makhluk keindividualan dimaksudkan sebagai orang yang utuh, yang terdiri dari kesatuan fisik dan psikis. Kandungan dimensi keindividualan adalah potensi dan perbedaan. Di sini dimaksudkan bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki potensi, baik potensi fisik maupun mental-psikologis, seperti kemampuan intelegensi, bakat dan kemampuan pribadi lainnya. Potensi ini dapat berbeda-beda antar individu. Ada individu yang berpotensi sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang dan kurang sekali.

Keberadaan manusia sebagai individual bersifat unik artinya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Setiap manusia sama mempunyai mata, telinga, kaki dan anggota tubuh lainnya, namun tidak ada yang sama persis bentuknya, karena setiap orang kelak  akan diminta pertangung jawaban atas sikap perilakunya. Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia, ini mencakup pengertian yang sangat luas, antaranya  kesadaran akan diri antara realitas, self respect, self narcisme, egoisme.  Manusia sebagai individu memiliki hak sebagai kodrat alami atau anugerah Tuhan kepadanya.  Hak asasi sebagai pribadi terutama hak hidup, hak kemerdekaan, dan hak memiliki. Konsekuensi dari adanya hak, maka manusia menyadari kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab moralnya.

 

Lysen mengartikan individu sebagai “orang-seorang”, sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikarunia potensi yang berbeda dengan orang lain, atau menjadi diri sendiri. Tidak ada diri individu yang identik di muka bumi. Demikian kata M.J. Lavengeld (seorang pakar pendidikan tersohor di Negeri Belanda) yang mengatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas (M.J. Lavengeld, 1995:54). Bahkan dua anak kembar yang berasal dari satu telur pun, yang lazim dikatakan seperti pinang di belah dua, serupa dan sulit dibedakan satu dari yang lain, hanya serupa tetapi tidak sama apalagi identik. Secara fisik mungkin bentuk muka sama tetapi terdapat perbedaan mengenai matanya. Secara kerohanian mungkin kapasitas intelegensinya sama, tetapi kecenderungan dan perhatiannya terhadap sesuatu berbeda. Karena adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang berbeda.

Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. M.J. Lavengeld menyatakan bahwa setiap anak memiliki dorongan untuk mandiri yang sangat kuat, meskipun di sisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya, sehingga memerlukan pihak lain(pendidik) yang dapat dijadikan tempat bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan. Sifat-sifat yang telah digambarkan di atas yang secara potensial telah dimiliki sejak lahir perlu ditumbuhkembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan.

Pola pendidikan yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis. Tugas pendidik hanya menunjukkan jalan dan mendorong subjek didik bagaimana cara memeroleh sesuatu dalam mengembangkan diri dengan berpedoman pada prinsip ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karso, tut wuri handayani.

 

 

B.  Dimensi Kesosialan

       Manusia disamping sebagai mahluk individual, dia juga mahluk sosial. Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial tampak dalam kenyataan bahwa tidak ada yang mampu hidup sebagai manusia tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup dalam  suasana  interdependensi, dalam antar hubungan dan antaraksi.

       Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan  untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Kandungan dimensi kesosialan adalah komunikasi dan kebersamaan. Dengan bahasa (baik bahasa verbal maupun non-verbal, lisan maupun tulisan) individu menjalin komunikasi atau hubungan dengan individu lain. Di samping itu individu juga menggalang kebersamaan dengan individu lain dalam berbagai bentuk, seperti persahabatan, keluarga, kumpulan dan organisasi (non formal dan formal).

       Sifat sosialitas menjadi dasar dan tujuan dari kehidupan manusia yang sewajarnya atau menjadi dasar dan tujuan setiap anak dan kelompoknya. Setiap anak pasti terlibat dalam kehidupan sosial pada setiap waktu. Sebagai makhluk sosial, mereka saling membutuhkan, saling membantu, dan saling melengkapi. Manusia akan selalu berinteraksi dengan manusia lain untuk mencapai tujuan hidupnya, dan interaksi tersebut merupakan wadah untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya. Yang dimaksud dengan interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia dimana tingkah laku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku yang lain.

       Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Manusia hanya menjadi menusia jika berada diantara manusia. Tidak ada seorangpun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakekat kemanusiaannya di tempat yang terasing. Sebab seseorang hanya dapat mengembangkan sifat individualitasnya di dalam pergaulan sosial seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi dengan sesamanya.

C.  Kesusilaan

       Manusia adalah mahluk susila Dritarkara mengatakan manusia susila, yaitu manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan mewujudkan dalam perbuatan. Kandungan dimensi kesusilaan adalah nilai dan moral. Dalam dimensi ini kemampuan dasar setiap individu untuk memberi penghargaan terhadap sesuatu, dalam rentang penilaian tertentu. Sesuatu dapat dinilai sangat tinggi, sedang, ataupun rendah. Penilaian yang dibuat oleh sekelompok individu tentang sesuatu yang sangat penting untuk kehidupan bersama sering kali ditetapkan sebagai standar baku. Standar baku inilah yang selanjutnya dijadikan patokan untuk menetapkan boleh tidaknya sesuatu hal dilakukan oleh individu (terutama individu yang berada di dalam kelompok yang dimaksud). Inilah yang disebut moral. Individu dalam kelompok yang bersangkutan harus mengikuti ketentuan moral tersebut. Ketentuan moral itu biasanya diikuti oleh sanksi atau bahkan hukuman bagi pelanggarnya. Sumber moral adalah agama, adat, hukum ilmu, dan kebiasaan.

       Masalah kesusilaan akan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Nilai-nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia, mengandung makna kebaikan, keluhuran kemuliaan dan dijadikan pedoman hidup. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan nilai-nilai susila dan melaksanakannya. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan manusia, bila memiliki nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut.  Kesusilaan adalah kepantasan dan kebaikan yang lebih tinggi. Manusia itu dikatakan sebagai makhluk susila. Drijarkoro mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. (Drijarkoro 1978 : 36 – 39) dalam buku (Pengantar Pendidikan Prof. Dr. Tirtaraharja dan Drs. S.L La Ulo 2005 : 21). Agar manusia dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, maka dia harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai. Kemudian diikuti dengan kemauan atau kesanggupan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.

D.  Dimensi Keberagaman

       Sejak zaman dahulu nenek moyang manusia meyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup alam semesta ini. Untuk mendekatkan diri dan berkomunikasi dengan kekuatan tersebut ditempuh dengan ritual agama. Beragama merupakan kebutuhan manusia, karena manusia adalah mahluk yang lemah memerlukan tempat bertopang demi keselamatan hidupnya. Agama sebagai sandaran manusia. Penanaman sikap dan kebiasaan beragama dimulai sedini mungkin, yang melaksanakan dikeluarga dan dilanjutkan melalui pemberian pendidikan agama di sekolah. Kandungan dimensi keberagaman adalah iman dan takwa. Dalam dimensi ini terkandung pemahaman bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk mempercayai adanya Sang Maha Pencipta dan Maha Kuasa serta mematuhi segenap aturan dan perintah-Nya. Keimanan dan ketakwaan ini dibahas dalam agama yang dianut oleh individu. Kitab suci agama serta tafsir yang mengiringinya memuat kaidah-kaidah keimanan dan ketakwaan tersebut.

       Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Mereka percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau oleh indranya ada kekuatan yang menguasai alam semesta ini. Maka dengan adanya agama yang diturunkan oleh Tuhan manusia menganut agama tersebut. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama. Disinilah tugas orang tua dan semua pendidik untuk melaksanakan pendidikan agama kepada anaknya atau anak didiknya.

  

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

 

A.  Kesimpulan

       Dimensi - dimensi pada hakikat manusia yang sesuai potensi, keunikan, dan dinamika terbagi menjadi empat dimensi yaitu dimensi keindividualan, dimensi  kesosialan, dimensi kesusilaan, dan dimensi keberagaman. Dimensi keindividualan menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain. Dimensi kesosialan dalam hakikat manusia beranggapan bahwa setiap orang dapat saling berkomunikasi dan saling bergaul untuk berinteraksi dengan orang lain. Kesusilaan adalah kepantasan dan kebaikan yang lebih tinggi yang mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius atau beragama. Maka dengan adanya agama yang diturunkan oleh Tuhan, manusia dapat menganut agama tersebut untuk keselamatan hidupnya.

 

B.  Saran

       Penting bagi kita sebagai manusia yang menyenyam pendidikan di perguruan tinggi untuk bisa memahami tentang dimensi-dimensi yang ada dalam diri manusia. Pada hakikatnya dimensi-dimensi yang ada dalam manusia sebagian telah kita laksanakan sesuai aturan kemampuan yang manusia miliki. Namun, untuk lebih memahami apa itu dimensi-dimensi pada hakikat manusia kita perlu membaca makalah ini supaya dapat mengetahui dan memahami sesuai apa yang kita dapatkan.

close