Hakikat Manusia - Sifat, Dimensi, dan Pengembangannya
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sasaran pendidikan adalah manusia.
Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan
potensi-potensi kemanusiaanya. Potensi kemanusiaanya merupakan benih
kemungkinan untuk menjadi manusia. Tugas mendidik hanya mungkin dilakukan
dengan benar dan tepat tujuan, jika pendidik memiliki gambaran jelas tentang
siapa manusia itu sebenarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan
pengetahuan dan pemahaman yang meliputi : arti dan wujud sifat hakikat manusia,
dimensi-dimensinya, pengembangan dimensi tersebut, dan sosok manusia indonesia
seutuhnya. Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari
kumpulan terpadu (integrated) dari apa yang disebut sifat hakikat manusia.
Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya
dimiliki oleh manusia akan membentuk peta tentang karakter manusia. Peta ini
akan menjadi landasan serta memberikan acuan baginya dalam bersikap, menyusun
strategi, metode, dan teknik, serta memilih pendekatan dan orientasi dalam
merancang dan melaksanakan komunikasi transaksi di dalam interaksi edukatif.
Dengan kata lain ,dengan menggunakan peta tersebut sebagai acuan seorang
pendidik tidak mudah terkecoh ke dalam bentuk–bentuk transaksi yang patologi
dan berakibat merugikan subjek terdidik.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
Yang Dimaksud dengan Sifat-Sifat Hakikat Manusia?
2. Apa
Sajakah Dimensi Hakikat Manusia?
3. Bagaimanakah
Pengembangan Dimensi Hakikat
Manusia?
4. Bagaimana
Sosok Manusia Seutuhnya?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mahasiswa dapat Mengetahui Mengenai
Sifat-Sifat Hakikat Manusia
2. Mahasiswa
dapat Mengetahui Apa Saja Dimensi Hakikat Manusia
3. Mahasiswa
dapat Memahami Mengenai Pengembangan
Dimensi Hakikat Manusia
4. Mahasiswa dapat Mengetahui Sosok Manusia Seutuhnya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sifat-Sifat
Hakikat Manusia
Sebelum memahami mengenai sifat-sifat hakikat manusia , sebelumnya Pengertian Hakikat Manusia itu
sendiri antara lain adalah sebagai berikut :
a. Makhluk yang memiliki tenga
dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b. Individu yang memiliki sifat
rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
c. yang mampu mengarahkan dirinya ke
tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan
nasibnya.
d. Makhluk yang dalam proses menjadi
berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e. Individu yang dalam hidupnya
selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri,
membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
f. Suatu keberadaan yang berpotensi
yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
g. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah
makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
h. Individu yang sangat dipengaruhi
oleh lingkungan terutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang
sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan social.
(Psikologis
Pendidikan, 2012)
v Sifat-Sifat Hakikat Manusia
Sifat Hakikat Manusia
menjadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat antropologi. Hal ini menjadi
keharusan oleh karena pendidikan bukanlah sekadar soal praktik melainkan
praktik yang berlandas dan bertujuan. Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan
itu sendiri sifatnya normatif. Bersifat filosofis karena untuk mendapatkan
landasan yang kukuh diperlukan adanya kajian yang bersifat mendasar,
sistematis, dan universal tentang ciri hakiki manusia.
Bersifat normatif karena pendidikan
mempunyai tugas untuk menumbuh kembangkan sifat hakikat manusia tersebut
sebagai sesuatu yang bernilai luhur, dan hal itu menjadi keharusan. (Hakikat Manusia dan Pengembangannya, 2011)
v Wujud Sifat Hakikat Manusia
Pada bagian ini akan dipaparkan wujud sifat hakikat manusia (yang tidak
dimiliki oleh hewan) yang dikemukakan oleh paham eksistensialisme, dengan
maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan yaitu :
·
Kemampuan
menyadari diri;
·
Kemampuan
bereksistensi;
·
Pemilikan
kata hati;
·
Moral;
·
Kemampuan
bertanggung jawab;
·
Rasa
kebebasan (kemerdekaan);
·
Kesediaan
melaksanakan kewajiban dan menyadari hak;
·
Kemampuan
menghayati kebahagiaan
(Hakikat Manusia
dan Pengembangannya, 2011)
Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut :
a) Kemampuan menyadari diri
Kaum
Rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan
menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya
memiliki ciri khas atau karateristik.
b) Kemampuan bereksistensi
Dengan keluar
dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan dirinyasebagai objek,
lalu melihat objek itu sebagai sesuatu, berarti manusia itu dapat menembus atau
menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan
menerobos ini bukan saja soal ruang, melainkan juga dengan waktu. Kemampuan
menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut kemampuan bereksistensi.
c) Kata hati
Kata hati atau
conscieice of Man juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk
hati, pelita hati, dan sebagainya. Manusia memiliki pengertian yang menyertai
tentang apa yang akan, yang sedang, dan yang telah dibuatnya. Bahkan mengerti
juga akibatnya baik atau buruk bagi manusia sebagai manusia.
d) Moral
Jika kata hati dikatakan sebagai bentuk pengertian yang
menyertai perbuatan, maka yang dimaksud dengan moral adlah perbuatan itu
sendiri. Di sini masih tampak bahwa masih ada jarak antar kata hati dengan
moral. Artinya seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam belum
otomatis perbuatannya merupakan realisasi dari kata hatinya itu. Untuk
menjembatanijarak yang mengantarai keduanya masih ada aspek yang diperlukan
yaitu kemauan.
e) Tanggung Jawab
Kesediaan
untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab, merupakan
pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud bertanggung jawab ada
bermacam-macam, ada bertanggung jawab pada diri sendiri, masyarakat, dan kepada
Tuhan.
f) Rasa kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas tidak merasa terikat
oleh sesuatu tetapi sesuai denagn tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini
ada dua hal yang kelihatannya saling bertentangan yaitu “rasa bebas” dan
“sesuai dengan tuntutan kodrat manusia” yang berarti ada ikatan.
g) Kewajiban dan Hak
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang
timbul sebagai manifestasi dari manusia sebagai mahluk sosial.Tak ada hak tanpa
kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu maka tentu ada
kewajiban yang harus dipenuhi terlebih dahulu yang pada saat itu belum di
penuhi. Dalam relitas hidup sehari-hari umumnya hak diasosiasikan dengan
sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban di pndang sebagai sesuatu beban.
Benarkah kewajiban menjadi beban bagi manusia ?. ternyata bukan beban melainkan
suatu keniscayaan. Artinya selama orang itu menyebut dirinya manusia dan mau
dipandang sebagai manusia, maka kewajiban itu menjadi keniscayaan baginya.
h) Kemampuan menghayati kebahagiaan
Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Ambillah
missal tentang sebutan senang, gembira, baahagia, dan sejumlah istilah lain
yang mirip dengan itu. Sebagian orang mungkin menganggap bahwa seseorang yang
sedangmengalami rasa senang atau gembira itulah sedang mengalami kebahagiaan.
Maka kita bisa menyimpulkan bahwa kebahagiaan itu rupanya tidak terletak pada
keadaannya sendiri secara faktual atuapun pada rangkaian prosesnya tetapi
terletak pada kesanggupannya menghayati semua itu dengan keheningan jiwa, dan
menundukan suatu hal di dalam rangkaian atau ikatan tiga hal yaitu : usah,
norma-norma dan takdir. Usaha adalah perjuangan yang terus menerus untuk
mengatasi masalah hidup. Selanjutnya usaha tersebut harus bertumpu ada
norma-norma dan kaidah-kaidah. Kemudian takdir merupakan rangkaian yang
terpisah dalam proses terjadinya kebahagiaan. Komponen takdir ini erat
bertalian dengan komponen usaha. (Susanto,
2009)
B.
Dimensi – Dimensi Hakikat Manusia
Empat dimensi hakikat manusia yaitu
:
· Dimensi keindividualan
Manusia merupakan mahluk monodualis ciptaan Tuhan
yang dikaruniai status sebagai kholifah Allah diatas bumi. Manusia dianugerahi
keadaan jasmani yang lemah namun memiliki potensi-potensi jasmaniah (konstruksi
tubuh lengkap), rokhaniah (cipta, rasa, karsa, intuisi, bakat-bakat umum dan
khusus) serta kondisi lingkungan tertentu (bangsa, suku, ras, adat istiadat,
kebudayaan). Dengan berinteraksi secara aktif dengan lingkunganya, secara
bertahap tumbuhlah kesadaran diri pada anak manusia, sehingga memungkinkan
dapat membedakan diri dengan orang lain dan alam sekitar. Karena tanpa hubungan
dengan orang lain tidak mungkin tubuh menjadi individu yang baik - baik.
Menurut M.J Langeveld menyatakan bahwa setiap anak
memiliki dorongan untuk mandiri yang sangat kuat meskipun disisi lain pada anak
terdapat rasa tidak berdaya sehingga memerlukan pihak lain untuk member
perlindungan dan bimbingan. Sifat kemandirian untuk memikul tanggung jawab
merupakan ciri yang sangat esensial dari adanya individualitas pada diri
manusia.
·
Dimensi
kesosialan
Setiap bayi yang dilahirkan memiliki potensi
sosialitas. Menurut M.J Langeveld bahwa setiap anak dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul.. Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak
jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya pergaulan, setiap orang ingin
bertemu dengan sesamanya. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang
lain.
Menurut Immanuel Kant bahwa manusia hanya menjadi manusia jika
berada diantara manusia. Seseorang dapat mengembangkan individualitasnya di
dalam pergaulan sosial, karena di situ manusia berkesempatan untuk belajar dari
orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang dikagumi dari orang lain untuk
dimilikinya, serta menolak dari sifat yang tidak disukainya. Dimensi kesosialan
manusia tumbuh berkat adanya rasa saling membutuhkan. Untuk saling membantu,
saling melengkapi antar mereka, baik anak-anak maupun orang tua dan manusia
lainya.
·
Dimensi
kesusilaan
Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan susila, serta melaksanakanya. Sehingga dikatakan manusia
itu adalah mahluk susila. Pendidikan kesusilaan meliputi rentangan yang luas
penggarapanya, mulai dari ranah kognitif yaitu mengetahui sampai kepada
menginternalisasi nilai sampai kepada ranah efektif dan meyakini, meniati
sampai kepada siap sedia untuk melakukan. Implikasi pedegogisnya ialah bahwa
pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran melakukan kewajiban dari
pada hak pada peserta didik.
·
Dimensi
keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religius.
Sebelum manusia mengenal agama, mereka mempercayai adanya kekuatan supranatural
yang menguasai alam semesta ini. Akan tetapi, setelah ada agama maka manusia
mulai menganutnya. Beragama merupakan kebutuhan manusia, karena manusia adalah
mahluk yang lemah. Sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan
agama demi keselamatan hidupnya. Manusia dapat mengahayati agama melalui proses
pendidikan agama. Itulah dimensi –dimensi pada manusia yang menyebabkan manusia
berbeda dengan hewan. (Umar Tirtarahardja, 2005)
C.
Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia
Pengembangan dimensi
hakikat manusia antara lain dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Pengembangan
yang Utuh
2.
Pengembangan
yang Tidak Utuh
1.
Pengembangan yang Utuh
Tingkat keutuhan perkembangan
dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi
hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang
disediakan untuk memberi pelayanan atas perkembangannya.Selanjutnya
pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu : wujud dimensi
dan arahnya pengembangannya.
a. Dari Wujud Dimensinya
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani
dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan
keberagamaan, antara antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pengembangan aspek jasmaniyah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya
mendapat pelayanan secara seimbang.Pengembangan dimensi keindividualan,
kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan dikatakan utuh jika semua dimensi
tersebut mendapat layanan dengan baik, tidak terjadi pengabaian terhadap salah
satunya.
b. Dari Arah Pengembangan
Keutuhan pengembangan dimensi hakikat
manusia dapat diarahkan kepada pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan,
kesusilaan, dan keberagamaan secara terpadu.Dapat disimpulkan bahwa
pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan
terpadu terhadap dimensi hakikat manusi sehingga dapat tumbuh dan berkembang
secara selaras. Perkembangan dimaksud mencakup yang bersifat horizontal (yang
menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertical (yang menciptakn
ketinggian martabat manusia). Dengan demikian secara totalitas membentuk
manusia yang utuh.
2.
Pengembangan yang Tidak Utuh
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi
hakikat manusia akan terjadi di dalam proses pengembangan jika ada unsur
dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi
kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain
afektif didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain
afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif. Demikian pula secara
vertical ada domain tingkah laku terabaikan penanganannya.
Pengembangan yang
tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap.
Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.
Pengembangan yang tidak utuh
terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam proses pengembangan jika
ada unsur simensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani. (Umar Tirtarahardja, 2005)
D.
Sosok Manusia Seutuhnya
Manusia seutuhnya berarti adalah
sosok manusia yang tidak parsial, fragmental. Apalagi split personality. Utuh
artinya adalah lengkap, meliputi semua hal yang ada pada diri manusia. Manusia
menuntut terpenuhinya kebutuhan jasmani, rohani, akal, fisik dan psikisnya.
Berdasarkan pikiran dimikian dapat diuraikan konsepsi manusia seutuhnya ini
secara mendasar yakni mencakup pengertian sebagai berikut:
1.Keutuhan potensi subyek manusia
sebagai subyek yang berkembang.
2.Keutuhan wawasan (orientasi)
manusia sebagai subyek yang sadar nilai yang menghayati
dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidupnya.
Selain hal tersebut, manusia juga
memerlukan pemenuhan kebutuhan spiritual, berkomunikasi atau berdialog dengan
Dzat Yang Maha Kuasa. Lebih dari itu, manusia juga memerlukan keindahan
dan estetika. Manusia juga memerlukan
penguasaan ketrampilan tertentu agar mereka bisa berkarya, baik untuk memenuhi
kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain. Semua kebutuhan itu harus dapat
dipenuhi secara seimbang. Tidak boleh sebagian saja dipenuhi dengan
meninggalkan kebutuhan yang lain. Orang tidak cukup hanya sekedar cerdas dan
terampil, tetrapi dangkal spiritualitasnya. Begitu pula sebaliknya, tidak cukup
seseorang memiliki kedalaman spiritual, tetapi tidak memiliki kecerdasan dan
ketrampilan. Tegasnya, istilah manusia utuh adalah manusia yang dapat
mengembangkan berbagai potensi posisitf yang ada pada dirinya itu.
Jika pemahaman terhadap manusia
seutuhnya seperti itu, maka pendidikan seharusnya mengembangkan berbagai aspek
itu. Pendidikan tidak tepat jika hanya mengembangkan satu aspek, tetapi
melupakan aspek-aspek lainnya. Pendidikan agama adalah sangat penting, tetapi
tidak boleh terlalu mengesampingkan intelektualitasnya. Sebaliknya juga tidak
tepat pendidikan hanya mengedepankan pengembangan kecerdasan dan ketrampilan,
dengan mengabaikan pengembangan spiritual.
Penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia ditangani oleh dua kementerian, yaitu kementerian pendidikan dan
kebudayaan dan kementerian agama. Selain itu,masih ada kementerian lain yang
juga menyelenggarakan pendidikan, tetapi jumlahnya tidak terlalu banyak. Itulah
sebabnya di negeri ini disebut telah terjadi dualisme penyelenggaraan
pendidikan. Yaitu terdapat sekolah yang diselenggarakan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan dan madrasah serta pondok pesantren yang berada di
bawah Kementerian Agama. Di sekolah umum, sekalipun diajarkan agama.jumlah jam
pelajaran yang disediakan tidak terlalu banyak. Demikian pula sebaliknya, di
pondok pesantren lebih mengutamakan pendidikan agama, dan dalam banyak kasus
tidak memberikan pengetahuan umum. Sedangkan di madrasah selama ini sudah
dilakukan perbaikan kurikulum dengan memberikan pengetahuan umum dan agama
secara seimbang, atau sama banyak jumlahnya. Namun begitu, terkait pendidikan
agama, selama ini belum ditemukan metodologi yang dirasa memuaskan. Agama masih
diajarkan dan belum sepenuhnya dididikkan yang sebenarnya. Sebetulnya,
terbatasnya waktu yang disediakan untuk pendidikan agama di sekolah tidak
mengapa, asalkan kekurangan itu dapat ditambal oleh lingkungan keluarga dan
juga oleh masyarakat. Namun pada kenyataannya, pendidikan agama di keluarga
maupun di masyarakat sudah semakin
melemah. Atas dasar alasan-alasan kesibukan orang tua atau juga keterbatasan
pemahaman agama, maka pendidikan agama di lingkungan keluarga dan di masyarakat
tidak dapat dimaksimalkan. Kegiatan mengaji di langgar, mushalla, masjid dan
lain-lain tampaknya sudah semakin berkurang, tidak saja di perkotaan tetapi
juga di pedesaan.
Kenyataan seperti itu menjadikan
manusia yang utuh sebagaimana yang dicita-citakan semakin sulit dipenuhi.
Pendidikan berjalan secara terpragmentasi atau terpilah-pilah, mengedepankan
sebagian dan mengabaikan bagian lainnya. Akibatnya, manusia utuh sebagaimana
yang dicita-citakan menjadi tidak jelas kapan akan berhasil diraih. Oleh karena
itu, perlu kiranya dipikirkan secara saksama dan mendalam untuk mendapatkan
konsep pendidikan yang dipandang lebih ideal un tuk menyongsong masa depan
bangsa yang lebih baik dan maju.
Dunia pendidikan, khususnya pendidikan yang membangun jati
diri manusia seutuhnya, kiranya tidak akan berhenti. Berbagai kegiatan ilmiah
seperti seminar, diskusi, lokakarya dan semiloka terus dilakukan guna mencari
sebuah model pendidikan yang dianggap dapat membebaskan manusia dari sikap
ketergantungan terhadap benda, pendidikan yang dapat membebaskan manusia dari
pendewaan terhadap dunia, dan atau model pendidikan yang dapat mencetak manusia
yang utuh, yakni manusia yang manusiawi, manusia memiliki nilai-nilai
kemanusiaan.
Pendidikan manusia seutuhnya, pada
dasarnya merupakan tujuan yang hedak dicapai dalam konsep Value Education atau
General Education yakni:
1) manusia yang memiliki wawasan
menyeluruh tentang segala aspek
kehidupan, serta
2) memiliki kepribadian yang utuh.
Istilah menyeluruh dan utuh merupakan
dua terminologi yang memerlukan isi dan bentuk yang disesuaikan dengan
konteks sosial budaya dan keyakinan suatu bangsa yang dalam bahasa lain pendidikan
yang dapat melahirkan: pribadi yang dapat bertaqwa kepada
Allah dengan benar, dan layak hidup sebagai manusia.
Untuk dapat menghasilkan manusia
yang utuh, diperlukan suri tauladan bersama antar
keluarga, masyarakat, dan guru di sekolah sebagai wakil pemerintah. Patut
diingat bahwa pembentukan jati diri manusia utuh berada pada tataran afeksi,
dan pembelajarannya dunia afeksi hanya akan berhasil apabila dilakukan melalui
metode pelakonan, pembiasaan, dan suri tauladan dari orang dewasa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat diperoleh antara lain adalah sebagai berikut :
1. Pengertian
Hakikat Manusia itu sendiri
adalah Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Dengan sifat hakikat manusia yang
bersifat filosofis maupun normatif, dengan wujud seperti : Kemampuan menyadari diri, Kemampuan
bereksistensi, Pemilikan kata hati, Moral, Kemampuan bertanggung jawab, Rasa
kebebasan (kemerdekaan), Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak,
Kemampuan menghayati kebahagiaan.
2. Dimensi-Dimensi Hakikat manusia ada
empat, yaitu dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan,
dan dimensi keberagaman.
3. Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia dapat dibagi menjadi dua yaitu
pengembangan
yang utuh dan pengembangan yang tidak utuh.
4.
Manusia seutuhnya
berarti adalah sosok manusia yang tidak parsial, fragmental. Apalagi split
personality. Utuh artinya adalah lengkap, meliputi semua hal yang ada pada diri
manusia.
B.
Saran
Setelah mengulas materi hakikat
manusia dan pengembangannya, sebagai calon guru, mahasiswa FKIP hendaknya menjiwai
dengan sungguh-sungguh seluruh aspek yang mempengaruhi pengembangan hakikat
manusia guna menciptakan generasi yang penuh karya. Kita seharusnya
juga memperhatikan
anak didik dan memberikan bimbingan agar potensi–potensi terpendam yang
terdapat dalam diri peserta didik dapat ditumbuh kembangkan menuju kepribadian
yang mantap.
Posting Komentar untuk "Hakikat Manusia - Sifat, Dimensi, dan Pengembangannya"