Makalah Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu
kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini.Pendidikan tidak terlepas dari
segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun, manusia tidak dapat menolak efek
dari penerapan pendidikan. Menurut wadah yang menyelenggarakan pendidikan,
pendidikan dapat dibedakan menjadi pendidikan formal, informal dan nonformal.
Pendidikan formal adalah
segala bentuk pendidikan atau pelatihan yang diberikan secara terorganisasi dan
berjenjang.Contohnya adalah pendidikan SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi negeri maupun swasta.Pendidikan informal adalah jenis pendidikan
atau pelatihan yang terdapat di dalam keluarga atau masyarkat yang
diselenggarakan tanpa ada organisasi tertentu.Pendidkan nonformal adalah segala
bentuk pendidikan yang diberikan secara terorganisasi tetapi diluar wadah
pendidikan formal.
Pada dasarnya setiap kegiatan
yang dilakukan akan menimbulkan dua macam dampak yang saling bertentangan.Kedua dampak itu adalah dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positif adalah segala
sesuatu yang merupakan harapan dari pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan
kata lain dapat disebut sebagai tujuan. Sedangkan dampak negatif adalah segala
sesuatu yang bukan merupakan harapan dalam pelaksanaan kegitan tersebut, sehingga
dapat disebut sebagai hambatan atau masalah yang ditimbulkan. Seperti hal-nya permasalah yang ada di bidang
pendidikan ini disebabkan karena
perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin
dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih
rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan
UU pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita
kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya
rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi,
maupun kota dan kabupaten.
Jika peristiwa di atas dihubungkan dengan pendidikan, maka pelaksanaan
pendidikan akan menimbulkan dampak negatif yang disebut sebagai masalah dan
hambatan yang akan dihadapi. Hal ini akan lebih tepat bila disebut sebagai
Permasalahan Pendidikan. Oleh karena itu
penulis akan menjelaskan tentang masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan
dalam bentuk makalah yang berjudul “Permasalahan Actual Pendidikan dan Cara
Penanggulangannya”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pendidikan ?
2. Bagaimana sistem pendidikan di Indonesia ?
3. Apa saja permasalahan actual pendidikan di Indonesia ?
4. Bagaimana solusi terhadap masalah actual pendidikan di
Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari pendidikan
2. Mahasiswa dapat memahami bagaimana sistem pendidikan
yang ada di Indonesia
3. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja permasalahan
actual pendidikan di Indonesia
4. Mahasiswa dapat memahami bagaimana solusi terhadap
masalah actual pendidikan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan
1.
Pengertian
Pendidikan secara Umum
Pendidikan adalah usaha
sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau kemajuan yang lebih baik. Secara etimologi atau asal asul kata. Kata
pendidikan dalam bahasa Inggris disebut education yang berasal dari
bahas latin yaitu 'educatum' yang tersusun atas dua kata yaitu 'E'
dan "Duco". Kata E berarti sebuah perkembangan dari dalam ke
luar atau dari sedikit menjadi banyak, sementara 'Duco' berarti perkembangan
atau sedang berkembang. Hal ini secara etimologi, pengertian pendidikan adalah
menjadi berkembang atau bergerak dari dalam keluar, atau dengan kalimat lain,
pendidikan berarti proses mengembangkan kemampuan diri sendiri (inner
abilities) dan kekuatan individu. Kata Education sering juga dihubungkan dengan
'Educere' (Latin) yang berarti dorongan (propulsion) dari dalam keluar.
Artinya untuk memberikan pendidikan melalui perubahan yang diusahakan melalui
latihan ataupun praktik. Oleh karena itu definisi pendidikan mengarahkan untuk
suatu perubahan terhadap seseorang untuk menjadi lebih baik.
Pengertian pendidikan menurut Undang Undang SISDIKNAS
no. 20 tahun 2003, adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa supaya
peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif supaya memiliki
pengendalian diri, kecerdasan, keterampilan dalam bermasyarakat, kekuatan
spiritual keagamaan, kepribadian serta akhlak mulia. Kamus Besar Bahasa
Indonesia menjelaskan bahwa pendidikan berasal dari kata “didik” dan mendapat
imbuhan berupa awalan ‘pe’ dan akhiran ’an’ yang berarti proses atau cara
perbuatan mendidik. Maka definisi pendidikan menurut bahasa yakni perubahan
tata laku dan sikap seseorang atau sekelokmpok orang dalam usahanya
mendewasakan manusia lewat pelatihan dan pengajaran.
2. Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli
a. Ki Hadjar Dewantara
Pendidikan yaitu tuntutan dalam hidup tumbuhnya
anak-anak yang bermaksud menuntun segala kekuatan kodrati pada anak-anak itu
supaya mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat mampu menggapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
b. Plato
pendidikan
adalah proses yang dilakukan seumur hidup (life-long) yang dimulai dari
seseorang lahir hingga kematiannya, yang membuat seseorang bersemangat dalam
mewujudkan warga negara yang ideal dan mengajarkannya bagaimana cara memimpin
dan mematuhi yang benar. Plato pun menambahkan bahwa pendidikan tidak hanya
menyediakan ilmu pengetahuan dan kemampuan akan tetapi nilai, pelatihan
insting, membina tingkah laku dan sikap yang benar. Pendidikan yang sejati
(true education), akan memiliki kecenderung terbesar dalam membentuk manusia
yang beradab dan memanusiakan manusia dalam hubungan mereka bermasyarakat dan
mereka yang berada dalam perlindungannya.
c. Comenius
pada abad pertengahan, bahwa
pendidikan adalah proses dimana individu mengembangkan kualitasnya terhadap
agama, ilmu pengetahuan dan moralnya, yang membuatnya mampu mengklaim dirinya
sebagai manusia.
d. Martinus Jan Langeveld
Pendidikan adalah upaya
menolong anak untuk dapat melakukan tugas hidupnya secara mandiri supaya dapat
bertanggung jawab secara susila. Pendidikan merupakan usaha manusia dewasa
dalam membimbing manusia yang belum dewasa menuju kedewasaan.
e. Gunning dan Kohnstamm
Pendidikan adalah proses
pembentukan hati nurani. Sebuah pembentukan dan penentuan diri secara etis yang
sesuai dengan hati nurani.
Jadi
kesimpulannya pendidikan adalah usaha
sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau kemajuan yang lebih baik
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa supaya
peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif supaya memiliki
pengendalian diri, kecerdasan, keterampilan dalam bermasyarakat, kekuatan
spiritual keagamaan, kepribadian serta akhlak mulia.
B. Sistem
Pendidikan di Indonesia
Indonesia sekarang menganut
sistem pendidikan nasional. Namun, sistem pendidikan nasional masih belum dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ada beberapa sistem di Indonesia yang telah
dilaksanakan, di antaranya:.
1. Sistem Pendidikan Indonesia yang berorientasi pada
nilai.
Sistem
pendidikan ini telah diterapkan sejak sekolah dasar. Disini peserta didik
diberi pengajaran kejujuran, tenggang rasa, kedisiplinan, dsb. Nilai ini
disampaikan melalui pelajaran Pkn, bahkan nilai ini juga disampaikan di tingkat
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
2. Indonesia menganut sistem pendidikan terbuka.
Menurut sistem pendidikan ini, peserta didik
di tuntut untuk dapat bersaing dengan teman, berfikir kreatif dan inovatif.
3. Sistem pendidikan beragam.
Di
Indonesia terdiri dari beragam suku, bahasa, daerah, budaya, dll. Serta
pendidikan Indonesia yang terdiri dari pendidikan formal, non-formal dan
informal.
4. Sistem pendidikan yang efisien dalam pengelolaan
waktu.
Di dalam
KBM, waktu di atur sedemikian rupa agar peserta didik tidak merasa terbebani
dengan materi pelajaran yang disampaikan karena waktunya terlalu singkat atau
sebaliknya.
5. Sistem pendidikan yang disesuaikan dengan perubahan
zaman.
Dalam
sistem ini, bangsa Indonesia harus menyesuaikan kurikulum dengan keadaan saat
ini. Oleh karena itu, kurikulum di Indonesia sering mengalami perubahan atau
pergantian dari waktu ke waktu, hingga sekarang Indonesia menggunakan kurikulum
K-13.
C. Permasalahan Aktual Pendidikan di
Indonesia
Permasalahan aktual berupa
kesenjangan-kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan hasil yang dapat
dicapai dari proses pendidikan yang pada saat ini kita hadapi perlu
ditanggulangi secepatnya. Permasalahan aktual pendidikan meliputi
masalah-masalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peranan guru,
pendidikan dasar 9 tahun, dan pendayagunaan teknologi pendidikan.
Masalah aktual dibagi menjadi
dua, yaitu mengenai konsep dan mengenai pelaksanaannya. Misalnya, munculnya
kurikulum baru merupakan masalah konsep. Maksudnya, apakah kurikulum tersebut
cukup andal secara yuridis dan secara psikologis ataukah tidak. Jika tidak,
timbulah masalah pelaksanaan atau masalah operasional.
Berikut masalah aktual pendidikan yang ada di Indonesia :
1.
Masalah keutuhan pencapaian sasaran.
Pada Undang-Undang No 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional bab
II pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Kemudian dipertegas lagi di dalam
GBHN butir 2a dan b tentang arah dan tujuan pendidikan bahwa yang dimaksud
dengan manusia utuh adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang
memiliki hubungan vertikal (dengan Tuhan), horizontal (dengan lingkungan dan
masyarakat), dan konsentris (dengan diri sendiri); yang berimbang antara
duniawi dan ukhrawi. Tetapi di dalam pelaksanaanya pendidikan afektif belum
ditangani semestinya. Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan pengembangan
aspek kognitif. Untuk itu banyak hambatan yang perlu dihadapi untuk mencapai sasaran
secara utuh.
Adapun
hambatan yang harus dihadapi adalah sebagai berikut:
a.
Beban kurikulum sudah terlalu sarat
b.
Pendidikan afektif sulit diprogramkan secara
eksplisit, karena dianggap menjadi bagian dari kurikulum tersembunyi yang
keterlaksanaannya sangat tergantung kepada kemahiran dan pengalaman guru.
c.
Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan
waktu, sehingga memerlukan ketekunan dan kesabaran pendidik.
2, Masalah
Kurikulum
Kurikulum adalah niat dan harapan
yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan
oleh guru di sekolah. Isi kurikulum adalah pengetahuan ilmiah, kegiatan dan
pengalaman belajar yang disusun sesuai dengan taraf perkembangan siswa. Kurikulum adalah niat dan
rencana, sedangkan pelaksanaanya adalah proses belajar dan mengajar. Didalam
proses terebut ada dua subjek yang terlibat, yakni guru dan siswa. Siswa adalah
subjek yang di bina sedangkan guru adalah subjek yang membina.
(Sukmadinata:1997)
Begitu
banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami Indonesia.
Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap pembelajaran dan
pendidikan Indonesia. Masalah kurikulum meliputi masalah konsep dan masalah
pelaksanaannya. Sumber masalahnya ialah bagaimana sistem pendidikan dapat
membekali peserta didik untuk terjun ke lapangan kerja (bagi yang tidak
melanjutkan sekolah) dan memberikan bekal dasar yang kuat untuk ke perguruan
tinggi (bagi mereka ingin lanjut).
Berikut ini adalah beberapa
masalah kurikulum:
a. Kurikulum pendidikan Indonesia terlalu
kompleks
Jika
dibandingkan dengan kurikulum pendidikan di negara maju, kurikulum yang
dijalankan di Indonesia terlalu kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan
siswa. Siswa akan terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya.
Sehingga siswa harus berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi yang
sudah ditargetkan. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan ketidakpahaman siswa
terhadap keseluruhan materi yang diajarkan.
Siswa
akan lebih memilih untuk mempelajari materi dengan hanya memahami sepintas
tentang materi tersebut. Selain berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat
dampaknya. Tugas guru akan semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam
memberikan pengajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian target materi yang
terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan, guru
harus tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai dengan peran guru.
b. Seringnya
berganti nama.
Kurikulum
pendidikan di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Namun, perubahan
tersebut hanyalah sebatas perubahan nama semata. Tanpa mengubah konsep
kurikulum, tentulah tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum
pendidikan Indonesia
Pengubahan
nama kurikulum pendidikan tentulah memerlukan dana yang cukup banyak. Apabila
dilihat dari sudut pandang ekonomi, alangkah baiknya jika dana tersebut
digunakan untuk bantuan pendidikan yang lebih berpotensi untuk kemajuan
pendidikan.
c. Kurangnya
sumber prinsip pengembangan
Pengembangan kurikulum pendidikan
tentu saja berdasarkan sumber prinsip, untuk menunjukan dari mana asal mula
lahirnya suatu prinsip pengembangan kurikulum. Sumber prinsip pengembangan
kurikulum yang dimaksud adalah data empiris (pengalaman yang terdokumentasi dan
terbukti efektif), data eksperimen (temuan hasil penelitian), cerita/legenda
yang hidup di masayaraksat (folklore of curriculum), dan akal sehat (common
sense).
Namun
dalam fakta kehidupan, data hasil penelitian (hard data) itu
sifatnya sangat terbatas. Terdapat banyak data yang bukan diperoleh dari hasil
penelitian juga terbukti efektif untuk memecahkan masalah-masalah yang
komploks, diantaranya adat kebiasaan yang hidup di masyarakat (folklore of
curiculum). Ada juga hasil pemikiran umum atau akal sehat (common sense).
Kurikulum
merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang
disediakan bagi siswa disekolah. Kurikulum disusun oleh ahli pendidikan,
pendidik, pejabat pendidikan serta unsur masyarakat lainnya. Rancangan ini
disusun dengan tujuan memberi pedoman kepada pelaksana pendidikan dalam proses
bimbingan perkembangan siswa untuk mencapai tujuan yang di cita-citakan siswa
sendiri. Kurikulum perlu dikembangkan agar mencapai tujuan yang diharapkan.
Untuk mencapai tujuan dari pengembangan kurikulum, para pengembangan perlu
memahami berbagai masalah dalam pengembangan kurikulum. Ada berbagai masalah
dalam pengembangan kurikulum. Masalah-masalah yang dikaji dalam perkuliahan ini
mencakup masalah baik secara khusus maupun umum.
Terdapat
berbagai faktor yang menjadi permasalahan khusus di dalamnya, Antara lain adalah para guru,
masyarakat, kepala sekolah, biaya, dan birokasi. Sedangkan di dalam
permasalahan umum terdapat beberapa faktor yaitu: Bidang Cakupan (Scope), Relevansi, Keseimbangan, Artikulasi, Pengintegrasian,
Rangkaian (Sekuens), Kontinuitas
dan Kemampuan Transfer
1)
Permasalahan
Kurikulum secara khusus
a)
Pada guru: guru
kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum disebabkan beberapa hal
yaitu kurang waktu, kekurang sesuaian pendapat, baik dengan sesama guru maupun
kepala sekolah & administrator karena kemampuan dan pengetahuan guru
sendiri.
b)
Dari masyarakat:
untuk pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan masyarakat, baik dalam
pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan
ataupun kurikulum yang sedang berjalan. Masyarakat adalah sumber input dari
sekolah.
c)
Masalah biaya:
untuk pengembangan kurikulum apalagi untuk kegiatan eksperimen baik metode isi
atau sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya yang sering tidak sedikit.
d)
Kepala sekolah :
dalam hal ini seharusnya kepala sekolah mempunyai latar belakang mendalam
tentang teori dan praktek kurikulum. Kepala sekolah merupakan peranan yang
penting dalam pengembangna kurikulum.
e)
Birokrasi :
terdiri dari para inspeksi di Kanwil dan juga orang tua maupun tokoh- tokoh
masyarakat. Kepala sekolah dan stafnya tidak dapat bekerja dalam kerangka patokan
yang ditetapkan oleh Depdikbud.
2)
Permasalahan
Kurikulum secara Umum
a)
Cakupan (scope)
Bidang cakupan kurikulum meliputi keluasan topik, pengalaman belajar,
aktivitas, pengorganisasian unsur-unsur kurikulum serta hubungan
pengintegrasian dan pengorganisasian berbagai unsur-unsur kurikulum
tersebut.Cakupan (scope) berkaitan dengan penganturan penyampaian
pelajaran-pelajaran pada waktu dan tingkatan yang sama. Dengan kata lain cakupan mengacu pada apa
unsur-unsur kurikulum, apa pengelolaan dan hubungan peintegrasian unsur-unsur
kurikulum.
Untuk menentukan bidang cakupan tersebut, para ahli digadapkan pada
beberapa permasalahan diantaranya:
(1)
Pengorganisasian
berbagai unsur dan hubungan antar unsur kurikulum. Pengembang kurikulum
sebaiknya dapat melakukan hal ini, sebab konsep, pengetahuan dan keterampilan
saat ini tidak terbatas,
(2)
Perkembangan dan
kemajuan IPTEK begitu pesat, oleh sebab itu pengembang kurikulum perlu
memprediksi perkembangan dan kemajuan IPTEK dimasa depan,
(3)
Tujuan perlu
diorganisir berdasarkan pengalaman belajar, topik, hubungan antar unsur
kurikulum, tujuan inklusif, pengorganisasian tujuan khusus dari tujuan umum,
(4) Pengambilan keputusan jadi atau tidak skope untuk
digunakan sebagai cakupan dalam kurikulum
Masalah
yang berkaitan dengan cakupan dan sekuens tidak berlaku pada satu mata
pelajaran saja, tetapi harus pula dipikirkan keserasian perkembangan antar mata
pelajaran yang ada kalanya harus di berikan secara bersamaan (paralel) dan ada
pula yang harus di berikan secara bertahab (berturut-turut).
b)
Revansi
Relevansi adalah menyangkut kegunaan dan kebermaknaan
suatu kurikulum bagi orang, masyarakat, dan bangsa. Artinya bahwa kurikulum
perlu dikembangkan agar memiliki kegunaan dan kebermaknaan bagi orang,
masyarakat, dan bangsa.
Relevansi atau kesesuaian merupakan suatu
peramasalahan lain yang cukup esensial dan harus mendapatkan perhatian serius
dalam pengembangan kurikulum. Ini dikerenakan kata relevansi itu sendiri
dikaitkan dengan masalah dunia kerja (vocation), kependudukan (citizenship),
hubungan antar pribadi (personal relationship) dan berbagai aktivitas
masyarakat lainnya yang menyangkut budaya, sosial, politik dan sebagainya. Akan tetapi meski
bagai manapun nampak jelas terlihat bahwa masalah relevansi berkembang menurut
kegunaan dan kebermaknaan suatu kurikulum bagi masyarakat dan bangsa, bahkan
bagi komunitas bangsa di sunia pada umumnya.
c)
Keseimbangan
Keseimbangan (balance)
berarti pemberian bobot yang tepat intuk setiap komponen kurikulum, sehinga
tidak terjadi ketidak seimbangan di kemudia hari, yang di ketahui setelah
berlangsungnya evaluasi dalam pembelajaran tingkat nasional.
Kurikulum dikembangkan sebaiknya memiliki
keseimbangan. Beberapa variabel yang perlu dipertimbangkan terkait dengan
keseimbangan. Variabel-variabel tersebut adalah:
(1)
kurikulum yang
berpusat pada siswa dan berpusat pada pelajaran
(2)
kebutuhan siswa
dan kebutuhan masyarakat
(3)
pendidikan umum
dan pendidikan khusus
(4)
luas dan dalamnya
kurikulum
(5)
domain kognitif,
afektif dan psikomotor,
(6)
pendidikan
individual dan masyarakat,
(7)
inovasi dan
tradisi,
(8)
logis dan
psikologis,
(9)
kebutuhan
akademis yang diharapkan,
(10)
metode,
pengalaman dan strategi,
(11)
dunia kerja dan
permainan,
(12)
disiplin
kelembagaan, sekolah dan masyarakat sebagai sumber daya dalam pendidikan,
(13)
tujuan-tujuan
kelembagaan
(14)
disiplin ilmu
d)
Artikulasi
Artikulasi diartikan sebagai pertautan antara kelompok
elemen atau unsur lintas tingkatan sekolah. Contohnya dapat dilihat antara SD
dan SLTP, SLTP dan SMA, erta SMA dan Perguruan Tinggi, yang juga tak lepas
dalam dimensi sekuens seperti halnya kontinuitas. Oliver (olivia,1992)
menjelaskan pengertian artikulasi sebagia “artikulasi horizontal” atau
“korelasi”, sedangkan kontinuitas sebagai “artikulasi vertical”. Dari
pengertian ini dapat diketahui bahwa antara sekuens, kontinuitas, dan
artikulasi terdapat kaitan satu dengan yang lainnya. Adapun artikulasi
merupakan suatu rencana sekuens unit-unit materi pelajaran secara lintas
tingkat.
e)
Pengintegrasian
Para pengembang kurikulum perlu memperhatikan
pemaduan, penggabungan dan penyatuan antar
disiplin ilmu, seperti:
(1) Bagaimana
menciptakan surat menyurat (korespondensi)
antara Tujuan Pendidikan Nasional (Tupenas), Tujuan Instutisional dan
tujuan Intruksional yang harus di cantumkan dalam kurikulum yang di perlukan
mekanisme untuk memantau keselarasan pencapaian tujuan-tujuan tersebut sehingga
apabila terdapat diskripansi dapat segera di lakukan tindakan perbaikan.
(2) Bagaimana membina hubungan yang jelas antara
komponen-komponen tujuan kurikulum (Instruksional), materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran dan evluasi. Contonya di dalam pelajaran Kewarganegaraan yang tidak hanya menyajikan bagaimana hubungan
seorang warganegara yang baik dengan pemerintahan maupun dengan masyarakar,
tetapi harus dapat menumbuhkan empati terhadap pemerintahan, kehidupan masyarakat,
pengaruh lingkungan hidup serta menerapkan norma-norma hidupmmasyarakat yang
baik.
Namun demikian hal ini bukanlah menjadi keharusan, bergantung pada filosofi
yang dijadikan pendangan dalam pengembangan kurikulum.
f)
Rangkaian (Sekuens)
Sekuen adalah susunan atau urutan pengelompokkan
kegiatan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan kurikulum.
Pengembang kurikulum perlu memperhatikan rangkaian unsur-unsur kurikulum.
Dengan kata lain sekuen mencakup kapan dan dimana pokok-pokok bahasan
ditempatkan dan dilaksanakan yang berkaitan dengan laju pergerakan dari
tingkaan paling rendah ke tingkatan yang paling atas. Sekuen merupakan
pengaturan unit-unit dan materi pembelajaran secara logis dan kronologi menurut
unit, lembaga dan tingkatannya.
Beberapa panduan yang dapat dijadikan rujukan dalam
menyusun penyusunan unsur kurikulum.
(1)
Dimulai dari
yang sederhana menuju ke yang kompleks.
(2)
Menurut alur
kronologis.
(3)
Balikan dari
alur kronologis.
(4)
Dari geografis yang jauh menuju dekat, atau
dari yang dekat menuju yang jauh
(5)
Dari yang
konkret ke yang abstrak.
(6)
Dari umum ke
khusus, atau dari khusus ke yang umum.
Secara garis besar ada tiga konsep sekuens yaitu:
sekuen menurut kebutuhan, sekuen makros dan sekuen mikro. Hal yang perlu pula
diperhatikan oleh pengembang kurikulum adalah tingkat kedewasaan, latar
belakang pengalaman, tingkat kematangan, ketertarikan atau minat siswa, tingkat
kegunaan dan kesukaran materi pembelajaran.
g)
Kontinuitas
Makna kontinuitas adalah pengulangan vertikal, yang
kompleks dan canggih dalam upaya meningkatkan hasil belajar. Pengulangan tidak
hanya berarti pengulangan konten pembelajaran, namun sebagai pengulangan
unsur-unsur kurikulum. Dengan kata lain kontinuitas merupakan rencana
introduksi dan reintroduksi unit-unit materi yang sama di berbagai tingkatan
dalam upaya meningkatkan pemahaman yang kompleks dan komprehensif.
h)
Kemampuan Transfer
Pengembang kurikulum perlu memperhatikan
unsur-unsur yang perlu ditransfer. Untuk itu pengembang kurikulum perlu
menentukan tujuan, menyeleksi isi atau materi dan meyeleksi strategi
pembelajaran yang mengarah pada pendayagunaan proses transfer secara maksimal.
Pada hakikatnya
sesuatu yang diberikan sekolah merupakan “proses pentransferan nilai” yaitu
apapun yang dipelajari di sekolah seharusnya bisa diaplikasikan di luar
sekolah, tatkala peserta didik sudah menamatkan pendidikannya. Dengan demikian,
proses pendidikan di luar sekolah harus dapat memperkaya kehidupan peserta
didiknya.
Para ahli pendidikan seperti Thorndike, Daniel dan L.
N. Tanner serta Taba menyepakati bahwa jika guru hendak mentransfer nilai-nilai
maka terlebih dahulu harus diperhatikan prinsip-prinsip umum dari proses
transfer yaitu:
(1) Transfer merupakan hati nurani pendidikan
(2) Proses transfer memungkinkan untuk dilakukan
(3) Proses transfer dimalai dari situasi yang lebih dekat,
ke situasi luar kelas yang lebih jauh dan luas
(4) Hasil transfer akan lebih bermakna (meaningful) jika
guru membantu siswa dalam menderivasi, generalisasi, serta menetapkan
generalisasi tersebut;
(5) Secara umum, dapat dikatakan bahwa ketika siswa
memperoleh pengetahuan bagi dirinya, proses transfer tersebut telah berhasil.
3.
Masalah Peranan Guru
Sejalan dengan pengembangan IPTEK yang
pesat dan realisasinya dipandu oleh kurikulum yang selalu disempurnakan, maka
guru sebagai suatu komponen sistem pendidikan juga harus berubah. Dari sisi
kebutuhan murid, guru tidak mungkin seorang diri melayaninya. Untuk memandu
proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti
konselor (guru BP), pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
Seorang guru diharapkan mampu mengelola
proses pembelajaran (sebagai manajer), menunjukkan tujuan pembelajaran
(direktor), mengorganisasikan kegiatan pembelajaran (koordinator),
mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber belajar (komunikator),
menyediakan dan memberikan kemudahan-kemudahan belajar (fasilitator), dan
memberikan dorongan belajar (stimulator).Guru memiliki berbaga peran di dalam
pendidikan diantaranya yaitu :
a.
Guru Sebagai
Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan
identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru
harus memiliki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa,
mandiri dan disiplin.
b. Guru Sebagai
Pengajar
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh
berbagai factor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan
guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru
dalam berkomunikasi. Jika factor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui
pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha
membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan
masalah. Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam
pembelajaran, yaitu : Membuat ilustrasi, Mendefinisikan, Menganalisis,
Mensintesis, Bertanya, Merespon, Mendengarkan, Menciptakan kepercayaan,
Memberikan pandangan yang bervariasi, Menyediakan media untuk mengkaji materi
standar, Menyesuaikan metode pembelajaran, Memberikan nada perasaan. Agar
pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus senantiasa
berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang telah dimilikinya
ketika mempelajari materi standar.
c. Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan,
yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran
perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik
tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang
lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan
kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut :
1) Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan
mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai.
2) Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik
dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan
kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat
secara psikologis.
3) Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar.
4) Keempat, guru harus melaksanakan penilaian.
d. Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan
keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk
bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004
yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan tidak akan mampu menunjukkan
penguasaan kompetensi dasar dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan
yang dikembangkan sesuai dengan materi standar.
e. Guru Sebagai
Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga
bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat
dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Peserta
didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan dan dalam
prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai
orang kepercayaan dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus memahami
psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental.
f. Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam
kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang
dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya
pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita. Seorang
peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari
pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam
pendidikan. Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang
berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima oleh
peserta didik. Sebagai jembatan antara generasi tua dan genearasi muda, yang
juga penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik
g. Guru Sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta
didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan
yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang,
apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan
guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya
yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh guru : Sikap dasar, Bicara dan gaya bicara, Kebiasaan
bekerja, Sikap melalui pengalaman dan kesalahan, Pakaian, Hubungan kemanusiaan,
Proses berfikir, Perilaku neurotis, Selera, Keputusan, Kesehatan, Gaya hidup
secara umum perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta
didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri. Guru yang baik
adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang
ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah.
Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak
mengulanginya.
h. Guru Sebagai
Pribadi
Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan
seorang pendidik. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru bisa
digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru
bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani.
Jika ada nilai yang bertentangan dengan nilai yang dianutnya, maka dengan
cara yang tepat disikapi sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dan
masyarakat yang berakibat terganggunya proses pendidikan bagi peserta didik.
Guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui
kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan.
Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi
kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.
i. Guru Sebagai Peneliti
Pembelajaran merupakan seni, yang
dalam pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi
lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang didalamnya
melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti.
Menyadari akan kekurangannya guru berusaha mencari apa yang belum diketahui
untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Sebagai orang yang
telah mengenal metodologi tentunya ia tahu pula apa yang harus dikerjakan,
yakni penelitian.
j.
Guru Sebagai
Pendorong Kreatifitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam
pembelajaran dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses
kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan
merupakan cirri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai
oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan
oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu. Akibat dari
fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam
melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilaianya bahwa ia memang
kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan
bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah
dikerjakan sebelumnya.
k. Guru Sebagai Pembangkit Pandangan
Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh dengan
berbagai kisah dan peristiwa, mulai dari kisah nyata sampai yang direkayasa.
Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang
keagungan kepada pesarta didiknya. Mengembangkan fungsi ini guru harus terampil
dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap
langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang
fungsi ini.
l. Guru Sebagai Pekerja Rutin
Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan
tertentu, serta kegiatan rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan.
Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau
merusak keefektifan guru pada semua peranannya.
m. Guru Sebagai Pemindah Kemah
Hidup ini selalu berubah dan guru adalah seorang pemindah
kemah, yang suka memindah-mindahkan dan membantu peserta didik dalam
meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru
berusaha keras untuk mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan dan
kebiasaan yang menghalangi kemajuan serta membantu menjauhi dan meninggalkannya
untuk mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai. Guru harus memahami hal
yang bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi peserta didiknya.
n. Guru Sebagai Pembawa Cerita
Sudah menjadi sifat manusia untuk mengenal diri dan
menanyakan keberadaannya serta bagaimana berhubungan dengan keberadaannya itu.
Tidak mungkin bagi manusia hanya muncul dalam lingkungannya dan berhubungan
dengan lingkungan, tanpa mengetahui asal usulnya. Semua itu diperoleh melalui
cerita. Guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang
kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat bermanfaat bagi
manusia. Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat pengukur. Dengan
cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama dengan
yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh
manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka. Guru berusaha
mencari cerita untuk membangkitkan gagasan kehidupan di masa mendatang.
o. Guru Sebagai Aktor
Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak
terbatas pada materi yang harus ditransferkan, melainkan juga tentang
kepribadian manusia sehingga mampu memahami respon-respon pendengarnya, dan
merencanakan kembali pekerjaannya sehingga dapat dikontrol. Sebagai aktor, guru
berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan
kegiatannya. Tahun demi tahun sang actor berusaha mengurangi respon bosan dan
berusaha meningkatkan minat para pendengar.
p. Guru Sebagai Emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi
peserta didik, menghormati setiap insane dan menyadari bahwa kebanyakan insan
merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa pengalaman,
pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan peserta didik dari “self image”
yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak dan rendah diri.
Guru telah melaksanakan peran sebagai emansipator ketika peserta didik yang
dicampakkan secara moril dan mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali
menjadi pribadi yang percaya diri.
q. Guru Sebagai Evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran
yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan,
serta variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang
hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Teknik
apapun yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang
jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak
lanjut. Penilaian harus adil dan objektif.
r. Guru Sebagai Pengawet
Salah satu tugas guru adalah mewariskan kebudayaan
dari generasi ke generasi berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu
masih banyak yang bermakna bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa
depan. Sarana pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu adalah
kurikulum. Guru juga harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang akan
diawetkan.
s. Guru Sebagai
Kulminator
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar
secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta
didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap
peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator
terpadu dengan peran sebagai evaluator. Guru sejatinya adalah seorang pribadi
yang harus serba bisa dan serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan
pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi
anak didik.
Begitu banyak peran yang harus diemban oleh seorang
guru. Peran yang begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya tidak menjadikan
calon guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran tersebut harus menjadi
tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus menyadari bahwa di masyarakat
harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak, maka suatu masyarakat tidak
akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan dan akhirnya masyarakat tersebut
bergerak menuju kehancuran.
Guru merupakan satu-satunya
sumber belajar, ia menjadi pusat tempat bertanya. Tugas guru memberikan ilmu
pengetahuan kepada murid. Cara demikian dipandang sudah memadai karena ilmu
pengetahuan guru belum berkembang, cakupanya belum terbatas. Kebutuhan hidup
dewasa ini juga masih sederhana. Dewasa ini berkat perkembangan iptek yang
demikian pesat bahkan merevolusi, sejak abad ke-19, bagi seorang guru tidak
mungkin lagi menguasai seluruh khasanah ilmu pengetahuan walau dalam bidangnya
sendiri yang ia tekuni. Dia tidak mungkin menjadi dirinya gudang ilmu dan oleh
karena itu juga tidak satu-satunya sumber belajar bagi muridnya. Tugasnya bukan
memberikan ilmu pengetahuan melainkan
terutama menunjukkan jalan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan, dan
mengembangkan dorongan untuk berilmu. Dengan kata lain menumbuhkambangkan
budaya membaca dan budaya meneliti untuk menemukan sesuatu pada diri murudnya.
Dengan singkat dikatakan tugas guru adalah “membelajarkan pelajar”.
Guru mendudukkan dirinya hanya
sebagai bagian dari sumber belajar. Beraneka ragam sumber belajar yang hanya
justru hanya dapat ditemukan di luar diri guru seperti perpustakaan, taman
bacaan, museum, toko buku, berbagai media massa, lembaga-lembaga sosial,
orang-orang pintar, kebun binatang, alam , dan lingkungan sekitar. Alam adalah
buku besar yang sangat lengkap isinya.
Dari sisi kebutuhan murid,
guru tidak mungkin seorang diri melayaninya.
Untuk memandu proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas
lainya seperti konselor atau guru BP, pustakawan, laboran, dan teknik sumber
belajar. Dengan hadirnya petugas-petugas lain tersebut di samping guru maka
sejumlah kesibukan yang semestinya tidak dilakukan (tetapi yang selama ini
dianggap) dapat di alihkan. Tetapi ini tidak berarti bahwa ia selalu kehilangan
fungsi. Justru sebaliknya fungsinya bertambah banyak hanya bergeser ke arah lain. Kini ia memiliki cukup waktu
untuk mengerjakan hal-hal yang senantiasa ia lakukan, tetapi yang selama itu
tertelantarkan lantaran ketiadaan waktu karena terpaksa oleh tenaga-tenaga yang
lain tadi. Sekarang kecukupan waktu dapat digunakan untuk : Melakukan kontak dan pendekatan manusiawi yang lebih
intensif dengan murid-muridnya. Pelayanan kelompok dan individual/kelompok,
mendorong semangat untuk berkreativitas, dan bekerja sama, menumbuhkan rasa
percaya diri, harga diri dan tanggung jawab, menghargai waktu dan
kedisiplinan,menghargai orang lain, dan menemukan jati diri.inilah sisi
pendidikan dari tugas seorang guru yang telah lama trabaikan. Dari sisi
pembelajaran ia diharapkan mampu pengelola proses pembelajaran, menunjukkan
tujuan pembelajaran, mengorganisaiskan kegiatan pembelajaran, mengkomunikasikan
murid dengan berbagai sumber belajar, menyediakan dan memberikan
kemudahan-kemudahan belajar, dan memberikan dorongan belajar.
Dalam hubungan dengan multiperan guru maka
masalah yang timbul ialah bagaimana guru melakukan multiperan seperti itu jika
pada kebanyakan sekolah mereka adalah pejuang tunggal. Kalaupun ia sudah di
dampingi oleh petuas yang lain seperti
konselor dan lain-lain, sudahkah ia memiliki wawasan dan kemampuan yang cukup
untuk melaksanakan multi perannya itu. Kenyataan menunjukkan bahwa kebanyakan
guru belum siap untuk berbuat demikian.
Guru di Indonesia juga memiliki
masalah dalam pendidikan yaitu:
a. Masalah
Kualitas Guru
Kualitas
guru Indonesia, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data
tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah
sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak
didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru (khususnya SD),
sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran (guru kelas) yang tidak jarang,
bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal seperti ini tentu
saja dapat mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.
b. Jumlah
Guru Yang Masih Kurang
Jumlah
guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan
jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan
jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional,
sehingga tidak jarang satu raung kelas sering di isi lebih dari 30 anak didik.
Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang
di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak
didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.
c. Masalah
Distribusi Guru
Masalah
distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar
adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun
faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang
dianggap masih jauh yang diharapkan.
d. Masalah
Kesejahteraan Guru
Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa
tingkat kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatinkan. Penghasilan para
guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih
berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah
merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari
tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di lingkungan sekolah
dimana mereka mengajar. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat
meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan
praktek bisnis di sekolah.
4. Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun
a. Pengertian Wajib Belajar
Sembilan Tahun
Wajib
Belajar 9 Tahun” yang merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Program ini mewajibkan setiap warga
negara untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan
dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah
(MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah
(MTs). Seperti Kita ketahui bersama,
Pendidikan merupakan satu aspek penting bagi pembangunan bangsa. Karena itu,
hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama
dalam program pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang bermutu, yang
merupakan produk pendidikan, merupakan kunci keberhasilan pembangunan suatu
negara.
Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang
harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab. Pemerintah dan
pemerintah daerah. Sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat tentang
desentralisasi maka kewenangan penyelenggaraan pendidikan dikembalikan kepada
pemerintah daerah. Akan tetapi segala kewajiban yang timbul terhadap
penyelenggaran pendidikan tetap ditanggung oleh pemerintah pusat. Pemerintah
pusat telah mengeluarkan berbagai kebijakan menyangkut pembiayaan pendidikan
seperti program Biaya Operasinal Sekolah ( BOS ). Dalam penggunaanya Depdiknas
mengeluarkan 5 macam kebijakan) seperti:
1)
Biaya satuan BOS, termasuk BOS Buku, per siswa/tahun
mulai januari 2009 naik secara signifikan menjadi: SD dikota Rp 400 ribu, SD di
kabupaten Rp 397 ribu, SMP di kota Rp 575 ribu, dan SMP di kabupaten Rp 570
ribu.
2)
Dengan kenaikan kesejahteraan guru PNS dan kenaikan
BOS mulai januari 2009, semua SD dan SMP negeri harus membebaskan siswa dari
biaya operasional sekolah, kecuali RSBI dan SBI.
3)
Pemda wajib mengendalikan pungutan biaya operasional
di SD dan SMP swasta sehingga siswa miskin bebas dari pungutan tersebut dan
tidak ada pungutan berlebihan kepada siswa mampu.
4)
Pemda wajib mensosialisasikan dan melaksanakan
kebijakan BOS tahun 2009 serta menyanksi pihak yang melanggar.
5)
Pemda wajib memenuhi kekurangan biaya operasional dari
APBD bila BOS dari Depdiknas belum mencukupi.
Bantuan pembiayaan oleh pemerintah pusat dalam
penyelenggaraan pendidikan memungkinkan pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan pendidikan gratis untuk tingkat pendidikan dasar ( SD dan SMP,
sederajat ) Tiap-tiap pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan yang beraneka
ragam sesuai kemampuan daerah, bagi daerah yang memiliki anggaran APBD yang
cukup maka pemerintah daerah akan memberikan bantuan derah yang dapat
dipergunakan untuk penyelenggaraan kegiatan siswa. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI)
atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan
madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Wajib belajar
berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia.Wajib belajar
bertujuan memberikan pendidikan minimal bagi warga negara Indonesia untuk dapat
mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat atau
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dalam pelaksanaanya wajib belajar sembilan tahun
terkesan mengabaikan kualitas dan hanya mengejar target kualitas, keinginan
untuk meningkatkan kwalitas adalah tuntutan dan keinginan, kenapa tuntutan
karena kita ingin maju tampa kwalitas yang baik tentu kemajuan tidak akan
tercapai.
b.
Pelaksanaan Wajib Belajar
Sembilan Tahun
Pada
tataran pelaksanaan dan ketuntasan, program wajib belajar juga mampu mengurangi
angka kemiskinan. Melalui pendidik ini pula, bangsa Indonesia mampu mencapai
cita-citanya, yaitu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Pendidikan adalah kekuatan”, maka Bangsa Indonesia akan segera terbebas dari
kebodohan dan kemiskinan serta menjadi bangsa yang unggul pada kompetisi
global.
Sisi pelaksanaan wajib
belajar baik 6 tahun maupun 9 tahun secara umum bertujuan untuk:
1) memberikan kesempatan setiap warga negara
tingkat minimal SD dan SMP atau yang sederajat,
2) setiap warga negara dapat mengembangkan
dirinya lebih lanjut yang akhirnya mampu memilih dan mendapatkan pekerjaan yang
sesuai dengan potensi yang dimiliki,
3) setiap
warga negara mampu berperan serta dalani kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara,
4)
Memberikan jalan kepada siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang
lebih tinggi.
Dalam
melaksanakan wajib belajar sembilan tahun, ada beberapa pendekatan yang
dilakukan sebagai strategi pelaksanaannya, antara lain:
1) Pendekatan Budaya
Sosialisasi wajib belajar
dilakukan dengan memanfaatkan budaya yang berkembang di daerah tersebut;
misalnya daerah yang masyarakatnya senang dengan seni, maka pesan-pesan wajib
belajar dapat disisipkan pada gelar seni. Masyarakat yang sangat menghormati
adat, maka tokoh adat dilibatkan dalam pemikiran dan pelaksanaan sosialisasi
Wajar Dikdas sembilan tahun yang bermutu. Sanksi adat biasanya lebih disegani
daripada sanksi hukum.
2) Pendekatan Sosial
Sosialisasi Wa-jar Dik-das
sembilan tahun yang bermutu perlu memperhatikan kondisi sosial ekonomi
masyarakat. Bila dalam masyarakat ada tokoh yang disegani dan bisa menjadi
panutan, maka tokoh ini perlu dilibatkan dalam sosialisasi. Tokoh masyarakat
ini bisa berasal dari tokoh formal, maupun tokoh non formal. Pada masyarakat
ekonomi lemah, sosialisasi dilakukan dengan memberikan informasi tentang
pelayanan pemerintah untuk pendidikan, misalnya BOS ataupun beasiswa. Bila anak
sibuk membantu kerja orangtua, anak tidak harus berhenti bekerja, tetapi
disampaikan jenis pendidikan alternatif yang bisa diikuti oleh anak yang
bersangkutan, misalnya SMP Terbuka atau program Paket B.
3) Pendekatan Agama
Pada daerah tertentu ada yang
masyarakatnya sangat agamis dan sangat mentaati ayat-ayat suci. Untuk daerah
seperti ini peran para tokoh agama sangat sesuai. Dengan mengutip ayat-ayat
suci, maka konsep wajib belajar lebih mudah diikuti. Untuk ini motto “belajar
adalah ibadah” yang didasarkan atas kajian yang sangat mendalam oleh para tokoh
agama dapat diangkat menjadi motto dalam sosialisasi Wajar Dikdas sembilan
tahun yang bermutu.
4) Pendekatan Birokrasi
Pendekatan birokrasi ialah
upaya memanfaatkan sistem pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Pembentukan tim koordinasi di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan
kecamatan merupakan salah satu bentuk pendekatan birokrasi. Birokrasi ditempuh
karena dengan pendekatan ini lebih mudah diperoleh berbagai faktor penunjang
baik tenaga, sarana, maupun dana. Namun demikian pendekatan ini akan lebih
berhasil bila digabung dengan pendekatan yang lain.
5) Pendekatan Hukum
Pendekatan hukum ialah
pendekatan yang hanya digunakan untuk daerah yang masyarakatnya memiliki kesadaran
terhadap pendidikan sangat rendah dan tingkat resistensinya tinggi. Program
Wajib Belajar Sembilan Tahun sampai saat ini masih memberlakukan konsep
“universal basic education” dan belum menerapkan konsep “compulsary education”.
Artinya, program wajib belajar baru sebatas himbauan tanpa diikuti sanksi
hukum. Namun jika diperlukan, UU Nomor 20 tahun 2003, memberi kemungkinan
kepada pemerintah untuk menerapkan konsep “compulsary education”, sehingga
berkonsekuensi adanya sanksi hukum bagi yang tidak mau melaksanakan tanggung
jawabnya terhadap program wajib belajar, baik pemerintah, pemerintah daerah,
orangtua, maupun peserta didik.
Untuk
mempercepat akselerasi penuntasan wajib belajar, pada tahun 2006 pemerintah
menerbitkan Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan
Pemberantasan Buta Aksara.Inpres ini menginstruksikan kepada para Menteri
terkait, Kepala BPS, Gubernur, Bupati dan Walikota untuk memberikan dukungan dan
mensukseskan program pemerintah yang dimaksud.
c. Peran
Pemerintah dalam Program Wajib Belajar Sembilan Tahun
Peran pemerintah dalam
penuntasan program wajib belajar sembilan tahun sangat aktif. Sebagai buktinya
adalah :
1)
Pemerintah mampu
meningkatkan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam mensukseskan
penuntasan wajib belajar sembilan tahun.
2)
Pemerintah mampu
meningkatkan peran, fungsi dan kapasitas pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
kabupaten/kota, dan kecamatan dalam penuntasan wajib belajar di daerah
masing-masing.
3) Pemerintah mampu menurunkan angka putus sekolah.
4) Pemerintah mengucurkan dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) untuk pendidikan dasar SD maupun SMP.
5) Pemerintah mampu melindungi siswa, guru dan perangkat
kurikulum yang berlaku serta menyediakan sarana dan prasarana.
d. Yang
Terlibat dalam Program Wajib Belajar Sembilan Tahun
Penuntasan Wajib Belajar Sembilan tahun adalah program
nasional. Oleh karena itu, untuk mensukseskan program ini, perlu kerjasama yang
menyeluruh antara lain :
1) Pemerintah pusat (Mendiknas,
Menko Kesra, Mendagri, Menkeu, Menpan/ Ketua Bappenas, Menag, Mensos, Menteri
Perikanan dan Kelautan, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri
Perindustrian, Menakertrans, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Kominfo, Meneg
Lingkungan Hidup, Meneg Pemberdayaan Perempuan, Meneg Pembangunan Daerah
Tertinggal, Meneg Pemuda dan Olah Raga, Meneg BUMN, Kepala Badan Pusat
Statistik.
2) Pemerintah Propinsi (Dinas
Pendidikan Provinsi).
3) Pemerintah Kabupaten/Kota
(Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota).
4) Pemerintah Dinas Pendidikan
Kecamatan.
5) Kelurahan.
Disamping itu masyarakat dan
organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan, seperti Dharma Wanita, PKK,
Bhayangkara, Dharma Pertiwi dan lainnya yang diharapkan tetap meningkatkan
partisipasinya dalam penuntasan wajib belajar sembilan tahun.
UU RI Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 6 menyatakan
tentang hak warga negara untuk mengikuti pendidikan sekurang-kurangnya tamat
pendidikan dasar, dan Pasal 13 menyatakan tujuan pendidikan dasar. Kemudian PP
Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, Pasal 2 menyatakan bahwa
pendidikan dasar merupakan pendidikan 9 tahun, terdiri atas program pendidikan
6 tahun di SD dan program pendidikan 3 tahun di SLTP, Pasal 3 memuat tujuan
pendidikan dasar yaitu memberikan bekal kemampuan dasar pada peserta didik
untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga
negara dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk
mengikuti pendidikan menengah.
Ketetapan-ketetapan tersebut merupakan realisasi GBHN
1993 tentang arah pendidikan nasional butir 26 antara lain mengatakan perlunya
peningkatan kualitas serta pemerataan pendidikan, terutama peningkatan kualitas
pendidikan dasar. Dilihat dari segi lamanya waktu belajar pada pendidikan
dassar yaitu 9 tahun, kita sudah mengalami langkah maju dibandingkan dengan
masa-masa sebelumnya yang menetapkan wajib belajar hanya 6 tahun. Secara
konseptual dan acuan yang diberikan oleh ketetapan-ketetapan resmi tersebut
sudah sejalan dengan kebutuhan pembangunan.
Hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, antara lain:
a) Realisasi pendidikan dasar yang diatur dengan PP No.
28 Tahun 1989 masih harus dicarikan titik temunya dengan PP No. 65 Tahun 1951
yang mengatur sekolah dasar sebagai bagian dari pendidikan dasar, karena PP
tersebut belum dicabut.
b) Kurikulum
yang belum siap.
c) Pada masa
transisi para pelaksana pendidikan dilapangan perlu disiapkan melalui
bimbingan-bimbingan, penyuluhan, penataran, dan lain-lain.
D.
Solusi
Masalah Aktual Pendidikan di Indonesia
Menurut Tirta rahardja pada (2010:249) beberapa upaya yang perlu dilakukan
untuk menanggulangi masalah-masalah actual pendidikan, antara lain sebagai
berikut:
1. Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara
terprogram tidak cukup berlangsung hanya secara incidental, pendekatan
keterempilan proses yang sudah disebarluaskan konsepnya perlu ditinjaklanjuti
dengan penyebaran buku penduannya kepada
sekolah-sekolah. Dalam hubungan ini pelaksanaan pendidikan kesenian perlu
diperhatikan khusus sehingga tidak menjadi pelajran yang dikesampingkan.
2. Pelaksanaan KO dan ekstrakulikurel dikerjakan dengan
penuh kesungguhan dan hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir
ataupun pelulusan, untuk itu perlu dikaitkan dengan pemberian intensif bagi
guru.
3. Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan
belajar keperguruan tinggi dengan yang akan terjun ke masyarakat, merupakan hal
yang prinsip karena pada dasarnya tidak semua siswa secara potensial mampu
belajar diperguruan tinggi. Oleh karena itu perlu disusun rancangan yang mantap
untuk itu. Misalnya antara lain sekolah menengah kejuruan tingkat atas
diperbanyak dengan berbagai jenisnya. Disegi lain pendirian perguruan tinggi
swasta dibatasi dan akreditasi terhadap
PTS diperketat.
4. Pendidikan tenaga kependidiakn (pejabat dan dalam
jabatan) perlu diberi perhatian khusus, oleh karena tenaga kependidikan
khususnya guru menjadi penyebab utama lahirnya sumber daya manusia yang
berkualitas untuk pembangunan. PKG (pusat kegiatan guru),MGBS (musyawara guru
bidang studi) dan MGMP ( musyawara guru mata pelajaran) perlu ditumbuhkembangkan
terus sebagai model pengembangan kemampuan guru (self sustaining competencies).
Pendayagunaan dumber belajar yang beraneka ragam perlu ditingkatkan, upaya ini
menjadi tanggung jawab kepala sekolah, guru dan teknisi sumber belajar.
5. Untuk pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, apalagi
jika dikaitkan dengan gerakan wajib belajar, perlu diadakan penelitian secara
meluas pada masyarakat untuk menemukan faktor penunjang utamanya,faktor
penghambatnya.
Kepada
masyarakat luar perlu diberikan informasi yang sifatnya memperjalas dan
persuasive tentang makna dari pendidikan dasar. Realisasi dari pelaksanaan
pendidikan dasar ini dilakukan secara bertahap.
6. Pada masalah peran guru kita dapat menanggulanginya dengan cara
pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial
yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan
sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini,
diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme),
yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam
urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan. Maka, solusi untuk
masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti
rendahnya jumlah kurangnya guru, distribusi guru dan kesejahteraan guru –
berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang
efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi
kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan
diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang
akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara. Kedua, solusi teknis,
yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan
pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru. Maka,
solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis
untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya,
di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan
membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan
memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya
prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan
kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana
pendidikan, dan sebagainya.
7. Suatu kurikulum bisa mencapai sasaran yang sesuai dangan pendidikan,
hendaknya di perhatikan beberapa hal yaitu:
a. Landasan Pokok Kurikulum
Tujuan umum dalam pendidikan harus menjadi landasan pokok. Adanya tujuan
pendidikan yang jelas dapat memudahkan dalam enetapkan isi pendidikan. Ada 3
aspek yang harus di perhatikan dalam menentukan isi pendidikan, diantaranya:
1)
Missi Nasional
2)
Aspek sosial
budaya
3)
Aspek
pembangunan, dan
4)
Modernisasi,
yang meliputi: pembinaan rasionalitas, efisiensi, produktivitas dan pembinaan
ilmu pengetahuan serta teknologi
b. Kebijaksanaan Pendidikan
Landasan kebijaksanaan pendidikan perlu adanya identifikasi terlebih
dahulu. Sekurang-kurangnya ada 3 kebijaksanaan dalam pendidikan, yaitu:
1)
Kebijaksanaan
umum yang meliputi kewajiban pemerintah dalam menyelenggarakan kewajiba
belajar, membimbing masyarakat, mencerdaskan masyarakat dan memajukan
kebudayaan nasiona
2)
Kebijaksanaan
dalam pendidikan sekolah yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a) Sekolah harus berorientasi pada pembangunan
b) Sekolah harus merupakan bagian integral dari
masyarakat
c) Peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan pendidikan
3)
Kebijaksanaan
pendidikan di luar sekolah. Dalam hal ini penting di perhatikan
a) Memupuk inesiatif dan usaha masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan
b)
Pemerintah
menertibkan dan membina usaha masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
c. Program-program pendidikan
Program pendidikan yang harus di perhatikan
dalam kurikulum, meliputi:
1)
Pembaharuan
pendidikan di sekolah melalui:
a) Mengefektifkan koordinasi antara komponen menejemen
Depdikbud dan hubungan dengan departemen lain yang turut serta dalam
pendidikan.
b) Menyusun rencana jangka panjang yang dapat di rinci
penahapannya dalam jangka pendek
c) Mengisi rencana di atas secara integral dalam arti
meliputi semua aspek kurikulum.
2) Penyediaan logistik pendidikan
3) Program pendidikan olahraga, kepemudaan dan kebudayaan
4)
Program
penyediaan tenaga kerja
d. Variabel yang berkaitan dengan kurikulum pendidikan
Dalam hal ini
terdapat variabel yang delapan variabel yang perlu di pertimbangkan, yakni:
1) Tradisi dan aspirasi social
2) Manusia, perkembangan anak dan masyarakat
3) Demografi
4) Ekologi
5) Prasarana dan sarana pendidikan
6) Kondisi pendidikan sekarang
7) Politik nasional dan internasional
8) Proses modernisasi
Dalam memperhatikan variabel di atas, di harap proses mekanisme dalam kurikulum tidak terburu-buru (asal jadi) tetapi menempuh proses ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Hendaknya di ingat bahwa kurikulum jangan hanya berlaku beberapa saat saja, disebabkan perencanaan tidak di lakukan dengan matang, pada umumnya akan merugikan bangsa, negara dan pada khususnya akan merugikan pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pendidikan
adalah usaha sadar dan sistematis untuk
mencapai taraf hidup atau kemajuan yang lebih baik untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa supaya peserta didik
dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif supaya memiliki pengendalian diri,
kecerdasan, keterampilan dalam bermasyarakat, kekuatan spiritual keagamaan,
kepribadian serta akhlak mulia.
2.
Indonesia
sekarang menganut sistem pendidikan nasional. Namun, sistem pendidikan nasional
masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ada beberapa sistem di
Indonesia yang telah dilaksanakan, di antaranya: sistem pendidikan indonesia
yang berorientasi pada nilai, indonesia menganut sistem pendidikan terbuka,
sistem pendidikan yang efisien dalam pengelolaan waktu, sistem pendidikan yang
disesuaikan dengan perubahan zaman.
3.
Masalah actual
pendidikan yang ada di Indonesia ada empat yaitu masalah keutuhan pencapaia
sasaran, masalah kurikulum, masalah peranan guru dan masalah pendidikan 9
tahun.
4.
Solusi masalah actual pendidikan antara
lain pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara
terprogram tidak cukup berlangsung hanya secara incidental, pendekatan
keterempilan proses yang sudah disebarluaskan konsepnya perlu ditinjaklanjuti
dengan penyebaran buku penduannya kepada
sekolah-sekolah, untuk itu perlu dikaitkan dengan pemberian intensif bagi guru,
perlu disusun rancangan yang mantap untuk itu, pendidikan tenaga kependidiakn
(pejabat dan dalam jabatan) perlu diberi perhatian khusus, Untuk pelaksanaan
pendidikan dasar 9 tahun, apalagi jika dikaitkan dengan gerakan wajib belajar,
perlu diadakan penelitian secara meluas pada masyarakat untuk menemukan faktor
penunjang utamanya,faktor penghambatnya.
B. Saran
Kita sebagai calon guru atau seorang guru sebaiknya menetapkan peran
kita sebaik-baiknya yaitu sebagai mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, mengevaluasi peserta didik, dan tugasnya bukan
hanya memberikan ilmu pengetahuan melainkan terutama menunjukkan jalan
bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan, dan mengembangkan dorongan untuk
berilmu. Dengan kata lain menumbuh kambangkan budaya membaca dan budaya
meneliti untuk menemukan sesuatu pada diri muridnya. Dengan singkat dikatakan
tugas guru adalah “membelajarkan pelajar”. Perkembangan
dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem
pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam
segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar
tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan menyediakan
guru yang profesional dan kesejahtraan mereka terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Nashih Ulwan penerjemah Khalilullah Ahmas
Masjkur Hakim 1992 Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar PT Remaja
Rosdakarya, Bandung
Ali, M. (1992). Pengembangan Kurikulum di
Sekolah. Bandung SinarBaru.
Bredekamp, S. & Rosegrant, T. (Eds). (1992). Reaching
Potentials: appropriate
Eduquestion. (2011). Permasalah Guru di Indonesia. Diambil
dari : http://eduquestion-1993.blogspot.com/2011/12/permasalahan-guru-di-indonesia.html
Jakarta
Balitbang, Depdiknas, 2004 Wahjoetomo,Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9
Tahun.Gramedia Widiasarana. Jakarta. 1993. www.google.com
Reksoatmodjo,
Tedjo Narsoyo. 2010. Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Teknologi & Kejuruan. Bandung: Refika Aditama.
Diambil dari :
Http://fungsiumum.blogspot.com/2013/05/masalah-pengembangan-kurikulum.html
Sukmadinata, Nana Saodih. 1997. Pengembangan
Kurikulum Teori & Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya
Sudjana, Nana 1988. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar
Baru Algensindo
Tirtarahardja umar & Sulo
La, S. 2005.Pengantar pendidikan.Jakarta:Rineka
cipta.
Varossita. (2011). Kendala dalam
Pelaksanaan dan Pengembangan Pendidikan. Diambil dari : http://varossita.blogspot.com/2010/10/kendala-dalam-pelaksanaan-pengembangan.html
diunduh pada tanggal 19/10/2011, 12:05
Wiles, B., and Bondi J.,
(1989). Curriculum Development: A Guide to Practice.
Posting Komentar untuk "Makalah Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia"