Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah tentang Pendidikan Karakter

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.     Latar Belakang

       Pendidikan adalah sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku. Karena itu, pendidikan me-rupakan salah satu proses pembentukan karakter manusia. Pendidikan bisa juga di-katakan sebagai proses pemanusiaan manusia. Dalam keseluruhan proses yang dilakukan manusia, terjadi proses pen-didikan yang akan menghasilkan sikap dan perilaku yang akhirnya menjadi watak, kepribadian, atau karakternya. Untuk meraih derajat manusia seutuhnya sangat-lah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan. Pendidikan juga merupakan usaha masyarakat dan bangsa dalam memper-siapkan generasi muda bagi keberlang-sungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keber-langsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi diri, melakukan proses internali-sasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.

         Sejalan dengan laju perkembangan masyarakat, pendidikan menjadi sangat di-namis dan disesuaikan dengan perkem-bangan yang ada. Kurikulum pendidikan bukan menjadi patokan yang baku dan statis, tetapi sangat dinamis dan harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Dalam rangka ini, reformasi pendidikan menjadi urgen agar pendidikan tetap kondusif. Reformasi pendidikan harus terprogram dan sistemik. Reformasi terprogram menunjuk pada kurikulum atau program suatu institusi pendidikan, misalnya dengan melakukan inovasi pen-didikan. Inovasi dilakukan dengan mem-perkenalkan ide baru, metode baru, dan sarana prasarana baru agar terjadi per-ubahan yang mencolok dengan tujuan dan maksud tertentu. Adapun reformasi siste-mik terkait dengan hubungan kewenangan dan distribusi serta alokasi sumber daya yang mengontrol sistem pendidikan secara keseluruhan. Hal ini sering terjadi di luar sekolah dan berada pada kekuatan sosial dan politik. Reformasi sistemik menyatu-kan inovasi-inovasi yang dilakukan di   dalam sekolah dan di luar sekolah secara luas (Zainuddin, 2008:33-34).

        Beberapa tahun terakhir pendidikan kita telah mengalami perubahan kuri-kulum seperti diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004 yang disusul dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Di samping itu, juga telah dilakukan berbagai inovasi dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional, seperti tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (lihat bab 2 pasal 3). Salah satu bentuk inovasi ini adalah dicanangkannya pendidikan karak-ter bangsa melalui berbagai proses pen-didikan. Dari fungsi dan tujuan yang ingin dicapai, pendidikan karakter tidak hanya merupakan inovasi pendidikan, tetapi juga merupakan reformasi pendidikan yang harus dipersiapkan dan dilaksanakan dengan benar serta melibatkan setiap pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pen-didikan.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pen-didikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, harus dirancang dan diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Dalam rangka pembentukan karakter peserta didik sehingga beragama, beretika, ber-moral, dan sopan santun dalam berinter-aksi dengan masyarakat, maka pendidikan harus dipersiapkan, dilaksanakan, dan di-evaluasi dengan baik dan harus meng-integrasikan pendidikan karakter di dalam-nya guna mewujudkan insan-insan Indo-nesia yang berkarakter mulia. Pendidikan karakter seharusnya mem-bawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Inilah rancangan pendidikankarakter (moral) yang oleh Thomas Lickona disebut moral knowing, moral feeling, dan moral action (Lickona, 1991:51). Karena itulah, semua mapel yang dipelajari oleh peserta didik di sekolah harus bermuatan pendidikan karakter yang bisa membawa mereka menjadi manusia yang berkarakter, seperti yang ditegaskan oleh Lickona ter-sebut.

 

B.  Rumusan Masalah

1.        Apa Itu Pendidikan Karakter ?

2.        Apa Nilai Yang Terkandung Didalam Pendidikan Karakter ?

3.        Bagaimana Rencana Penerapan Pendidikan Karakter ?

4.        Bagaimana tahap pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran ?

 

      C.  Tujuan

1.       Mahasiswa Dapat Memahami Pngertian Pendidikan Karakter

2.       Mahasiswa Dapat Mengerti Nilai-Nilai Yang Terkandung Di Dalam Pendidikan Karakter

3.       Mahasiswa Dapat Mengerti Tahapan Rencana Penerapan Pendidikan Karakter

4.      Mahasiswa Dapat Memahami Tahapan-Tahapan Pengintegrasian Pendidikan Karakter Dalam Pemebelajaran

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.     Pengertian Pendidikan Karakter

1.      Pengertian Pendidikan karakter

       Istilah karakter adalah istilah yang baru digunakan dalam wacana Indonesia dalam lima tahun terakhir ini. Istilah ini sering dihubungkan dengan istilah akhlak, etika, moral, atau nilai. Karakter juga se-ring dikaitkan dengan masalah kepribadi-an, atau paling tidak ada hubungan yang cukup erat antara karakter dengan kepri-badian seseorang.

        Secara etimologis, kata karakter (Ing-gris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan & Bohlin, 1999:5). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, me-lukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols & Shadily, 1995:214). Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan se-seorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat di-munculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008:682). Orang berkarakter berarti orang yang berkepri-badian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan demikian, karakter merupakan watak dan sifat-sifat seseorang yang menjadi dasar untuk membedakan seseorang dari yang lainnya. Dengan makna seperti itu karakter identik dengan kepribadian atau akhlak.

       Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang ber-sumber dari bentukan-bentukan yang di-terima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir (Koesoema, 2007:80). Seiring dengan pe-ngertian ini, ada sekelompok orang yang berpendapat bahwa baik buruknya karak-ter manusia sudah menjadi bawaan dari lahir. Jika bawaannya baik, manusia itu akan berkarakter baik, dan sebaliknya jika bawaannya jelek, manusia itu akan ber-karakter jelek. Jika pendapat ini benar, pen-didikan karakter tidak ada gunanya karena tidak akan mungkin mengubah karakter orang yang sudah taken for granted. Semen-tara itu, sekelompok orang yang lain ber-pendapat berbeda, yakni bahwa karakter bisa dibentuk dan diupayakan sehingga pendidikan karakter menjadi bermakna untuk membawa manusia dapat berkarak-ter yang baik.

       Dalam proses perkembangan dan pembentukan, karakter seseorang di-pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan (nurture) dan faktor bawaan (nature). Secara psikologis, perilaku ber-karakter merupakan perwujudan dari po-tensi Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ), dan Adverse Quotient (AQ) yang dimiliki oleh seseorang. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosio-kultural pada akhirnya dapat di-kelompokkan dalam empat kategori, yakni :

1.      Olah hati (spiritual and emotional develop-ment)

2.      Olah pikir (intellectual development)

3.      Olah raga dan kinestetik (physical and ki-nestetic development)

4.      Olah rasa dan karsa (affective and creativity development)

Keempat proses psiko-sosial ini secara ho-listik dan koheren saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka pembentukan karakter dan perwujudan nilai-nilai luhur dalam diri seseorang (Kemdiknas, 2010:9). Dari penjelasan di atas dapat di-pahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama ma-nusia, maupun dengan lingkungan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan karakter (character edu-cation).

Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai peng-usung, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsi-bility (1991) yang kemudian disusul oleh tulisan-tulisan lain, seperti The Return of Character Education yang dimuat dalam jur-nal Educational Leadership (November 1993) dan juga artikel yang berjudul Eleven Prin-ciples of Effective Character Education, yang dimuat dalam Journal of Moral Volume 25 (1996).

         Adapun beberapa definisi dan pengertian pendidikan karakter dari beberapa ahli:

1.      Menurut Zubaedi (2011:17)

Pendidikan karakter adalah sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam berfikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dengan interaksi dengan tuhannya, diri sendiri, masyarakat, dan lingkunganya.

2.      Menurut Saptono (2011:23)

Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mngembangkan karakter yang baik berlandaskan kebijakan-kebijakan yang objektif baik bagi individu maupun masyarakat.

3.      Menurut Kusuma (2011:5)

Pendidikan karakter adalah pembelajaran yang mengarah kepada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah.

4.      Menurut Gunawan (2012:13)

Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk membentuk kepribadian seseorang melalui budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan seseorang yaitu: jujur, bertanggungjawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.

5.      Menurut Adisusilo (2014:70)

Pendidikan karakter sering disamakan dengan budi pekerti yaitu sebagai proses pembelajaran di sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara melatih menghayati nilai-nilai dan keykinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam kehidupan siswa.

 

2.      Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter

Pendidikan di sekolah akan berjalan lancar, jika dalam pelaksanaannya memperhatikan beberapa prinsip pendidikan karakter. Kemendiknas memberikan beberapa rekomendasi prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif sebagai berikut:

a.       Memperomosikan nila-nilai dasar etika sebagai basis karakter

b.      Mengidentifikasikan karakter secara komperehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku

c.       Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter.

d.      Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

e.       Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukan perilaku yang baik;

f.        Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.

g.       Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik.

h.       Memfungsikan seluruh staf seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama.

i.         Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.

j.        Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

k.      Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.

 


3.      Ciri-ciri Pendidikan Karakter

       Forester (dalam Gunawan 2012: 36) menyebutkan paling tidak ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter:

a.       Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan herarki nilai. Maka nilai menjadi pedoman yang bersifat normative dalam setiap tindakan

b.      Koherensi yang member keberanian membuat seseorang teguh ada prinsip, dan tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi dapat meruntuhkan kredibilitas seseorang.

c.       Otonomi. Disana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat dari penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh desakan pihak lain.

d.      Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan apapun yang di pandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.

       Jadi dapat disimpulkan pendidikan karakter adalah suatu sistem penamaan nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap tuhan yang maha esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun bangsa dan negara. Dan pendidikan karakter harus menjadi gerakan nasional yang menjadikan sekolah atau institusi pendidikan sebagai agen untuk membangun karakter peserta didik melalui pembelajaran dan pemodelan.

 

B.     Nilai-Nilai Dasar Dalam Pendidikan Karakter

Pemerintah Indonesia telah merumus-kan kebijakan dalam rangka pembangunan karakter bangsa. Dalam Kebijakan Nasio-nal Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan bahwa karakter me-rupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Olah hati terkait de-ngan perasaan sikap dan keyakinan/ke-imanan, olah pikir berkenaan dengan pro-ses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan ino-vatif, olah raga terkait dengan proses per-sepsi, kesiapan, peniru an, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sporti-vitas, serta olah rasa dan karsa berhubung-an dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan (Pemerintah RI, 2010:21).

       Nilai-nilai karakter yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing ba- gian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.      Karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik

2.      Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, ber-orientasi Ipteks, dan reflektif.

3.      Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, deter-minatif, kompetitif, ceria, dan gigih.

4.      Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusia-an, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (men-dunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk In-donesia, dinamis, kerja keras, dan ber-etos kerja.

       Dari nilai-nilai karakter di atas, Ke-menterian Pendidikan Nasional (sekarang: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2016) mencanangkan lima nilai karakter utama yang menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik di se-kolah, yakni :

a.       Religius

Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi, yaitu hubungan individu dengan tuhan, dengan sesama manusia dan individudengan alam semesta. Substansi religius meliputi cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan.

b.      Nasionalis

Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap budaya dan bahasa, lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya. Substansi nilai nasionalis meliputi: apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi.

c.       Mandiri

Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Substansi nilai mandiri antara lain etos kerja, tangguh tahan banting, dayajuang, profesionalitas, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.

d.      Gotong Royong

Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan pada orang orang yang membutuhkan. Sub nilai gotong royong antara lain: menghargai kerjasama, inklusif, komitmen, musawarah mufakat, solidaritas, empati, dan siakap kerelawanan.

e.       Integritas

Nilai integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusian dan moral. Nilai substansi dari integritas meliputi:kejujuran, setia, komitmen moral, keadilan, tanggungjwab, keteladanan, dan menghargai martabat individu.

 

      Direktorat Pembinaan SMP Kemdik-nas RI mengembangkan nilai-nilai utama yang disarikan dari butir-butir standar kompetensi lulusan (Permendiknas No. 23 Tahun 2006) dan dari nilai-nilai utama yang dikembangkan oleh Pusat Kurikulum Depdiknas RI (Pusat Kurikulum Kemdik-nas, 2009). Dari kedua sumber tersebut, nilai-nilai utama yang harus dicapai dalam pembelajaran di sekolah (institusi pen-didikan) di antaranya adalah sebagai beri-kut:

1.      Kereligiusan, yakni pikiran, perkata-an, dan tindakan seseorang yang di-upayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.

2.      Kejujuran, yakni perilaku yang di-dasarkan pada upaya menjadikan diri-nya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.

3.      Kecerdasan, yakni kemampuan se-seorang dalam melakukan suatu tugas secara cermat, tepat, dan cepat.

4.      Ketangguhan, yakni sikap dan peri-laku pantang menyerah atau tidak per-nah putus asa ketika menghadapi ber-bagai kesulitan dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga mampu mengatasi kesulitan tersebut dalam mencapai tujuan.

5.      Kedemokratisan, yakni cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

6.      Kepedulian, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah dan memperbaiki penyimpangan dan ke-rusakan (manusia, alam, dan tatanan) di sekitar dirinya.

7.      Kemandirian, yakni sikap dan peri-laku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8.      Keberanian mengambil risiko, yakni kesiapan menerima risiko/akibat yang mungkin timbul dari tindakan nyata.

9.      Berorientasi pada tindakan, yakni ke-mampuan untuk mewujudkan gagasan menjadi tindakan nyata.

10.  Berjiwa kepemimpinan, yakni ke-mampuan mengarahkan dan mengajak individu atau kelompok untuk men-capai tujuan dengan berpegang pada asas-asas kepemimpinan berbasis bu-daya bangsa.

11.  Kerja keras, yakni perilaku yang me-nunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pe-kerjaan) dengan sebaik-baiknya.

12.  Tanggung jawab, yakni sikap dan pe-rilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan YME.

13.  Gaya hidup sehat, yakni segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu ke-sehatan.

14.  Kedisiplinan, yakni tindakan yang me-nunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peratur-an.

15.  Percaya diri, yakni sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pe menuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.

16.  Keingintahuan, yakni sikap dan tin-dakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan me-luas dari apa yang dipelajarinya, di-lihat, dan didengar.

17.  Cinta ilmu, yakni cara berpikir, ber-sikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan pengharga-an yang tinggi terhadap pengetahuan.

18.  Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, yakni sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.

19.  Kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial, yakni sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.

20.  Menghargai karya dan prestasi orang lain, yakni sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasil-kan sesuatu yang berguna bagi ma-syarakat, dan mengakui dan meng-hormati keberhasilan orang lain.

21.  Kesantunan, yakni sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.

22.  Nasionalisme, yakni cara berfikir, ber-sikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan pengharga-an yang tinggi terhadap bahasa, ling-kungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.

23.  Menghargai keberagaman, yakni sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang ber-bentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.

       Dari 24 nilai dasar karakter di atas, guru (pendidik) dapat memilih nilai-nilai karakter tertentu untuk diterapkan pada peserta didik disesuaikan dengan muatan materi dari setiap mata pelajaran (mapel) yang ada. Guru juga dapat mengintegrasi-kan karakter dalam setiap proses pem-belajaran yang dirancang (skenario pem-belajaran) dengan memilih metode yang cocok untuk dikembangkannya karakter peserta didik.

 

C.     Rencana Penerapan Pendidikan Karakter

       Pijakan utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan pendidikan karakter ialah nilai moral universal yang dapat digali dari agama. Meskipun demikian, ada beberapa nilai karakter dasar yang disepakati oleh para pakar untuk diajarkan kepada peserta didik. Yakni rasa cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa dan ciptaany-Nya, tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, mampu bekerjasama, percaya diri, kreatif, mau bekerja keras, pantang menyerah, adil, serta memiliki sikap kepemimpinan, baik, rendah hati, toleransi, cinta damai dan cinta persatuan. Dengan ungkapan lain dalam upaya menerapkan pendidikan karakter guru harus berusaha menumbuhkan nilai-nilai tersebut melalui spirit keteladanan yang nyata, bukan sekedar pengajaran dan wacana.

       Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral ( moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral ( moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri ( self knowledge). Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri ( Conscience), percaya diri (self
asteem), kepekaan terhadap derita orang lain (empathy), kerendahan hati (humility), cinta kebenaran (Loving the good), pengendalian diri (self control). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act Morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit):

       Pengembangan karakter dalam suatu system pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilainilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan Negara serta dunia internasional.

Beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam rangka menjalankan pendidikan karakter diantaranya sebagai berikut;

a.       Partisipasi Masyarakat

Dalam implementasi partisipasi masyarakat, seharusnya anggota masyarakat merasa bahwa tidak hanya menjadi objek kebijakan pemerintah, tetapi harus ikut mewakili masyarakat itu sendiri. Partisipasi akan terwujud apabila terpenuhi oleh tiga faktor yaitu kemauan, kemampuan, dan kesempatan. Oleh karena itu, masyarakat perlu ditumbuhkan adanya kemauan dan kemampuan agar ikut menyumbang ide tentang dunia pendidikan

b.      Kebijakan Pendidikan

Untuk melahirkan praktik pendidikan dengan hasil lebih merata, kebijakan pendidikan bisa berupa kurikulum baru harus disusun dengan memberi ruang gerak yang lebih luas kepada para guru. Baik guru dengan kemampuan teoritik tinggi, maupun guru dengan kemampuan teoritik terbatas, harus sama-sama mendapat ruang gerak untuk mengajarkan tiap materi dengan cara-cara yang sesuai dengan kemampuan masing-masing.

c.       Peran Orang Tua

Dalam masa pertumbuhan dan perkemabangan seorang anak, orang tua sangat penting karena pendidikan dasar yang dialami oleh seorang anak yaitu pendidikan yang ia dapat dari orang tuanya. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan pendidikan karakteryang baik sehingga meraih keberhasilan dan kesuksesan dalam kehidupannya.

d.      Kurikulum Terpadu

Kurikulum terpadu atau pembelajaran terpadu dapat diartikan sebagai pendekatan pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek, baik dalam intra pelajaran maupun antar mata pelajaran dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Oleh karena itu, para pendidik khusunya guru sd diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam menciptakan dan mengembangkan model pembelajaran agar dapat menunjang terciptanya proses belajar mengajar lebih bermakan bagi peserta didik.

e.       Pengalaman Pembelajaran

Pengalaman pemebelajaran menjadi salah satu komponen penting karena bagi pendidik dengan sudah adanya pengalaman belajar dan mengajar maka lebih mudah dalam mengaplikasikan pendidikan karakter krena sudah tau bagimana menyampaikan dan mengajarkan pada peserta didik.

f.        Evaluasi

Dalam menerapkan pendidikan karakter maka sebaiknya terlebih dahulu melakukan evaluasi terhadap metode pembelajaran yang dialakukan supaya pendidik menjadi tahu apa yang harus diperbaiki dan ditingkatkan dalam metode pembelajaran yang sudah disampaikan.

 

Semua komponen diatas adalah untuk menunjang pendidikan karakter itu sendiri. Serta pendidikan karakter ini mempunyai fungsi dan tujuan, berikut fungsi dan tujuan pendidikan karakter :

a.    Fungsi Pendidikan Karakter

     Dalam TAP MPR No. II/MPR/1993, disebutkan bahwa pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu “manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja profesional, serta sehat jasmani rohani.”

       Hal tersebut juga tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang fungsi pendidikan nasional menyatakan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang kreatif dan bertanggungjawab.”

       Akan tetapi fungsi dari pendidikan karakter itu sendiri tidak sampai disitu saja, DIKTI 2010 menyatakan secara khusus bahwa pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama yaitu pembentukan dan pengembangan potensi, perbaikan dan penguatan, dan penyaring.

Dalam poin pendidikan karakter sebagai penyaring, artinya bahwa pendidikan karakter berfungsi sebagai pemilih suatu nilai-nilai budaya bangsa dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat.

Pendidikan karaakter sendiri yang tujuanya sebagai suatu pembentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, beraklhlak mulia, gotong royong, berjiwa politik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada tuhan yang maha esa berdasar pancasila.

b.    Tujuan Pendidikan Karakter

     Pendidikan memiliki tujuan yang sangat mulia bagi kehidupan manusia. Dan berkaitan dengan pentingnya diselenggarakan pendidikan karakter disemua lembaga formal. Berdasarkan uraian fungsi diatas maka pendidikan karakter memiliki tujuan yaitu:

1)      Membentuk Manusia Indonesia yang Bermoral

Pendidikan karakter memiliki peran yang sangat strategis bagi pembentukan karakter bangsa, mellaui pendidikan karakter inilah manusia indonesia dididik menjadi manusia yang utuh. Yaitu manusia yang tidak hanya mengedapankan intelegensinya namun juga mengedepankan kepribadian. Karena dalam menghadapi persaingan di masa yang akan datang dibutuhkan keduanya.

2)      Membentuk Manusia Indonesia yang Cerdas dan Rasional

Dengan pendidikan karakter dapat meningkatkan semua potensi kecerdasan manusia manusia Indonesia yang berkarakter sesuai dengan pilar-pilar pendidikan karakter dan juga dapat berpikir secara rasional mengenai permasalahan yang ada di sekitar, bangsa, maupun negara.

3)      Membentuk Manusia Indonesia yang Inovatif dan Suka Bekerja Keras

Pendidikan karakter diharapkan dapat membuat manusia Indonesia di masa yang akan datang memiliki daya fikir dan daya saing yang tinggi untuk hidup sejahtera dan sederajat dengan negara maju didunia.

4)      Membentuk Manusia Indonesia yang optimis dan Percaya Diri

Melalui pendidikan karakter, diharapkan manusia Indonesia memiliki sikap optimis dan percaya diri dalam menghadapi bernagai masalah dan persoalan baik individu maupun masyarakat. Terutama optimis dan percaya diri dalam menghadapi persaingan di era globalisasi khususnya dalam ruang lingkup regional yaitu masyarakat ekonomi ASEAN.

5)      Membentuk Manusia Indonesia yang Berjiwa Patriot

Melalui pendidikan karakter yang diberikan diharapkan iswa akan memilki jiwa patriotisme yaitu manusia yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan melalui sikap peduli yang muncul dalam kritik dan evaluasi

6)      Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran, dan berperilaku baik

Melalui pendidikan karakter, peserta didik di didik untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri peserta didik seperti berhati, berperilaku, dan berpikir yang baik melalui

7)      Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur

Melalui pendidikan karakter peserta didik dapat mengembangkan sikap kritis tentang multikultural. Sikap kritis yang dimaksudkan adalah bentuk sikap kita yang berupaya untuk merespon segala bentuk perbedaan dan keragaman dalam budaya, suku bangsa, kepribadian, ras, dan yang lainya sebagai bentuk penghormatan kita atas segala perbedaan tersebut.

8)      Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

Pendidikan karakter yang dilakukan dari berbagai mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

      Fungsi dan tujuan pendidikan karakter itu sendiri itu dicapai apabila pendidikan karakter dilakukan secara benar dan menggunakan media yang tepat. Tugas pendidik di semua jenjang pendidikan tidak terbatas pada pemenuhan otak anak dengan berbagai ilmu pengetahuan. Pendidik selayaknya mengajarkan pendidikan menyeluruh yang memasukkan beberapa aspek akidah dan tata moral. Oleh karenanya, pendidik harus mampu menjadikan perkataan dan tingkah laku anak didiknya di kelas menjadi baik yang pada akhirnya nanti akan tertanam pendidikan karakter yang baik dikelak kemudian hari. Masalah serius yang tengah dihadapi bangsa Indonesia adalah sistem pendidikan yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (afektif, empati, dan rasa). Proses belajar juga berlangsung secara pasif dan kaku sehingga menjadi tidak menyenangkan bagi anak. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar tahu). Semuanya ini telah membunuh karakter anak sehingga menjadi tidak kreatif. Padahal, pembentukan karakter harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan melibatkan aspek knowledge, feeling,  loving, dan acting.

 

D.     Pengintegrasian Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran

       Merespons sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi pekerti (pendidikan karakter), ter-utama melalui dua mata pelajaran Pen-didikan Agama dan Pendidikan Kewarga-negaraan, telah diupayakan inovasi pen-didikan karakter. Inovasi tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pe-lajaran. Integrasi yang dimaksud me-liputi pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajar-an yang memfasilitasi dipraktikkannya nilai-nilai dalam setiap aktivitas di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran.

2.      Pendidikan karakter juga diintegrasi-kan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik.

3.      Selain itu, pendidikan karakter dilak-sanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan di sekolah yang melibat-kan semua warga sekolah (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).

       Dari ketiga bentuk inovasi di atas, yang paling penting dan langsung ber-sentuhan dengan aktivitas pembelajaran sehari-hari adalah pengintegrasian pen-didikan karakter dalam proses pembelajar-an. Pengintegrasian pendidikan karakter melalui proses pembelajaran semua mata pelajaran di sekolah sekarang menjadi salah satu model yang banyak diterapkan. Model ini ditempuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah pendidik karak-ter (character educator). Semua mata pelajar-an juga disasumsikan memiliki misi dalam membentuk karakter mulia para peserta didik (Mulyasa, 2011:59). Di samping model ini, ada juga model lain dalam pendidikan karakter di sekolah, seperti model subject matter dalam bentuk mata pelajaran sen-diri, yakni menjadikan pendidikan karak-ter sebagai mata pelajatan tersendiri se-hingga memerlukan adanya rumusan ter-sendiri mengenai standar isi, standar kom-petensi dan kompetensi dasar, silabus, RPP, bahan ajar, strategi pembelajaran, dan penilaiannya di sekolah. Model ini tidak mudah diterapkan dan akan menambah beban peserta didik yang sudah diberi se-kian banyak mata pelajaran. Karena itulah, model integrasi pendidikan karakter dalam mata pelajaran dinilai lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan model subject matter.

Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah dilaksana-kan mulai dari tahap perencanaan, pelak-sanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih detail berikut ini:

1.      Tahap Perencanaan

       Pada tahap perencanaan yang mula-mula dilakukan adalah analisis SK/KD, pengembangan silabus berkarakter, pe-nyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan bahan ajar berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang ber-sangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. Guru dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam proses pembelajar-an.

       Secara praktis, pengembangan silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah dikembangkan sebelumnya dengan menambah komponen (kolom) karakter tepat di sebelah kanan komponen (kolom) Kompetensi Dasar atau di kolom silabus yang paling kanan. Pada kolom tersebut, diisi nilai(-nilai) karakter yang hendak diintegrasikan dalam pembelajar-an. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentu-kan melalui analisis SK/KD, tetapi dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi pem-belajaran). Setelah itu, kegiatan pembelajar-an, indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau dirumuskan ulang dengan penyesuaian terhadap karak-ter yang hendak dikembangkan. Metode menjadi sangat urgen di sini, karena akan menentukan nilai-nilai karakter apa yang akan ditargetkan dalam proses pembelajar-an.

       Sebagaimana langkah-langkah pe-ngembangan silabus, penyusunan RPP dalam rangka pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran juga di-lakukan dengan cara merevisi RPP yang telah ada. Revisi RPP dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a.       Rumusan tujuan pembelajaran direvi-si/diadaptasi. Revisi/adaptasi tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) rumusan tujuan pembelajaran yang telah ada direvisi hingga satu atau lebih tujuan pem-belajaran tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomoto-rik, tetapi juga afektif (karakter); dan ditambah tujuan pembelajaran yang dirumuskan untuk karakter.

b.      Pendekatan/metode pembelajaran di-ubah (disesuaikan) agar pendekatan/ metode yang dipilih selain memfasili-tasi peserta didik mencapai pengeta-huan dan keterampilan yang ditarget-kan, juga mengembangkan karakter.

c.       Langkah-langkah pembelajaran juga direvisi. Kegiatan-kegiatan pembelajar-an dalam setiap langkah/tahap pem-belajaran (pendahuluan, inti, dan pe-nutup), direvisi atau ditambah agar sebagian atau seluruh kegiatan pem-belajaran pada setiap tahapan mem-fasilitasi peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan dan mengembangkan ka-rakter. Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning), pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning), dan pembelajaran aktif.

d.      Bagian penilaian direvisi. Revisi di-lakukan dengan cara mengubah dan/ atau menambah teknik-teknik penilai-an yang telah dirumuskan. Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga se-cara keseluruhan teknik-teknik terse-but mengukur pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui per-kembangan karakter adalah observasi, Penilaian kinerja, penilaian antarteman,

dan penilaian diri sendiri. Nilai karak-ter sebaiknya tidak dinyatakan secara kuantitatif, tetapi secara kualitatif.

e.       Bahan ajar disiapkan. Bahan ajar yang biasanya diambil dari buku ajar (buku teks) perlu disiapkan dengan merevisi atau menambah nilai-nilai karakter ke dalam pembahasan materi yang ada di dalamnya. Buku-buku yang ada selama ini meskipun telah memenuhi sejumlah kriteria kelayakan buku ajar, yaitu ke-layakan isi, penyajian, bahasa, dan gra-fika, akan tetapi materinya masih be-lum secara memadai mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Apa-bila guru sekedar mengikuti atau melaksanakan pembelajaran dengan berpatokan pada kegiatan-kegiatan pembelajaran pada buku-buku tersebut, pendidikan karakter secara memadai belum berjalan. Oleh karena itu, sejalan dengan apa yang telah dirancang pada silabus dan RPP yang berwawasan pendidikan karakter, bahan ajar perlu diadaptasi.

 

2.      Pelaksanaan Pembelajaran

       Kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Sebagaimana disebutkan di depan, prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning disarankan diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut se-kaligus dapat memfasilitasi terinternali-sasinya nilai-nilai karakter pada peserta didik. Selain itu, perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik.

       Dalam pembelajaran ini guru harus merancang langkah-langkah pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik aktif dalam proses mulai dari pendahuluan, inti, hingga penutup. Guru dituntut untuk menguasai berbagai metode, model, atau strategi pembelajaran aktif sehingga lang-kah-langkah pembelajaran dengan mudah disusun dan dapat dipraktikkan dengan baik dan benar. Dengan proses seperti ini, guru juga bisa melakukan pengamatan sekaligus melakukan evaluasi (penilaian) terhadap proses yang terjadi, terutama terhadap karakter peserta didiknya.

 

3.      Evaluasi Pembelajaran

       Evaluasi atau penilaian merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Dalam pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif peserta didik, tetapi juga pencapaian afektif dan psikomorotik-nya. Penilaian karakter lebih mementing-kan pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilian yang di-lakukan guru bisa benar dan objektif, guru harus memahami prinsip-prinsip penilaian yang benar sesuai dengan standar penilai-an yang sudah ditetapkan oleh para ahli penilaian. Pemerintah (Kemdiknas/Kem-dikbud) sudah menetapkan Standar Pe-nilaian Pendidikan yang dapat dipedomani oleh guru dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pen-didikan. Dalam standar ini banyak teknik dan bentuk penilaian yang ditawarkan un-tuk melakukan penilaian, termauk dalam penilaian karakter. Dalam penilaian karak-ter, guru hendaknya membuat instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari penilaian yang subjektif, baik dalam bentuk instru-men penilaian pengamatan (lembar peng-amatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala Likert).

  

 

BAB III

PENUTUP

 

A.       Kesimpulan

1.        Pendidikan karakter adalah suatu sistem penamaan nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap tuhan yang maha esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun bangsa dan negara. Dan pendidikan karakter harus menjadi gerakan nasional yang menjadikan sekolah atau institusi pendidikan sebagai agen untuk membangun karakter peserta didik melalui pembelajaran dan pemodelan.

2.        Dalam Kebijakan Nasio-nal Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan bahwa karakter me-rupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Dari epat bagian itu dibentukalah nilai dasar endidikan karakter yaitu; religius, mandiri, gotong royong, nasionalis, integritas.

3.        Pijakan utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan pendidikan karakter ialah nilai moral universal yang dapat digali dari agama. Dengan ungkapan lain dalam upaya menerapkan pendidikan karakter guru harus berusaha menumbuhkan nilai-nilai tersebut melalui spirit keteladanan yang nyata, bukan sekedar pengajaran dan wacana.

4.        Pengintegrasian pendidikan karakter dapat dilakukan dengan tiga cara cara yaitu; Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pe-lajaran, diintegrasi-kan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik, pendidikan karakter dilak-sanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan di sekolah yang melibat-kan semua warga sekolah.

 

B.       Saran

Pada zaman globalisasi pendidikan karakter sangatlah penting, karena dengan bekal pendidikan karakter manusia dapat dibentuk sesuai nilali-nilai agama yang sopan santun. Pada masa ini pula peserta didik mulai sadar akan jati dirinya sebagai manusia yang mulai beranjak dewasa dengan berbagai problem yang menyertainya. Dengan berbekal nilai-nilai karakter mulia yang diperoleh melalui proses pembelajaran di kelas dan di luar kelas, peserta didik diharapkan menjadi manusia yang berkarakter sekaligus memiliki ilmu pengetahuan yang siap dikembangkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

 

close