Makalah Aliran – Aliran Klasik Dalam Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gagasan dan
pelaksanaan pendidikan selalu diam sesuai dengan dinamika manusia dan
masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun dimasa depan pendidikan itu selalu
mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan sosial budaya dan
perkembangan iptek. Pemikiran-pemikiran yag membawa pembaharuan pendidikan itu
disebut aliran-aliran pendidikan. Seperti dalam bidang-bidang
lainnya,pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu berlangsung seperti suatu
diskusi berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran terdahulu selalu ditanggapi
dengan pro da kontra oleh pemikir-pemikir berikutnya dan karena dialog terebut
akan melahirkan lagi pemikiran-pemikiran baru, da demikian seterusnya.
Berbagai aspek dari berbagai aliran-aliran itu
harus dipahami terlebih dahulu. Pemikiran-pemikiran pendidikan pada masa dahulu
sering disebut dengan aliran-aliran klasik .aliran-aliran klasik yag meliputi
aliran-aliran empirisme,nativisme, naturalisme, konvergensi dan postmordenisme
merupakan benang-benang merah yang menghubngkan pemikiran-pemikiran pendidikan
masa lalu, kini, mungkin yang akan datang. Aliran-aliran itu mewakili berbagai
pendapat akan pendidikan, mulai dari yang pesimis yang paling optimis.
Sebagai calon
pendidik dan mahasiswa dalam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
sangat diperlukan untuk memahami berbagai aliran-aliran klasik agar dapat
menangkap makna setiap gerak dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan.
Ilmu pendidikan ini mestinya wajib dikuasai dan dipahami oleh pendidik maupun
calon pendidik. Karena dengan mengetahui aliran-aliran klasik dalam pendidikan
akan menambah wawasan kesejarahan yang dijadikan penangkal terhadap kemungkinan
kekeliruan kebijakan masa kini yang dapat berakibat bencana dimasa depan. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk menulis makalah dengan judul Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana gambaran umum mengenai aliran
empirisme dalam pendidikan?
2.
Bagaimana gambaran umum mengenai aliran
nativisme dalam pendidikan?
3.
Bagaimana gambaran umum mengenai aliran
naturalisme dalam pendidikan?
4.
Bagaimana gambaran umum mengenai aliran
konvergensi dalam pendidikan?
5.
Bagaimana gambaran umum mengenai aliran
postmordenisme dalam pendidikan?
C.
Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami gambaran umum mengenai aliran empirisme dalam pendidikan.
2. Mahasiswa dapat memahami gambaran umum mengenai aliran nativisme dalam pendidikan.
3. Mahasiswa dapat memahami gambaran umum mengenai aliran naturalisme dalam pendidikan.
4. Mahasiswa dapat memahami gambaran umum mengenai aliran konvergensi dalam pendidikan.
5. Mahasiswa dapat memahami gambaran umum mengenai aliran postmodernisme dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran – Aliran
Klasik Dalam Pendidikan
Dalam dunia pendidikan terdapat
aliran-airan klasik diantaranya yaitu:
1.
Aliran Empirisme
a.
Pengertian Empirisme
Kata empirisme
berasal dari bahasa latin empericus yang memiliki arti
pengalaman (Idris, 1987: 30).Seorang yang beraliran
empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan di dapat melalui penampungan
yang secara pasif menerima hasil- hasil penginderaan. Ini berarti bahwa semua
pengetahuan, betapapun rumitnya pengetahuan, dapat dilacak kembali dan apa yang
tidak dapat bukanlah pengetahuan.Dengan kata lain: Tak ada sesuatu dalam
jiwa, tanpa melalui indra (Soejono, 1987: 19).Pendapat para ahli tentang Aliran
empirisme
1) Francis Bacon (1210-1292 M)
Gambar1. Francis Bacon
Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang
sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan indrawi
dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan sejati. Kata Bacon
selanjutnya, kita sudah terlalu lama dpengaruhi oleh metode deduktif. Dari
dogma-dogma diambil kesimpulan, itu tidak benar, haruslah kita sekarang
memperhatikan yang konkret mengelompokkan, itulah tugas ilmu pengetahuan.
2) Thomas Hobbes
Gambar2.
Thomas Hobbes
Menurut
Hobbes, tidak semua yang diamati pada benda-benda itu adalah nyata, tetapi yang
benar-benar nyata adalah gerak dari bagian-bagian kecil benda-benda itu. Segala
gejala pada benda yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya perasaan yang
ada pada si pengamat saja. Segala yang ada ditentukan oleh sebab yang hukumnya
sesuai dengan hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Dunia adalah keseluruhan sebab
akibat termasuk situasi kesadaran kita. Hobbes memandang bahwa pengenalan dengan
akal hanyalah mempunyai fungsi mekanis semata-mata. Ketika melakukan proses
penjumlahan dan pengurangan misalnya, pengalaman dan akal yang mewujudkannya.
Yang dimaksud dengan pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan
yang disimpan dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa
depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lalu. Pengamatan inderawi
terjadi karena gerak benda-benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di
dalam indera kita. Gerak ini diteruskan ke otak kita kemudian ke jantung. Di
dalam jantung timbul reaksi, yaitu suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya.
Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi. Hobbes
menyatakan bahwa tidak ada yang universal kecuali nama belaka. Konsekuensinya
ide dapat digambarkan melalui kata-kata. Dengan kata lain, tanpa kata-kata ide
tidak dapat digambarkan. Tanpa bahasa tidak ada kebenaran atau kebohongan.
Sebab, apa yang dikatakan benar atau tidak benar itu hanya sekedar sifat saja
dari kata-kata. Setiap benda diberi nama dan membuat ciri atau
identitas-identitas di dalam pikiran orang.
Menurut
Thomas Hobbles berpendapat bahwa pengalaman
indrawi sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat
disentuh dengan indralah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan intelektual
(rasio) tidak lain hanyalah merupakan pengabungan data-data indrawi belaka.
3) John Locke
Gambar3.
John Locke
Yang membedakan Locke dengan lainnya adalah karakter
pemikirannya yang empiris di bangun atas dasar tunggal dan serbaguna. Semua
pengalaman (pengetahuan), kata Locke, berawal dari pengalaman. Pengalaman
memberi kita sensasi-sensasi. Dari sensasi ini kita memperoleh berbagai macam
ide baru yang lebih kompleks. Pikiran kita terpengaruh oleh perasaan refleksi.
Kendati Locke berbeda pandangan dengan filsuf lain, namun Locke juga menerima
metafora sentral Cartesian, pembedaan antara pikiran dan tubuh. Terbukti, dia
memandang bahwa pengetahuan pertama-tama berkenaan dengan pemeriksaan pikiran.
Selain itu, Locke membedakan antara apa yang
dinamakannya “kualitas primer” dan “kualitas skunder”. Yang dimaksud dengan
kualitas primer adalah luas, berat, gerakan, jumlah dan sebagainya. Jika sampai
pada masalah kualitas seperti ini, kita dapat merasa yakin bahwa indra-indra
menirunya secara objektif. Tapi, kita juga akan merasakan kualitas- kualitas
lain dalam benda–benda. Kita akan mengatakan bahwa sesuatu itu manis atau
pahit, hijau atau merah. Locke menyebut ini sebagai kualitas skunder.
Penginderaan semacam ini tidak meniru kualitas- kualitas sejati yang melekat
pada benda- benda itu sendiri.
Proyek epistemologis Locke mencapai puncaknya dalam
positivisme. Inspirasi filosofis empirisme terhadap positivisme terutama adalah prinsip objektivitas ilmu
pengetahuan. Empirisme memiliki keyakinan bahwa semesta adalah sesuatu yang
hadir melalui data indrawi. Karenanya pengetahuan harus berumber pengalaman dan
pengamatan empirik.
Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah
rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh
melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke:
“Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi,
bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru
melalui pengalamanlah kertas itu terisi.”
Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah
(yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari
empiri).
4) David Hume
Gambar
4. David Hume
Hume adalah pelopor para empiris, yang percaya bahwa
seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indra. Menurutnya, ada batasan-
batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indra. David Hume
lah aliran empirisme memuncak. Empirisme mendasarkan pengetahuan bersumber pada
pengalaman, bukan rasio. Hume memilih pengalman sebagai sumber utama
pengetahuan. Pengetahuan itu dapat bersifat lahiriah dan
dapat pula bersifat batiniyah. Oleh karena itu pengenalan inderawi
merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Dua hal yang
dicermati oleh Hume adalah substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima
substansi, sebab yang dialami manusia hanya kesan- kesan saja tentang beberapa
ciri yang selalu ada bersama- sama. Dari kesan
muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung atas realitas
lahiriah, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan- kesan.
Jadi, dapat disimpulkan aliran empirisme beranggapan bahwa
pengetahuan bersumber utama dari pengalaman yang masuk melalui indera dan
pengaruh eksternal dalam kehidupan, baik dalam keluarga, sekolah, maupun
lingkungan masyarakat, sedangkan pembawaan lahir tidaklah dianggap penting
sebagai faktor penentu pengetahuan. Segala sesuatu yang tidak masuk atau
dirasakan melalui indera, boleh jadi mereka katakan tidak benar-benar ada. Oleh
karena itu, aliran ini juga sering dikatakan menolak keberadaan Tuhan dan
benda-benda yang bersifat metafisika. Aliran ini juga melahirkan sekularisasi
dalam pendidikan.
b.
Ajaran-ajaran pokok empirisme
yaitu:
a)
Pandangan bahwa semua ide atau
gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang
dialami.
b)
Pengalaman inderawi adalah
satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
c)
Semua yang kita ketahui pada
akhirnya bergantung pada data inderawi.
d)
Semua pengetahuan turun secara
langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran
definisional logika dan matematika)
e)
Akal budi sendiri tidak dapat
memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman
inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk
mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
f)
Empirisme sebagai filsafat
pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.
Dari ajaran pokok yang telah disebutkan, dapat diamati dalam
kehidupan sehari-hari, banyak sekali contoh yang berkaitan dengan empirisme.
Salah satu contoh nya seperti bagaimana kita mengetahui bahwa api itu panas?
Seorang empirisme akan berpandangan bahwa api itu panas karena memang dia
mengalaminya sendiri dengan menyentuh api tersebut dan memperoleh pengalaman
yang kita sebut ‘panas’. Bagaimana kita tahu bentuk rupa jerapah? Tentu kita
akan baru benar-benar tahu setelah melihatnya dengan mata kepala kita sendiri.
Atau bagaimana kita mengetahui bahwa bunga melati itu wangi? Kita akan tahu
pasti setelah mencium baunya. Pengetahuan-pengetahuan melalui indera tersebut
akan disimpan dalam memori otak kita, dan dapat dikeluarkan pada saat
dibutuhkan. Dengan kata lain, dengan menggunakan alat inderawi, kita akan
memperoleh pengalaman yang menjadi pengetahuan kita kelak.
Contoh lain dalam kehidupan pribadi, misalnya kita melakukan
sesuatu dengan tujuan tertentu dan ternyata apa yang kita lakukan tadi
mengalami kegagalan atau tidak berhasil. Hal ini akan menjadi pelajaran bagi
kita, agar saat kita akan mencoba melakukan hal itu kembali, kita tidak akan
gagal karena sebelumnya kita sudah mengalami nya dan kita tidak akan jatuh
dalam kesalahan yang sama. Pengalaman menjadi bermanfaat saat pengalaman itu
berisi pembelajaran bagi seseorang. Contoh sederhananya, ketika kita belajar
memasak, mungkin saat kita baru pertama kali mencoba masakan yang telah kita
masak, masakan nya terasa terlalu asin, atau bahkan tidak ada rasa sama sekali,
nah dari situ kita bisa belajar bagaimana menciptakan masakan yang enak sesuai
dengan pengalaman yang telah didapat.
c.
Terdapat beberapa Jenis Empirisme,
yaitu:
a)
Empirio-Kritisisme
Disebut juga Machisme. Sebuah aliran filsafat yang bersifat
subyektif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran
ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi,
keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai
gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah
elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini
dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara
sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran
ini juga anti metafisik.
b)Empirisme
Logis
Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan
problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada
pandangan-pandangan berikut:
(1)
Ada batas-batas bagi Empirisme.
Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat
dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
(2)
Semua proposisi yang benar dapat
dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang
kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika.
(3)
Pertanyaan-pertanyaan mengenai
hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
c)
Empiris Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat
dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara
demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian
atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan
dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa
penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang
belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris,
dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih
lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam
iti, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku
yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang
pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda,
dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.
d.
Implementasi bagi Perkembangan
Studi Keilmuan
Empirisme memiliki andil yang besar dalam ilmu, yaitu dalam
pengembangan berpikir induktif. Dalam ilmu pengetahuan, sumbangan utama adalah
lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode ilmiah untuk membangun
pengetahuan. Selain daripada itu, tradisi empirisme adalah fundamen yang
mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks
perdebatan apakah ilmu pengetahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam. Sejak
saat itu empirisme menempati tempat yang terhormat dalam metodologi ilmu
pengertahuan sosial. Acapkali empirisme di paralelkan dengan tradisi
positivisme. Namun demikian keduanya mewakili pemikiran filsafat ilmu yang
berbeda. Sedangkan dalam Islam, Empirisme dalam Islam mempunyai peran penting
dalam pengembangan ilmu pengetahuan seperti ilmu Fiqh yang bebasis empiris,
yaitu (ibadah mumalah), shalat, zakat, puasa, dan haji. Empirisme lahir dan
terjebak kepada afirmasi rasio praksis dan menegasikan rasio murni sehingga
muncul dogmatisme empiris sendiri, terlebih dengan membangun kecurigaan/
ketidakpercayaan/ menegasikan (skeptisis) terhadap epistema yang lainnya telah
banyak dianut oleh pendidikan modern, inilah bukti kenaifannya. [20]
e. Dampak epistemologis dari empirisme diantaranya adalah sebagai
berikut :
1)
Terjadinya pemisahan antara bidang
sankral dan bidang duniawi, misalnya pemisahan antara agama dan negara, agama
dan politik, atau pemisahan materi dan ruh yang terwujud dalam seorang ahli
fisika atau ekonomi tidak akan berbicara agama dalam karya ilmiah mereka,
sementara fisika dan ekonomi direduksi menjadi angka-angka, materi dan ruh
tampak tidak kompatebel di mata mereka.
2)
Kecendrungan kearah reduksionisme,
materi dan benda direduksi kepada element-elemennya. Ini tampak pada fisika
Newton, sama halnya dengan homo ekonomi-kus dalam ekonomi modern. (dua hal ini
pengaruh sejarah rasionalisme empirisme).
3)
Pemisahan antara subyektivitas dan
obyektifitas, misalnya dalam ilmu sosial hal yang merupakan debuku obyektif
adalalah keniscayaan yang mengarah kepada relitas pasti, (pengaruh positivisme
pengetahuan yang berujung pada statusquo hinggga dominasi kebenaran).
4)
Antroposentrisme, ini tampak dalam
dalam konsep demokrasi dan individualisme (ini merupakan pengaruh dari
rasionalisme Rendescartes dengan jargon individu bebas atau subyek manusia akan
menjadi sentral peradaban dunia).
5)
Progresivisme, progresivisme
diwakili oleh Marx, tetapi juga diyakini secara luas seperti pada kemajuan ilmu
pengetahuan dan obat-obatan.
2.
Aliran Nativisme
a. Pengertian nativisme
Kata nativisme berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti
terlahir (Idris, 1987: 31). Dalam wikipedia bahasa Indonesia (wikipedia.org),
dijelaskan bahwa nativisme adalah aliran pendidikan yang berpandangan bahwa
keterampilan-keterampilan atau kemampuan-kemampuan tertentu bersifat alamiah
atau sudah tertanam dalam otak sejak lahir.
1)
Arthur Schopenhauer
Gambar 5. Arthur Schopenhauer
Dilahirkan di Danzig pada tanggal 22 Februari 1788. Schopenhauer
dibesarkan oleh keluarga pembisnis. Ia merupakan seorang jenius dengan karyanya
yang terkenal adalah The World as Will and Representation. Ia mempunyai
pandangan bahwa Pembawaanlah yang maha kuasa, yang menentukan perkembangan
anak. Lingkungan sama sekali tidak bisa mempengaruhi, apalagi membentuk
kepribadian anak. Perkembangan ditentukan oleh faktor pembawaannya, yang berarti
juga ditentukan oleh anak itu sendiri.
2)
Immanuel Kant
Gambar 6. Immanuel Kant
Di lahirkan di Konigsberg pada 22 April 1724. Ia merupakan filsof
Jerman dan karyanya yang terkenal adalah Kritik der Reinen Vernunft. Ia
berpendapat bahwa Apa-apa yang bisa
diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indra. Lain daripada
itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.
Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi
sebuah peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”.
Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi
peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.
Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah
yang memutuskan pengharapan manusia.
3)
Gottfried Wilhemleibnitz
Gambar 7. Gottfried Wilhemleibnitz
Merupakan filsuf Jerman yang lahir di Leipzig, pada 1 Juli 1646.
Gottfried mempunyai pandangan bahwa perkembangan manusia sudah ditentukan sejak
lahir. Manusia hidup dalam keadaan yang sebaik mungkin karena dunian ini
diciptakan oleh Tuhan.
Aliran nativisme hingga kini masih cukup berpengaruh dikalangan
beberapa orang ahli, tetapi tidak semudah dulu lagi. Diantara ahli yang
dipandang sebagai nativis ialah Noam A. Chomsky kelahiran 1928, seorang ahli
linguistic yang sangat terkenal hingga saat ini. Chomsky menganggap bahwa
perkembangan penguasaan bahasa pada manusia tidak dapat dijelaskan semata-mata
oleh proses belajar, tetapi juga (yang lebih penting) oleh adanya “biological
predisposition” (kecenderungan biologis) yang dibawa sejak lahir.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh
faktor-faktor yang dibawa sejak lahir itulah yang menentukan perkembangannya
dalam kehidupan. Nativisme berkeyakinan bahwa pendidikan tidak dapat mengubah
sifat-sifat pembawaaan. Dengan demikian menurut mereka pendidikan tidak membawa
manfaat bagi manusia. Karena keyakinannya yang demikian itulah maka mereka di
dalam ilmu pendidikan disebut juga aliran Pesimisme Paedagogi.
b.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Manusia dalam Teori Navitisme
Menurut teori nativisme ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan manusia yaitu :
1)
Faktor Genetik
Orang tua sangat berperan penting dalam faktor tersebut dengan
bertemunya atau menyatunya gen dari ayah dan ibu akan mewariskan keturunan yang
akan memiliki bakat seperti orang tuanya. Banyak contoh yang kita jumpai
seperti orang tunya seorang artis dan anaknya juga memiliki bakat seperti orang
tuanya sebagai artis.
2)
Faktor Kemampuan Anak
Dalam faktor tersebut anak dituntut untuk menemukan bakat yang
dimilikinya, dengan menemukannya itu anak dapat mengembangkan bakatnya tersebut
serta lebih menggali kemampuannya. Jika anak tidak dituntut untuk menemukannya
bakatnya, maka anak tersebut akan sulit untuk mengembangkan bakatnya dan bahkan
sulit untuk mengetahui apa sebenarnya bakat yang dimilikinya.
3)
Faktor Pertumbuhan Anak
Faktor tersebut tidak jauh berbeda dengan faktor kemampuan anak,
bedanya yaitu disetiap pertumbuhan dan perkembangannya anak selalu didorong
untuk mengetahui bakat dan minatnya. Dengan begitu anak akan bersikap responsiv
atau bersikap positif terhadap kemampuannya.
Dari ketiga faktor tersebut berpengaruh dalam perkembangan serta
kematangan pendidikan anak. Dengan faktor ini juga akan menimbulkan suatu
pendapat bahwa dapat mencipatakan masyarakat yang baik.
Dengan ketiga faktor tersebut, memunculkan beberapa tujuan dalam
teori nativisme, dimana dengan
faktor-faktor yang telah disampaikan dapat menjadikan seseorang yang
mantap dan mempunyai kematangan yang bagus
c.
Implementasi Teori Nativisme dalam
Pendidikan
Didalam teori ini menurut G. Leibnitz:Monad “Didalam diri individu
manusia terdapat suatu inti pribadi”. Sedangkan dalam teori Teori Arthur
Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan
pembawaan sejak lahir/bakat. Sehingga dengan teori ini setiap manusia
diharapkan :
1) Dapat memunculkan bakat
yang dimiliki.
Dengan faktor yang kedua tadi, diharapkan setelah menemukan bakat
yang dimiliki, dapat dikembangkan dan akan menjadikan suatu kemajuan yang besar
baginya.
2) Menjadikan diri yang
berkompetensi.
Hal ini berkaitan dengan faktor ketiga, dengan begitu dapat lebih
kreatif dan inovatif dalam mengembangkan bakatnya sehingga mempunyai potensi
dan bisa berkompetensi dengan orang lain.
3) Mendorong manusia dalam
menetukan pilihan.
Berkaitan dengan faktor ketiga juga, diharpkan manusia bersikap
bijaksana terhadap apa yang akan dipilih serta mempunyai suatu komitmen dan
bertanggung jawab terhadap apa yang telah dipilihnya.
4) Mendorong manusia untuk
mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang.
Artinya dalam mengembangkan bakat atau potensi yang dimiliki,
diharapkan terus selalu dikembangkan dengan istilah lain terus berperan aktif
dalam mengembangkannya, jangan sampai potensi yang dimiliki tidak dikembangkan
secara aktif.
5) Mendorong manusia
mengenali bakat minat yang dimiliki
Dengan adanya teori ini, maka manusia akan mudah mengenali bakat
yang dimiliki, denga artian semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki
maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan baakatnya sehingga bisa
lebih optimal.
d.
Kelebihan dan Kekurangan Teori
Nativisme.
1)
Kelebihan
a)
Mampu memunculkan bakat yang
dimiliki
Dengan teori ini diharapkan manusia bisa mengoptimalkann bakat yang
dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya. Dengan
adanya hal ini, memudahkan manusia mengembangkan sesuatu yang bisa berdampak
besar terhadap kemajuan dirinya.
b)
Mendorong manusia mewujudkan diri
yang berkompetensi
Jadi dengan teori ini diharapkan setiap manusia harus lebih kreatif
dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat agar menjadi manusia yang
berkompeten sehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam menghadapi tantangan
zaman sekarang yang semakin lama semakin dibutuhkan manusia yang mempunyai
kompeten lebih unggul daripada yang lain
c)
Mendorong manusia dalam menetukan
pilihan
Adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih bijaksana terhadap
menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan pilihannya manusia tersebut
akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini
bahwa sesuatu yang dipilihnya adalh yang terbaik untuk dirinya.
d)
Mendorong manusia untuk
mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang.
Teori ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam
pengembangan potensi diri yang dimilii agar manusia itu memiliki ciri khas atau
ciri khusus sebagai jati diri manusia.
e)
Mendorong manusia mengenali bakat
minat yang dimiliki
Dengan adanya teori ini, maka manusia akan mudah mengenali bakat
yang dimiliki, dengan artian semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki
maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan bakatnya sehingga bisa
lebih optimal.
2)
Kekurangan
Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak
bisa diubah karena telah ditentukan oleh sifat-sifat turunannya. Bila dari
keturunan baik maka akan baik dan bila dari keturunan jahat maka akan menjadi
jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen tidak bisa diubah. Teori ini
memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis serta mendeskreditkan
golongan manusia yang “kebetulan” memiliki keturunan yang tidak baik.
3.
Aliran Naturalisme
a. Pengertian naturalisme
Naturalisme mempunyai beberapa pengertian, yaitu dari segi bahasa,
Naturalisme berasal dari dua kata, “Natural” artinya “Alami” dan “Isme” artinya
“Paham”. Nature artinya alam atau yang dibawa sejak lahir.[7]Aliran naturalisme dapat juga disebut
sebagai “Paham Alami”. Maksudnya, bahwa setiap manusia yang terlahir ke bumi
ini pada dasarnya memiliki kecenderungan atau pembawaan yang baik dan tak ada
seorangpun terlahir dengan pembawaan yang buruk.
Naturalisme merupakan teori yang menerima “nature” (alam)
sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai
dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik
yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang
dan waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh
sains alam. Istilah naturalisme adalah kebalikan dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik terhadap alam
dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di luar alam (Titus
dalam makalah Ahmad, 2012).
Sistem nilai yang bersumber pada paham Naturalisme, berorientasi kepadanaturo-centris (berpusat
pada alam), kepada tubuh jasmaniah, kepada pancaindra, kepada hal-hal yang
bersifat aktual (nyata), kepada kekuatan, kepada kemampuan mempertahankan
hidup, dan kepada organisme (makhluk hidup). Oleh karena itu, Naturalisme
berpandangan menolak hal-hal yang bersifat spiritual dan moral, sebab kenyataan
yang hakiki adalah alam semesta yang bersifat fisik (jasmaniah). Jiwa dapat
menurun kualitasnya menjadi kenyataan yang berunsurkan materi. Naturalisme
dekat dengan paham materialisme yang menafikan nilai-nilai moral manusia. Tidak
ada kenyataan di balik kenyataan alam fisik, hingga tak ada alam metafisis.
Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan manusia didapat dengan menurutkan
panggilan natur (fitrah) dari kejadian manusia itu sendiri. Perbuatan
yang baik (susila) menurut aliran ini ialah perbuatan-perbuatan yang sesuai
dengan natur manusia. Baik mengenai fitrah lahir ataupun mengenai fitrah batin.
Kalau lebih memberatkan pada fitrah lahirnya dinamakan aliran etika
materialisme. Tetapi pada aliran naturalisme ini faktor lahir batin itu
sama beratnya sebab kedua-duanya adalah fitrah (natur) manusia. Aliran ini cara
pemikirannya tentang etika adalah sebagai berikut : di dalam dunia ini segala
sesuatu menuju satu tujuan saja. Dengan memenuhi panggilan naturnya
masing-masing mereka menuju kebahagiannya yang sempurna. Benda-benda dan
tumbuhan-tumbuhan menuju pada tujuan itu secara otomatis yakni tanpa
pertimbangan atau perasaan. Kalau hewan-hewan menuju tujuan itu dengan instict
(nalurinya) maka manusia menuju tujuan itu dengan akalnya. Karena itu kewajiban
manusia ialah mencapai kesanggupan akal yang setinggi-tingginya dan melakukan
segala amal perbuatan dengan berpedoman pada akal itu. Alam telah memberikan
pada manusia keinginan untuk hidup terus. Dan dengan dasar mengingini
kelangsungan hidup itulah manusia membeda-bedakan beberapa macam pekerjaan mana
yang membahayakan dan mana yang mengganggu kelangsungan hidup itu. Kebahagian
manusia terletak pada tidak terganggunya kelangsungan hidup itu. Adanya ancaman
terhdap kelangsungan hidup merupakan hilangnya kebahagiaan manusia. Ringkasnya
aliran ini berpendapat bahwa kebahagiaan itu didapatkan ketika manusia
melakukan hal yang cocok dengan naturnya dan melangsungkan kehidupannya.
Aliran ini dipelopori oleh JJ Rousseau, aliran ini berpendapat bahwa anak
itu lahir dengan “naturenya” sendiri dan dengan sifatnya sendiri.
Aliran ini juga berpendapat bahwa
pendidikan dan lingkungan adalah bersifat negative, yang hanya akan merusak
saja. maksudnya, pada hakekatnya semua anak (manusia) sejak dilahirkan
adalah baik. Bagaimana hasil perkembangannya sangat ditentukan oleh pendidikan
yang diterima atau yang mempengaruhinya. jika pengaruh atau pendidikan itu
baik, maka akan menjadi baiklah ia, akan tetapi bila pengaruh atau pendidikan
itu jelek, akan jelek pula hasilnya.[11]
b.
Pandangan Tokoh
Aliran Naturalisme tentang Pendidikan
1)
John
Amos Comenius (1592-1670).
Gambar 8. John Amos Comenius
Menurut john amos comenius pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme di
bidang pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan
perkembangan alam.
Sebagai pendeta Protestan sekaligus paedagog, ia berpandangan bahwa manusia
itu diciptakan oleh Tuhan dan untuk Tuhan.Manusia diciptakan dan ditempatkan di
atas semua makhluk, karena kemampuannya dalam berfikir. Percikan pemikiran
Comenius berpengaruh pada teori-teori pendidikannya.
Dalam pendidikan dan pengajaran, Comenius menggunakan hukum-hukum alam
sebagai contoh yang senantiasa tertib dan teratur. Hukum alam memiliki ciri
sebagai berikut :
a)
Segalanya
berkembang dari alam 2
b)
Perkembangan alam serba teratur, tidak
meloncat-loncat melainkan terjadi secara bertahap. 3.
c)
Alam, berkembang tidak tergesa-gesa melainkan
menunggu waktu yang tepat, sambil mengadakan persiapan.
Selain itu Comenius juga mengemukakan bahwa dimensi kedua dari filsafat
pendidikan naturalisme adalah penekanan bahwa belajar itu merupakan kegiatan
melalui Indra. Belajar melalui indra merupakan inti dari metode belajar
Naturalistik. Dalam hal ini guru pertamakali hendaknya mengenalkan benda kepada
anak lebih dahulu, baru setelah itu penjelasan yang diperinci (exposition)
tentang benda tersebut.
2)
John Locke (1632-1704)
Gambar 9.
John Locke
Dalam buku Essay Concerning Human Understanding. Ia mengemukakan bahwa
teori dalam jiwa diperoleh dari pengalaman nyata. Dalam formulasi redaksi yang
berbeda dengan maksud yang sama John Locke mengatakan bahwa, tidak ada
sesuatu dalam jiwa tanpa melalui indra.
Kesimpulan lebih lanjut dari statement Locke adalah jiwa senantiasa kosong
dan hanya terisi apabila ada pengalaman. Oleh karena alam merupakan spot power
bagi pengisian jiwa, maka proses pendidikan harus mengikuti tata-tertib
perkembangan alam. Kalau alam serba teratur, ia menghendaki pengajaranpun harus
teratur. Mata pelajaran harus diajarkan secara berurutan (sequence) ,
step by step dan tidak bersamaan, misalnya: membaca dulu sampai bisa,
kemudian diikuti dengan pembelajaran menulis, demikian selanjutnya.
Ide-ide Locke tersebut berseberangan dengan pandangan Platonic Notion, yang
mengatakan bahwa manusia itu lahir dengan ide (gagasan) pembawaan seperti ide
tentang Tuhan, rasa tentang benar dan salah, kemampuan-kemampuan logik tentang
prinsip-prinsip kontradiksi yang secara otomatis tanpa melalui belajar.
Bagi Locke semua itu harus dipelajari melalui pemahaman. Oleh sebab itu, Locke
berkata "baik buruknya anak (peserta didik) tergantung pada
pendidikannya". Teori inilah yang kemudian melahirkan konsep Tabularasa
atau Blanksheet dalam pendidikan
3)
Jean
Jacques Rousseau(1712 - 1778)
Gambar 10. Jean Jacques Rousseau
Menurut Rousseau, anak memiliki potensi atau kekuatan yang masih terpendam,
yaitu potensi berfikir, berperasaan, berkemauan, ketrampilan, berkembang,
mencari dan menemukan sendiri apa yang diperlukannya melalui berbagai bentuk
kegiatan dan usaha belajar, anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Berbeda dengan teori lain, menurut Rousseau anak tidak usah terlalu banyak
diatur dan diberi. Biarkan mereka mencari dan menemukan dirinya sendiri. Sebab
menurut dia, anak dapat berkembang sendiri.
J.J Rousseau berpendapat bahwa alat pendidikan meliputi kebebasan,
kemerdekaan sebagai konsekuensi gagasannya bahwa alam atau kodrat anak adalah
baik tanpa kekangan sesuatu.
Hal ini juga dijelaskan Rousseau dalam bukunya yang berjudul Emile
Ou de L'Education. Mengenai pendidikan, berupa roman dengan pemeran utama
Emile sebagai anak didik dan pelaku kedua Sophie calon istrinya. Buku
Emile diperuntukkan pendidikan kalangan masyarakat tinggi. Jilid pertama berisi
tentang perawatan jasmani peserta didik (Emile) yang dapat dilakukan
sampai umur 2 sampai 12 tahun. Sementara jilid kedua pendidikan intelek bagi
umur 12 sampai 15. Jilid ketiga berisi tentang pendidikan akhlak dan
agama bagi puber dalam umur 15 sampai 20. jilid kelima mengulas tentang
pendidikan wanita (sophie) dan kesusilaan.
Gagasan dasar yang dikembangkan J.J Rousseau dan tercantum sebagai kalimat
utama romannya yaitu: “semua adalah baik dari tangan pencipta, semua
menjadi buruk di tangan manusia”. Semboyannya dalam usaha pendidikan sesuai
dengan gagasan dasar tersebut adalah kembali pada alam atau kodrat.
c.
Implikasi Naturalisme terhadap Pendidikan
Dimensi utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan naturalisme di
bidang pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan
alam Manusia diciptakan dan ditempatkan di atas semua makhluk, karena
kemampuannya dalam berfikir. Peserta didik harus dipersiapkan kepada dan untuk
Tuhan. Untuk itu pendidikan yang signifikan dengan pandangannya adalah
pendidikan ketuhanan, budi pekerti dan intelek. Pendidikan tidak hanya sebatas
untuk menjadikan seseorang mau belajar, melainkan juga untuk menjadikan seseorang
lebih arif dan bijaksana. Dimensi kedua dari filsafat pendidikan
naturalisme yang juga dikemukakan oleh Comenius adalah penekanan bahwa belajar
merupakan kegiatan melalui indra.
Fenomena menarik di bidang pendidikan yang menjadikan alam sebagai tempat
dan pusat kegiatan pembelajaran. Para siswa menyatu dengan alam sebagai tempat
belajar memuaskan keingintahuannya sebab mereka secara langsung berhadapan
dengan sumber dan materi pembelajaran secara riil.
Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah
dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi
penganut paham naturalis perlu dimulai jauh hari sebelum proses pendidikan
dilaksanakan. Sekolah merupakan dasar utama dalam keberadaan aliran filsafat
naturalisme karena belajar merupakan sesuatu yang natural, oleh karena itu
fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran juga merupakan sesuatu yang
natural juga. Paham naturalisme memandang guru tidak mengajar subjek, melainkan
mengajar murid.
Terdapat lima tujuan pendidikan paham naturalisme yang sangat terkenal yang
diperkenalkan Herbert Spencer melalui
esai-esainya yang terkenal berjudul “Ilmu Pengetahuan Apa yang Paling
Berharga?”
Kelima tujuan itu adalah
1)
Pemeliharaan
diri
2)
Mengamankan
kebutuhan hidup
3)
Meningkatkan
anak didik
4)
Memelihara
hubungan sosial dan politik
5)
Menikmati
waktu luang.
Selain kelima tujuan yang disampaikan oleh Spencer, Spencer juga
menjelaskan tujuh prinsip dalam proses pendidikan beraliran naturalisme,
adalah
1)
Pendidikan
harus menyesuaikan diri dengan alam
2)
Proses
pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik
3)
Pendidikan
harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak
4)
Memperbanyak
ilmu pengetahuan merupakan bagian penting dalam pendidikan
5)
Pendidikan
dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus otak
6)
Praktik
mengajar adalah seni menunda
7)
Metode
instruksi dalam mendidik menggunakan cara induktif; (Hukuman dijatuhkan sebagai
konsekuensi alam akibat melakukan kesalahan. Kalaupun dilakukan hukuman, hal
itu harus dilakukan secara simpatik.
Ringkasnya aliran ini berpendapat bahwa kebahagiaan didapatkan ketika
manusia melakukan hal yang cocok dengan naturnya dan melangsungkan
kehidupannya.
4. Aliran Konvergensi
a. Pengertian konvergensi
Konvergensi
berasal dari bahasa Inggris dari kata convergenry, artinya pertemuan pada satu
titik. Zahara Idris (1987:33) mengatakan bahwa aliran ini mempertemukan atau
mengawinkan dua aliran yang berlawanan di atas antara nativisme dan empirisme.
Perkembangan seseorang tergantung kepada pembawaan dan lingkungannya. Dengan
kata lain pembawaan dan lingkungan mempengaruhi perkembangan seseorang.
Pembawaan seseorang baru berkembang karena pengaruh lingkungan. Hendaknya
pendidik dapat menciptakan lingkungan yang tepat dan cukup kaya atau beraneka
ragam, agar pembawaan dapat berkembang semaksimal mungkin. Pendapat para ahli
tentang Aliran Konvergensi:
1)
William Stern
Gambar 11. William Stern
Menurut William Stern (Purwanto, 2000:60) ahli ilmu jiwa sekaligus
pelopor aliran konvergensi berbangsa Jerman ini mengatakan bahwa pembawaan dan
lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia.
Ngalim Purwanto mengatakan dalam bukunya tentang pendapat W.Stern
itu belum selesai. Dalam aliran ini terdapat dua aliran, yaitu aliran yang dalam
hukum konvergensi ini lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada
pengaruh lingkungan, dan di pihak lain mereka yang lebih menekankan pengaruh
lingkungan atau pendidikan, sehingga belum tepat kiranya hal itu diperuntukkan
bagi perkembangan manusia.
Maka dari itu Ngalim Purwanto (2000:61) memberikan saran dengan
jelas kepada pendidik dalam mencari jalan untuk mengetahui pembawaan seseorang
dan kemudian mengusahakan lingkungan atau pendidikan yang baik dan sesuai.
Perkembangan manusia bukan hasil belaka dari pembawaan dan lingkungannya
melainkan manusia harus diperkembangkan dan memperkembangkannya.
2)
Woodword dan
Marquis
Gambar
12. Woodword
Gambar 13. Marquis
Woodword dan Marquis berpendapat bahwa manusia itu
berkembang melalui pembawaan dan lingkungan yang sama pentingnya walaupun
pembawaan tersebut bersifat tetap dan lingkungan cenderung berubah-ubah.
3) Ki Hajar Dewantara
Gambar 14. Ki HajarDewantara
Ki Hajar Dewantara juga berpendapat
bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh nature dan narture yang bermakna
alami dan pengajaran (lingkungan).
Jadi dapat disimpulkan bahwa aliran konvergensi adalah Aliran berpandangan
bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun
lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan
atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena
pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka
kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saja tanpa pengaruh
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup.
b.
Karakteristik Aliran Pendidikan Konvergensi
Karakteristik aliran pendidikan konvergensi ini berpendapat,bahwa
didalam perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan
memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada
masing-masing individu,akan tetapi bakat yang sudah tersedia itu perlu
menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang.
Karena itu teori W. Stern
disebut teori konvergensi ( konvergen artinya memusat kesatu titik). Jadi menurut teori konvergensi :
1)
Pendidikan mungkin dilaksanakan.
2)
Pendidikan diartikan sebagai
pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk
mengembangkan potensi yang baik dan mencegah
berkembangnya potensi yang kurang baik.
3)
Yang membatasi hasil
pendidikan adalah pembawaan dan
lingkungan.
Konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan
yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia. Meskipun demikian terdapat variasi mengenai
faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh kembang
itu. Seperti telah dikemukakan bahwa
variasi-variasi itu tersecrmin antara
lain dalam perbedaan pandangan tentang
strategi yang tepat untuk memahami
perilaku manusia. Demikian pula halnya dalam belajar mengajar; variasi pendapat itu telah menyebabkan munculnya berbagai teori
belajar mengajar dan atau teori/model mengajar. Sebagai contoh dikenal berbagai
pendapat tentang model-model
mengajar seperti rumpun model
umpan model belajar tuntas, model
belajar control diri sendiri, model
belajar simulasi. Model belajar
pemmrosesan informasi dan lain-lain.
Dari sisi-sisi lain, variasi
pendapat itu juga melahirkan
berbagai pendapat gagasan tentang
belajar mengajar, seperti peran guru sebagai fasilitator atau informasi, teknik penilaian pencapaian siswa dengan tges objektif atau tes esai, perumusan tujuan pengajaran
yang sangat behavior, penekanan
pada peran teknologi pengajaran.
Dengan adanya hal hal berikut dalam belajar mengajar variasi
pendapat itu dapat menyebabkan munculnya teori belajar atau teori mengajar.
Dengan adanya teori mengajar tersebut akan lebih mudah untuk lebih ke depan
proses belajar mengajar akan semakin lancar dan berkualitas.
c.
Pengaruh Aliran Pendidikan
Konvergensi Terhadap Pendidikan di Indonesia.
Pada masa revolusi kemerdekaan Konvergensi bukanlah hal yang baru
dalam sistem pendidikan formal di Indonesia. Pengaruh faham ini sudah terlihat
sejak pertama kali dirumuskannya sistem pendidikan nasional di Indonesia oleh
Ki Hajar Dewantara. Secara eksplisit Ki Hajar Dewantoro pernah menyatakan dalam
tulisannya bahwa segala alat, usaha, dan cara pendidikan harus sesuai dengan
kodratnya keadaan. Selain itu Ki Hajar Dewantara juga mengatakan, ”Pendidikan
itu hanya suatu “tuntunan“ di dalam hidup tumbuhnya anak-anak kita”. Dari
pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa selain menyadari sangat
pentingnya pendidikan bagi proses tumbuhkembangnya karakter dan kemampuan
seseorang,
d. Kelebihan dan Kekurangan dari
aliran Konvergensi
1) Kelebihan Aliran
Konvergensi
Aliran konvergensi mempunyai asas
bahwa,pendidikan tidak hanya berasal dari pembawaan sejak lahir saja tetapi
juga memperhitungkan keadaan lingkungan sekitar. Maka dari itu,aliran ini
selalu bisa di terima oleh sistem pendidikan di berbagai negara termasuk
Indonesia. Karena,pada aliran ini setiap manusia di bebaskan untuk memilih apa
yang dia inginkan sesuai dengan bakat yang ia miliki dan juga di beri kebebasan
untuk meniru keadaan lingkungan sekitar. Karena di Indonesia mayoritas adalah
muslim,maka aliran konvergensi ini cocok diterapkan sebagai salah satu sistem
pendidikan. Aliran ini sering di lakukan oleh anak yang baru mengenal dunia
luar,dengan begitu ia jadi lebih cepat meniru sesuatu yang ada di
lingkungannya.
Sebagai contoh,apabila seorang
anak yang tidak memiliki bakat dari lahir,ia dapat belajar mengasah bakatnya
dari lingkungan sekitar. Jadi,aliran konvergensi ini juga menginspirasi munculnya
aliran-aliran baru dalam dunia pendidikan.
2) Kekurangan Aliran Konvergensi
Dalam aliran ini,tidak ada
diberikannya solusi apabila anak tersebut memiliki bakat yang luar biasa tetapi
lingkungannya tidak mendukung hal tersebut. Karena aliran ini selalu
mengedepankan faktor lingkungan sekitar, apabila ada anak atau seseorang yang
tinggal di dalam lingkungan yang negatif ,maka anak tersebut akan dengan mudah
terkontaminasi oleh keadaan lingkungan tersebut. Contohnya adalah anak kecil
yang baru mengenal dunia luar,ia akan lebih cepat meniru sesuatu yang terjadi
di lingkungan sekitarnya,baik yang positif maupun yang negatif.
5.
Aliran
Postmodernisasi
a. Pengertian Postmodernisme
Secara etimologis post modern terdiri dari dua kata yaitu ―post‖
danmodern. Kata post yang berarti ―later or after‖ dan modern. Selain itu,
menurut kubu postmodernisme lainnya ―post‖ berarti melampaui kematian
modernism(Muzairi, 2009:148). Sedangkan secara terminologis postmodern
merupakan kritik atasmasyarakat modern dan kegagalanya memenuhi janji-janjinya.
Postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan
modernitas, yaitu akumulasi pengalaman peradaban Barat. Postmodernisme
merupakan aliran pemikiran yang menjadi paradigma baru sebagai antithesis dari
modernisme yang dianggap gagal dan tidal lagi relevan dengan perkembangan
zaman. (Maya Syifadalam Aceng dkk, 2011: 104).
Pendapat para
tokoh tentang postmodeernisme :
1)
Jean Francois Lyotard (1924-1998)
Gambar 15. Jean Francois Lyotard
Jean Francois Lyotard adalah pemikir filsafat dan social Perancis
yang mulai meletakkan dasar argumentasi filosofis dalam diskursus
postmodernisme. Melalui bukunya yang telah menjadi klasik, The
condition of postmodern : A Report on knowledge (1984). Lyotard
mencatat beberapa ciri utama kebudayaa
postmodern menurutnya kebudayaan postmodern ditndai oleh beberapa
prinsip yakni lahirnya masyarakat komputerisasi, runtuhnya narasi-narasi besar
modernism , lahirnya prinsip delegitimasi, disensus dan paralogi.Menggarisbawahi
sifat transformative masyarakat komputerisasi yang lebih terbuka, majemuk,
plural dan demokratis, Lyotard selanjutnya menyatakan bahwa kebenaran yang di
bawa oleh narasi-narasi besar ( Grand Narratives) dalam masyarakat kontemporer,
sumber pengetahuan dan kebenaran pengetahuan tidak lagi tunggal. Realitas
kontemporer tidak lagi homolog ( Homo: satu dan logi : tertib, nalar )
melainkan paralog ( para : Beragam, dan logi : tertib nalar ) (awuy, 1995).
Pengetahuan dan kebenaran kini menyebar dan plural. Konsekuensinya, prinsip
legitimasi modernisme harus di bongkar dengan prinsip delegitimasi. Dengan
legitimasi , berarti diakui adanya berbagai unsure realitas yang memiliki
logikanya sendiri. Dengan legitimasi , menurut Lyotard, prinsip lain yakni
disensus menjadi lebih bisa diterima ketimbang prinsip consensus seperti
ditawarkan Juergen Habermas. Lyotard mengakui adanya persinggungan
postmodern di modern. Hal ini dipengaruhi oleh eksposisi Kantian yang luhur ,
dan Nietzschian yang menekankan pada " kehendak untuk berkuasa"
Lyotard melihat versi modernis etika dan epistemologi ( berdasarkan alasan)
sebagai dasar bagi keadilan dan kebenaran sebagai totaliter logika ( Drolet
1994) . ). Untuk mempromosikan keadilan, lawan bicara harus tetap terbuka untuk
"terus-menerus melakukan pembaharuan "(Britt 1998).
2)
Jacques Derrida (1930-2004)
Gambar 16. Jacques
Derrida
Derrida terutama dikenal sebagai pendukung utama
dekonstruksi, sebuah istilah yang merujuk pada strategi kritis yang menggugat
konsep pembedaan atau oposisi biner, yang melekat dalam sejarah pemikiran
barat. Melalui dekonstruksi, Derrida mencoba meletakkan kembali kedudukan
struktur dalam keadaan aslinya, yakni keadaan dimana relasi antara pusat
pinggiran belum lagi mengeras. Denganya diinginkan pluralitas dan heterogenitas
kehidupan yang membeku dan tertindas selama masa modernismekembali
terhampar.dengan dekonstruksi,wacana-wacana yang sebelumnya tertindas: kelompok
etnis,kaum feminis,dunia ketiga,ras kulit hitam, kelompok guys, hippies, punk,
atau gerakan peduli lingkungan kini mulai diperhatikan dengan konstruksi,
sejarah modernisme hendak di tampilkan tanpa kedok, apa adanya.
Pada tahun 1960-an, karya Derrida mulai diterima di
Perancis dan di luar Perancis sebagai gerakan interdisipliner yang dikenal
dengan nama strukturalisme`. Strukturalisme menganalisis berbagai fenomena
kebudayaan seperti mitos, ritual agama, cerita sastra, fashion dan lain-lain.
Beberapa karya derrida juga dianggap sebagai kritik terhadap pemikiran
tokoh-tokoh strukturalisme seperti Saussure, Calude Levi-Strauss, dan Michel
Foucault sehingga beberapa kalangan menyebutnya sebagai penyokong
“poststrukturalisme”, lebih dari semua itu, terutama karena keberhasilannya
membongkar sifat paradox cerita-cerita besar modernitas melalui dekonstruksi,
derrida banyak di golongkan sebagai salah satu pemikir utama teori postmodern.
3)
Michel Foucault
Gambar 17. Michel Foucault
Foucault sangat dikenal karena karya-karya
kritisnya mengenai institusi social peripheral (pinggiran), penjara, rumah
sakit jiwa, kegilaan, ilmu-ilmu kemanusiaan, dan sejarah seksualitas. Pemikiran
Foucault tentang kekuasaan, hubungan kuasa, pengetahuan dan diskursus serta
arkeologi pengetahuan banyak di perbincangkan dalam kajian post-strukturalisme.
Dalam bukunya the order of things;an
archaeology of Human sciences (1966),Foucault membahas konsepsi
sejarah dan memperkenalkan istilah genealogi sejarah, sebuah istilah yang di
pengaruhi oleh gagasan genealogi Nietzsche. Menurut Foucault, genealogi sejarah
adalah konsepsi sejarah yang secara sadar mendelegitimasi masa kini dan
memisahkannya dari masa lalu. Tujuannya adalah untuk menghapuskan delegitimasi
masa kini sehingga dapat menemukan perbedaan khas masa lalu dan masa kini.
Ketika teknologi kekuasaan masa lalu di uraikam secara rinci , maka asumsi-
asumsi masa kini yang memandang masa lalu sebagai “ irasional” akan runtuh.
Dalam bukunya yang lain madness and
insanity; History of madness in the classical age (1961) Foucault
meneliti sejarah kegilaan dan peradaban masyarakat barat. Menurut Foucault
kegilaan sebenarnya memiliki sumbangan tersendiri terhadap peradaban barat.
Berdasarkan pnelitian yang dilakukannya, menurut Foucault, genealogi kegilaan
sejak abad ke -17 M memperlihatkan telah terjadinya praktik pemenjaraan moral
yang dilakukan melalui mekanissme disiplin dan penghukuman orang-orang gila.
Penghukuman orang-orang gila, sejatinya bukan sekedar pemenjaraan fisik semata
, namun lebih dari itu adalah sebuah praktik pemenjaraan moral.
Melalui bukunya Discipline and punish: The
birth of the prison (1975) menurut Foucault telah terjadi monarkis ke
kuasaan mode kekuaan mode pelaksanaan kekuasaan disipliner. Dalam masyarakat
feudal, kekuasaaan pengadilan tidak banyak menahan pelaku kejahatan, namun
hukuman di berikan secara spektakuler sehingga orang lain takut untuk melakukan
kejahatan yang sama. Inilah mode kekuasaan monarkis. Foucault percaya
bahwa pengalaman yang menyenangkan tersedia aktor dengan meningkatnya peluang
untuk mencerminkan , percobaan , dan merumuskan (Rabinow 1997 , 37 ). Foucault
menunjukkan minat yang tinggi dalam ‘Power’ yang dimiliki oleh individu melalui
institusi spesifik dibandingkan oleh negara. Hal ini menyatkan bahwa Foucault
telah meninggalkan pandangan Marxist yang saat itu ada. Studinya terhadap
‘Power’ merupakan hasil dari pengalamannya berada di RS Jiwa dan penjara, merupakan
dua area yang memiliki hal penting dalam bidang Kriminologi. Dalam analisis ini
Foucault mendemonstrasikan bahwa tidak akan ada Power tanpa pengetahuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa aliran postmodernime
adalah Postmodernisme adalah sebuah aliran pemikiran
dan menjadi semacam paradigma baru, yang merupakan antitesis dari modernisme,
yang dinilai telah gagal dan tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman.
Modernisme yang ditandai oleh kepercayaan penuh pada keunggulan sains,
teknologi, dan pola hidup sekuler, ternyata tidak cukup kokoh untuk menopang
era industrialisasi yang dikampanyekan dapat membawa kesejahteraan dalam
kehidupan masyarakat.
a.
Pengaruh
filsafat postmodernisme terhadap pendidikan dan Kurikulum
Berdasarkan
ciri menonjol postmodernisme yang mengusung tema pluralitas, heterogenitas
serta deferensiasi, maka dapat dilacak dimana letak keterpengaruhan gerakan ini
terhadap paradigma pendidikan. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan
di lapangan bahwa sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi terdapat
sejumlah fakta, di antaranya adalah :
· Muatan
kurikulum dan pelaksanaannya oleh para guru cenderung lebih mengutamakan
banyaknya materi pelajaran yang diberikan (overload). Guru dibebani target
menghabiskan materi. Devinisi keberhasilan proses pendidikan lantas diukur
dengan angka-angka kuantitatif, baik angka perolehan ujian maupun persentase
kelulusan peserta ujian. Akibatnya pendidikan hanya menjunjung tinggi supremasi
otak.
Proses
pendidikan berlangsung dalam komunikasi “satu arah” dari guru kepada siswa.
Situasi demikian dapat kesempatan untuk menyampaikan kreatifitas berpikir dan
sikap siswa. Teori lebih diutamakan sehingga kehilangan keterkaitan aplikasinya
dengan dunia nyata.
Birokrasi
pengelola pendidikan mempunyai “kekuasaan” yang acapkali bertolak belakang
dengan tujuan pendidikan. Memang di zaman kini, penyeragaman tidak lagi menjadi
persoalan penting. Di sisi lain, atas nama otonomi pun bisa memunculkan praktik
di lapangan yang membebani pengelola langsung di tingkat sekolah.
Selama ini, materi pendidikan seolah hanya diarahkan pada pembentukan
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga beban berat pengajaran
seringkali diarahkan pada penguasaan pada bidang-bidang tersebut. Padahal dalam
perspektif postmodernisme, justru masyarakat modern mengalami degradasi,
krisis moral, krisis sosial dan sebagainya, yang dimulai dari dominasi iptek
dengan penerapan rasio manusia sebagai ukuran kebenarannya telah mendatangkan
persoalan yang cukup berat menimpa masyarakat modern.
Rasio
manusia an sich tidak lagi diharapkan dapat memberikan jawaban
atas berbagai problem yang muncul dalam masyarakat modern, sehingga proses
pendidikan yang hanya diarahkan pada kepentingan rasio atau nalar
rasionalitas justru akan mendatangkan bencana kemanusiaan. Padahal sejak awal
diyakini bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai alat untuk memanusiakan
manusia. Pengangkatan harkat dan martabat kemanusian tidak hanya dapat dimainkan
oleh nalar rasio semata, tetapi harus integratif antara nalar rasional dan
nalar spiritual. Dalam konteks ini tidak berlebihan bila dalam konsep
pendidikan nasional pengembangan kemampuan anak didik juga diarahkan pada tiga
kemampuan dasar yaitu kognitif, afektif serta
psikomotorik. Ketidakmampuan mengembangkan ketiga ranah tersebut
akan melahirkan out put pendidikan yang timpang. Itulah
sebabnya, proses pendidikan harus dijalankan untuk memainkan ketiga ranah
tersebut agar tetap berjalan.
Kritik
postmodernisme atas situasi masyarakat modern sebenarnya juga merupakan kritik
atas proses pendidikan yang hanya mengedepankan satu aspek dari keseluruhan
nilai yang dimiliki manusia.Dalam kondisi yang demikian postmodernisme tampil
memberikan berbagai alternatif bagi proses pendidikan yang harus dijalankan.
Kritik mendasar postmodernisme terhadap modernisme telah memunculkan berbagai
tema-tema penting seperti paralogy atau pluralisme ), deferensiasi ataudesentralisasi,
dekontsruksi atau kritik dasar atas sebuah tatanan, relativisme, dan
sebagainya. Tema-tema inilah yang sesungguhnya memberikan peluang baru bagi
munculnya model (paradigma) pendidikan yang perlu diselenggarakan oleh negara
ataupun masyarakat khususnya di Indonesia.
b. Kelebihan dan kekurangan aliran postmodernisme
Kelebihan Posmodernisme adalah:
a)
Adanya kediktatoran pemaknaan;
b)
Anti totaliter yang membebaskan
manusia dari totalitarisme makna;
c)
Kebebasan beragama meruapakan
jaminan terhadap martabat manusia yang terpenting;
d)
Menolak “narasi besar” demi
“narasi-narasi kecil”.
Kelemahan Posmodernisme adalah:
a)
Posmodernisme, buta terhadap
kenyataan bahwa narasi kecil mengandung banyak kebutuhan.
b)
Posmodernisme tidak membedakan
antara idiologi di satu pihak, dan prinsip-prinsip universal etika terbuka di
lain pihak;
c)
Posmodernisme menuntut untuk
menyingkirkan narasi-narasi besar demi narasi-narasi kecil, padahal
narasi-narasi kecil sendiri merupakan narasi besar dengan klaim universal
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan
klasik merupakan aliran pendidikan pada awal masa perkembangan pendidikan di
dunia. Aliran klasik dalam pendidikan terdiri dari 5 aliran yaitu
1.
Aliran Empirisme
Aliran empirisme adalah alira
beranggapan bahwa pengetahuan bersumber utama dari pengalaman yang masuk
melalui indera dan pengaruh eksternal dalam kehidupan, baik dalam keluarga,
sekolah, maupun lingkungan masyarakat, sedangkan pembawaan lahir tidaklah
dianggap penting sebagai faktor penentu pengetahuan. Segala sesuatu yang tidak
masuk atau dirasakan melalui indera, boleh jadi mereka katakan tidak
benar-benar ada. Oleh karena itu, aliran ini juga sering dikatakan menolak
keberadaan Tuhan dan benda-benda yang bersifat metafisika. Aliran ini juga
melahirkan sekularisasi dalam pendidikan.
2.
Aliran Nativisme
Aliran nativisme berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan
oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir itulah yang menentukan perkembangannya
dalam kehidupan. Nativisme berkeyakinan bahwa pendidikan tidak dapat mengubah
sifat-sifat pembawaaan. Dengan demikian menurut mereka pendidikan tidak membawa
manfaat bagi manusia. Karena keyakinannya yang demikian itulah maka mereka di
dalam ilmu pendidikan disebut juga aliran Pesimisme Paedagogi.
3.
Aliran Naturalisme
Aliran naturlisme menganggap bahwa kebahagiaan manusia didapat dengan menurutkan
panggilan natur (fitrah) dari kejadian manusia itu sendiri. Perbuatan
yang baik (susila) menurut aliran ini ialah perbuatan-perbuatan yang sesuai
dengan natur manusia. Baik mengenai fitrah lahir ataupun mengenai fitrah batin.
4.
Aliran konvergensi
Aliran konvergensi mengatakan bahwa aliran ini
mempertemukan atau mengawinkan dua aliran yang berlawanan di atas antara
nativisme dan empirisme. Perkembangan seseorang tergantung kepada pembawaan dan
lingkungannya. Dengan kata lain pembawaan dan lingkungan mempengaruhi
perkembangan seseorang. Pembawaan seseorang baru berkembang karena pengaruh
lingkungan. Hendaknya pendidik dapat menciptakan lingkungan yang tepat dan
cukup kaya atau beraneka ragam, agar pembawaan dapat berkembang semaksimal
mungkin.
5.
Aliran postmodernisme
Postmodernisme merupakan aliran pemikiran yang menjadi paradigma
baru sebagai antithesis dari modernisme yang dianggap gagal dan tidal lagi
relevan dengan perkembangan zaman.
Pada
dasarnya aliran-aliran pendidikan kritis mempunyai suatu kesamaan ialah
pemberdayaan individu. Inilah inti dari masyarakat pedagogik. Sudah tentu
aliran-aliran pedagogik di atas mempunyai keterbatasan.
B.
Saran
Sebaiknya semua pihak terutama mahasiswa terutama calon pendidik dapat
memahmi mengenai kajian tentang berbagai aliran atau gerakan pendidikan yang
akan memberikan pengetahuan dan wawasan historis kepada tenaga kependidikan,
hal tersebut penting agar para pendidik dapat memahami dan dapat memberikan
kontribusi terhadap dinamika pendidikan tersebut,serta dapat menjadi bekal
dalam meninjau berbagai masalah yang dihadapi juga sebagai pertimbangan yang
tepat dalam menetapkan kebijakan dan atau tindakan sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Jalaluddin. (1997). Filsafat Pendidikan. Jakarta: PT Gaya
Media Pratama.
Burhanudin, A.
(2013). Penerapan Aliran Naturalisme dalam Pembelajaran .
Diambil dari https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/21/penerapan-aliran-naturalisme-dalam-pembelajaran-3/
Effendi, Mukhlison dan Siti Rodliyah. 1998. Ilmu Pendidikan.
Ponorogo: PPS Press.
http://aanisahfathin.wordpress.com/2011/12/22/77/.
Ibrahim, R dan Nana Syaodih. 1996. Perencanaan Pengajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ilmu. (2016). Pendidikan
Menurut Aliran Filsafat.
Diambil darinhttp://karyailmu99.blogspot.co.id/2016/08/pendidikan-menurut-aliran-filsafat.html
Indrakusuma, Amien Daien. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya:
Usaha Nasional.
Langgulung, Hasan. 1985. Pendidikan dan Peradaban Islam.
Jakarta : Pustaka Al Husna.
Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam.
Bandung: PT. Al-Ma’arif.
Nata. Abudin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung:
Angkasa.
Suhartono, Suparlan. 2007. Filsafat Pendidikan.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Posting Komentar untuk "Makalah Aliran – Aliran Klasik Dalam Pendidikan"