Pengertian Ilmu Pendidikan, Tujuan, dan Fungsi
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakangMasalah
Pendidikan
berasal dari kata yunani paedagogie. Paedagogie akar katanya adalah Pais, yang
artinya anak, dan again yang terjemahannya adalah memimbing. Dengan demikian,
paedagogie berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Secara tidak langsung,
bimbingan yang diberikan kepada anak dapat berupa ilmu.
Secara
umum ilmu adalah suatu uraian yang tersusun dan lengkap tentang salah satu dari
keberadaan. Uraian yang tersusun dan yang lengkap tersebut itu adalah tentang
segi-segi dari keberadaan tertentu. Segi-segi tersebut saling berkaitan
mempunyai hubungan sebab akibat, tersusun logis dan diperoleh melalui cara atau
metode tertentu.
Ilmu
pendidikan atau faedah paedagogie ialah ilmu yang membicarakan masalah atau
persoalan dalam pendidikan atau dengan perkataan lain ilmu pendidikan adalah
suatu ilmu yang mempersoalkan pendidikan dan kegiatan mendidik.persoalan
persoalan pokok yang dibicarakan oleh ilmu pendidikan diantaranya adalah apakah
pendidikan , apakah tujuan pendidikan, siapakah anak didik, siapakah pendidik,
alat-alat pendidikan, bagaimankah melaksanankan pendidikan, bagaimanakah
seharusnya tujuan pendidikan.
Sebagai calon
pendidik dan mahasiswa dalam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
sangat diperlukan pengetahuan lebih mengenai bagaimana pengertian dan ruang
lingkup pendidikan, dalam hal ini yang dimaksud adalah konsep dasar ilmu
pendidikan. Ilmu pendidikan ini mestinya wajib dikuasi dan dipahami oleh
pendidik maupun calon pendidik. Karena masalah yang dihadapi calon pendidik
sekarang ini tidak hanya dari dalam dirinya sendiri , tetapi juga mengenai
masalah sistem pendidikan yang dihadapi saat ini. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk menulis makalah dengan judul konsep
dasar ilmu pendidikan.
B.
RumusanMasalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka muncul beberapa masalah
antara lain :
1.
Apa Pengertian Ilmu Pendidikan ?
2.
Apakah Tujuan Ilmu Pendidikan ?
3.
Apakah Fungsi Ilmu Pendidikan ?
C.
TujuanPenulisan
1.
Mahasiswa Dapat Memahami Pengertian Ilmu
Pendidikan
2.
Mahasiswa Dapat Memahami Tujuan Ilmu
Pendidikan
3.
Mahasiswa Dapat Memahami Fungsi Ilmu
Pendidikan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Pendidikan
Perkembangan pemikiran manusia dalam
memberikan batasan tentang makna dan pengertian pendidikan, setiap saat selalu
menunjukkan adanya perubahan. Perubahan itu didasarkan atas berbagai temuan dan
perubahan di lapangan yang berkaitan dengan semakin bertambahnya komponen
sistem pendidikan yang ada. Berkembangnya pola pikir para ahli pendidikan,
pengelola pendidikan dan pengamat pendidikan yang membuahkan teori-teori baru.
Kemajuan alat teknologi turut andil dalam mewarnai perubahan makna dan
pengertian pendidikan tersebut. Pada saat yang sama, proses pembelajaran dan
pendidikan selalu eksis dan terus berlangsung. Karena itu, bisa jadi pandangan
seseorang tentang makna atau pengertian pendidikan yang dianut oleh suatu
negara tertentu, pada saat yang berbeda dan di tempat yang berbeda makna dan
pengertian pendidikan itu justru tidak relevan. Namun demikian, selama belum
ada teori dan temuan baru tentang makna dan pengertian pendidikan, maka teori
dan temuan yang telah ada masih relevan untuk dimanfaatkan sebagai acauan[1][1].
Ilmu Pendidikan adalah dua kata yang
dipadukan, yakni Ilmu dan Pendidikan yang masing-masing memiliki
arti dan makna tersendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai
Pustaka disebutkan, bahwa Ilmu adalah Pengetahuan tentang sesuatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu[2][2].
Senada dengan Nur Ubiyati[3][3] yang
mengemukakan, bahwa Ilmu ialah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun
secara sistematis dan mempunyai metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah.
Ada lagi yang mengemukakan, bahwa Ilmu adalah suatu uraian yang tersusun
dengan lengkap tentang salah satu dari keberadaan. Uraian tersebut adalah
tentang segi-segi dari keberadaan tertentu. Segi-segi ini saling berkait,
mempunyai hubungan sebab akibat, tersusun logis dan diperoleh melalui cara atau
metode tertentu.
Endang
Saifuddin Anshari[4][4], mengatakan
bahwa Ilmu berasal dari kata bahasa Arab “‘Alima” yang memiliki
pengertian “Tahu”. Dan dalam bahasa Inggris dan Perancis disebut
dengan “Science”, dalam
bahasa Jerman “Wissenscaft” dan dalam bahasa Belanda “Wetenschap”.
Yang kesemuanya sama memiliki arti “tahu”. “Science” berasal “scio,
scire (bahasa Latin) yang berarti “tahu”. Jadi, baik “ilmu”
maupun “science” secara etimologis berarti “pengetahuan”.
Namun, secara terminologis “ilmu” dan “science” itu
semacan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri, tanda-tanda dan
syarat-syarat yang khas. Jadi, ilmu adalah semacam pengetahuan yang
mempunyai ciri, tanda dan syarat tertentu, yaitu sistematik, rasional, empiris,
umum dan kumulatif, lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai
hal-hal yang distudinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan pemikiran dan
penginderaan manusia.
Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag[5][5]
mengemukakan bahwa “Science is empirical, rational, general end cumulative;
and it is all four at once” (Ilmu ialah yang empiris, rasional, umum dan
terkumpul/tersusun; dan kesemuanya saling berkaitan).
Mohammad Hatta[6][6]
menjelaskan, bahwa tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun
menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurutnya bangunnya dari dalam.
Prof. Drs. Harsoyo[7][7]
menjelaskan, bahwa ilmu itu merupakan akumulasi pengetahuan yang
disistemasikan, juga merupakan pendekatan atau suatu metode pendekatan
terhadap seluruh dunia empiris, yaitu
dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya
dapat diamati oleh panca indera manusia. Dan merupakan suatu cara menganalisa
yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan sesuatu proposisi dalam
bentuk “jika ...., Maka ... “.
Berdasarkan uraian di atas, maka
bisa diambil suatu kesimpulan bahwa ilmu adalah usaha pemahaman manusia
yang disusun dalam satu sistema mengenai kenyataan, struktur, pembagian,
bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal-ihwal yang diselidiki (alam, manusia
dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu penginderaan
manusia itu, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimental[8][8]
Sedangkan arti Pendidikan,
sebagaimana uraian pada Bab I, bahwa pendidikan merupakan proses upaya
meningkatkan nilai peradaban individu atau masyarakat dari suatu keadaan
tertentu menjadi suatu keadaan yang lebih baik. Serta dalam Undang-undang
RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I Pasal 1
dikemukakan, bahwa Pendidikan
adalah usaha sadar dan terrencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan
dalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) Kata Pendidikan
diartikan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai
Pustaka menjelaskan, bahwa kata Pendidikan berasal dari kata dasar didik,
yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan arti dari Pendidikan
adalah Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan;
proses, cara, dan perbuatan mendidik[9][9].
Menurut
Redja Mudyahardjo[10][10], bahwa Ilmu
Pendidikan merupakan sebuah sistem pengetahuan tentang pendidikan
yang diperoleh melalui riset. Oleh karena pengetahuan yang dihasilkan riset
tersebut disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan, maka Ilmu Pendidikan
dapat pula dibataskan sebagai sebuah sistem konsep pendidikan yang dihasilkan
melalui riset. Dengan mengutip May Brodbeck dalam Ligic and
scientific Method in research, yang dimuat dalam Handbook of Research on
teaching, yang menjelaskan bahwa setiap ilmu berisi sejumlah besar istilah
yang disebut konsep, yang tidak lain merupakan apa yang kita pikirkan
berdasarkan pengalaman. Sehingga unsur yang menjadi isi setiap ilmu termasuk
Ilmu Pendidikan adalah konsep. Keseluruhan konsep yang menjadi isi
sebuah ilmu ditata secara sistematis menjadi suatu kesatuan. Sekelompok konsep
yang berkenaan dengan sekelompok hal, yang merupakan satu kesatuan disebut
skema konseptual. Dan setiap ilmu termasuk Ilmu Pendidikan, terbentuk dari
beberapa skema konseptual yang merupakan bagian-bagian atau komponen-komponen
isi ilmu. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa organisasi isi Ilmu Pendidikan,
sebagai sebuah sistem konsep, terbentuk dari unsur-unsur yang berupa
konsep-konsep tentang variabel-variabel pendidikan, dan bagian-bagian yang
berupa skema-skema konseptual tentang komponen-komponen pendidikan.
Menurut
Ngalim Purwanto[11][11], bahwa ada
dua istilah yang hampir sama bentuknya, yaitu Paedagogie dan Paedagogiek.
Paedagogie artinya pendidikan sedangkan Paedagogiek adalah
ilmu pendidikan. Paedagogiek atau ilmu pendidikan ialah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan
mendidik. Paedagogiek berasal dari bahasa Yunani, yakni Paedagogia
yang berarti ‘pergaulan dengan anak-anak’. Sedangkan Paedagogos
ialah ‘orang yang menjadi pelayan atau bujang pada zaman Yunani Kuno yang
pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah’. Selain
itu juga, di rumah anak-anak tersebut paedagogos selalu mengawasi dan
menjaga mereka. Jadi, pendidikan pada zaman Yunani Kuno diserahkan pada paedagogos.
Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya
membimbing, memimpin). Perkataan paedagogos yang mulanya berarti ‘rendah’
(pelayan, bujang), sekarang dipakai untuk pekerjaan mulia. Paedagoog
(pendidik atau ahli didik) ialah seseorang yang tugasnya membimbing anak
dalam pertumbuhanya agar dapat berdiri sendiri.
Hal ini
senada dengan Taqiyudin M.[12][12] Yang
menjelaskan, bahwa di lingkungan Yunani Kuno, terdapat dua kata yang memiliki
fungsi yang berbeda, yakni Paedagogie dan Andragogi. Kata Paedagogie
pada awalnya berarti “Pergaulan bersama anak-anak”. Arti ini bermula
dari cerita yang berkembang bahwa konon, di lingkungan masyarakat Yunani Kuno
terdapat seseorang atau sekelompok orang yang pekerjaan utamanya adalah
mengantar dan menjemput anak-anak sekolah. Karena setiap hari mereka bertemu
dan bergaul dengan anak majikannya itu, sehingga mereka makin tahu dan memahami
sifat, sikap dan karakter anak yang diantar jemputnya itu. Bahkan pergaulan
mereka tidak hanya pada saat-saat antar jemput saja, melainkan ketika mereka di
rumah majikannya pun ditugasi untuk membimbing dan mengawasi anak-anak
majikannya. Hasil dari pengetahuan dan pemahaman terhadap sikap, sifat dan
karakter anak majikannya itu, lama kelamaan mereka jadi dekat dan cenderung
menjadi orang tua kedua (second parent) baik di sekolah maupun di rumah.
Sehingga mereka lebih tahu tentang kemampuan, kemauan dan bakat ‘anaknya’
itu. Bekal inilah kemudian menjadikan
tugas mereka semakin banyak, yaitu antar jemput, mengawasi, membimbing dan
membelajari apa yang belum diketahui oleh anak majikannya. Sehingga sebutan
bagi mereka yang dekat dengan anak-anak dan mengetahui banyak tentang dunia
anak dalam bahasa Yunani kuno disebut agogos.
Lebih lanjut
Taqiyudin M.[13][13]
menjelaskan, bahwa kata Paedagogos terdiri dari dua kata, yakni ‘paedos’
yang berarti ‘anak’ dan ‘agoge’ yang berarti ‘saya membimbing’.
Karena itulah sehingga sistem pendidikan bagi anak-anak pada jaman Yunani Kuno
ditangani oleh para paedagog. Perkembangan berikutnya, pekerjaan para paedagog
ini tidak hanya bermanfaat bagi anak-anak, tetapi bermanfaat juga bagi orang
dewasa yang telah lanjut usia (adult). Dalam bahasa Yunani Kuno, orang
lanjut usia (lansia) disebut andra. Dan bagi lansia yang mendapat
bimbingan dari paedagog disebut andragogos yang berarti “pembimbingan
yang diberikan kepad orang dewasa”. Baik kata paedagogos maupun andragogos,
keduanya semakna dengan kata education dalam bahasa Inggris yang berarti
memberi peningkatan (to give rise to) dan mengembangkan (to
develop). Kata education dalam arti sempit adalah ‘suatu bentuk
proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan’.
Wasti
Sumanto dan Hendyat Soetopo[14][14] dengan
mengutip pendapat Crow&Crow menjelaskan, bahwa pendidikan adalah proses
pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan (insight) dan penyesuaian bagi
seseorang yang menyebabkan ia menjadi semakin berkembang.
Dan menurut
Good V. Carter[15][15] dalam bukunya ‘Dictionary of
Education’ menjelaskan, bahwa Pendidikan adalah:
“The
Aggragate of all the process by mean of wich a person develops abilities,
attitudas and other from of behavior of positive value in society in wich he
lives” (Kumpulan dari semua proses yang memungkinkan seseorang mengembangkan
kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk perilaku yang bernilai positif di dalam
masyarakat dimana ia hidup). Dan pada bagian lain di katakan, bahwa Pendidikan
itu adalah: “The social process by wich people are subjected to the
influence of a selected and controlled envirenment, so that they may attain
social competence and optimum individual development”. (Proses sosial ketika
seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
sehingga mereka dapat memperoleh kemampuan sosial dan perkembangan individu
secara optimal”.
Andrias
Harefa[16][16] dengan
mengutip perkataan Pater Drost, yang mengatakan, bahwa pendidikan kata Latin
untuk mendidik adalah educare yang berasal dari kata e-ducare yang
berarti menggiring ke luar. Jadi, educare dapat diartikan sebagai usaha
pemuliaan. Jadi, pemuliaan manusia atau pembentukan manusia. Maka proses
pendidikan sebagai proses pembentukan yang berbentuk proses informal. Tidak ada
pendidikan formal, karena itu tidak ada pendidikan formal, karena itu tidak
mungkin. Seluruh proses pemuliaan, ialah pembentukan moral manusia muda hanya
mungkin lewat interaksi informal antara dia dan lingkungan hidup manusia muda
itu. Jadi, kesimpulan yang paling mendasar, ialah bahwa lembaga pertama dan
utama pembentukan dan pendidikan adalah keluarga. Dan salah satu bantuan yang
diberikan kepada orang tua oleh
masyarakat adalah pembentukan manusia muda pada bidang intelektual. Dan proses
pembentuan ini berlangsung dalam lembaga yang disebut sekolah. Yang didalamnya
terdapat proses kegiatan belajar mengajar atau dengan kata lain pembiasaan atau
pembelajaran. Yang pembelajaran itu membantu pelajar mengembangkan potensi
intelektual yang ada padanya.
Selain itu
juga, banyak pakar pendidikan yang menjelaskan pengertian Pendidikan
diantaranya ada yang menjelaskan, bahwa pendidikan itu adalah segala usaha
orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan
jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan[17][17]. Senada
juga dengan pendapat bahwa pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai
suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum
dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Pendidikan juga bisa disebut sebagai usaha
manusia untuk menyiapkan dirinya untuk kehidupan yang bermakna[18][18].
Berdasarkan
uraian di atas, maka bisa diambil suatu pemahaman, bahwa Pendidikan itu
adalah suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak
yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, dan sebagai usaha manusia untuk
menyiapkan dirinya untuk kehidupan yang bermakna. Atau juga bisa diartikan
suatu usaha yang dilakukan orang dewasa dalam situasi pergaulan dengan
anak-anak melalui proses perubahan yang dialami anak-anak dalam bentuk
pembelajaran atau pelatihan dan perubahan itu meliputi pemikiran (kognitif),
perasaan (afektif) dan keterampilan (psikomotorik).
Dan Ilmu pendidikan adalah suatu kumpulan
pengetahuan atau konsep yang tersusun secara sistematis dan mempunyai
metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah yang menyelidiki, merenungkan
tentang gejala-gejala perbuatan mendidik atau suatu proses bantuan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaannya dalam rangka mempersiapkan dirinya untuk kehidupan yang bermakna.
B.
Tujuan Ilmu
Pendidikan
Tujuan
adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang
melakukan sesuatu kegiatan[19][19]. Dan tujuan
juga merupakan sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau
kegiatan selesai. Maka, pendidikan karena merupakan suatu usaha kegiatan yang
berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan
bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan
statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang,
berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya[20][20]
Sebagaimana
diuraikan di atas, bahwa pengertian Ilmu pendidikan adalah suatu kumpulan
pengetahuan atau konsep yang tersusun secara sistematis dan mempunyai
metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah yang menyelidiki, merenungkan
tentang gejala-gejala perbuatan mendidik atau suatu proses bantuan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaannya dalam rangka mempersiapkan dirinya untuk kehidupan yang bermakna.
Maka, tujuan dari ilmu pendidikan tidak jauh dari itu, yakni untuk menyelidiki,
merenungkan tentang pendidikan. Artinya,
dengan adanya ilmu pendidikan, maka diharapkan dalam rangka mengejawantahkan
sebuah usaha bimbingan dan arahan tentang perubahan perilaku pelaksana dan
objek pendidikan lebih terarah dan tepat sasaran sesuai dengan target yang
telah disepakati bersama.
Dengan
merujuk pada pengertiannya, maka tujuan ilmu pendidikan atau tujuan pendidikan bisa dilihat dalam
tiga bentuk[21][21]. Yakni:
1.
Tujuan
Pendidikan dalam arti luas.
Tujuan dalam
arti luas, setiap pengalaman belajar dalam hidup dengan sendirinya terarah (self-directed)
kepada pertumbuhan. Tujuan pendidikan tidak berada di luar pengalaman belajar,
tetapi terkandung dan melekat didalamnya. Misi atau tujuan pendidikan yang
tersirat dalam pengalaman belajar memberi hikmah tertentu bagi pertumbuhan
seseorang. Dengan demikian, pendidikan sebagai keseluruhan pengalaman belajar
dalam hidup berada dalam harmoni dengan cita-cita yang diharapkan oleh
kebudayaan hidup. Dengan demikian, dengan ditinjau dari tujuannya, maka
pendidikan dalam arti luas adalah pertumbuhan. Oleh karena setiap pengalaman
belajar tersirat tujuan pendidikan tertentu, dan pengalaman belajar yang sama
tidak selamanya mempunyai tujuan yang memberikan hikmah yang sama bagi setiap
orang, serta pendidikan adalah keseluruhan pengalaman belajar yang beraneka
ragam, maka jumlah tujuan dalam pendidikan menjadi tidak terbatas (open-ended).
Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar harus begini (atau begitu), akan
tetapi ditentukan sendiri oleh pengalam-pengalaman belajar yang beraneka ragam
hikmahnya bagi pertumbuhan yang mengandung banyak kemungkinan. Semuanya itu
menyebabkan tujuan-tujuan dalam keseluruhan pengalaman belajar menjadi tidak
terbatas dan tidak direkayasa dari luar prose yang terjadi dalam
pengalaman-pengalam belajar itu sendiri.
2.
Tujuan
Pendidikan dalam arti sempit.
Dalam
pengertian sempit, tujuan pendidikan tidak melekat bersatu dalam setiap proses
pendidikan, tetapi dirumuskan sebelum proses pendidikan berlangsung, dengan
demikian di luar proses pendidikan. Selain itu, rumusannya membatasi diri pada
penguasaan kemampuan-kemampuan tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas-tugas hidup kelak dikemudian hari. Sehubungan dengan hal itu, maka
pendidikan merupakan penyiapan seseorang untuk dapat memainkan peranan secara
tepat dalam melaksanakan tugas-tugas hidupnya, baik dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pekerja (occupation-oriented), maupun tugas hidup sebagai
manusia (training for life). Jadi jelas, bahwa tujuan pendidikan
terbatas atau dalam arti semit pada penguasaan pengetahuan, keterampilan dan
sikap tertentu yang sesuai dengan jenis peranan professional dan sosial yang
diharapkan dapat dimainkan dengan tepat.
3.
Tujuan
Pendidikan dalam arti luas terbatas.
Tujuan
pendidikan dalam arti luas terbatas, mencakup tentang tujuan-tujuan pendidikan yang
bersifat sosial, yakni tujuan pendidikan yang menggambarkan peranan pendidikan
dalam memelihara dan membangun kehidupan bersama dalam bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Dengan kata lain, tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat sosial
menyatakan fungsi atau sumbangan hasil pendidikan dalam bentuk orang-orang
terpelajar dalam usaha memelihara dan membangun kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, tujuan-tujuan yang bersifat sosial
merupakan tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat strategis atau makro.
Sedangkan
fungsi dari tujuan itu sendiri adalah untuk mengetahui: 1) Mengakhiri usaha;
2) Mengarahkan usaha; 3) Merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan
lain, baik merupakan tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari
tujuan pertama, dan 4) Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu. Dalam
hal ini, ada dua macam tujuan yaitu Tujuan Sementara dan Tujuan
Akhir[22][22].
Sehubungan
dengan hal itu maka tujuan mempunyai arti yang sangat penting bagi keberhasilan
sasaran yang diinginkan, arah atau pedoman yang harus ditempuh, tahapan sasaran
serta sifat dan mutu kegiatan yang dilakukan. Karena itu kegiatan yang tanpa
disertai tujuan sasarannya akan kabur, akibatnya program dan kegiatannya
sendiri akan menjadi acak-acakan[23][23].
Adapun
tujuan dari pendidikan itu sendiri adalah untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Usaha untuk mencapai tujuan
pendidikan tersebut merupakan tugas orang tua dalam keluarga di rumah, guru di
sekolah, dan masyarakat. Dalam hal ini, Sekolah sebagai salah satu lembaga
pendidikan formal mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu dan
membimbing anak ke arah kedewasaan dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat
yang berguna. Dan Guru merupakan salah satu komponen penting dalam menciptakan
situasi kelas di sekolah agar menyenangkan dan menarik bagi seluruh siswa,
sehingga tercipta proses belajar mengajar yang komunikatif serta meningkatkan
hasil belajar yang lebih baik pada diri siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Selain itu
juga, guru sebagai tenaga pendidikan memiliki tanggung jawab terhadap peserta
didiknya agar sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional. Sebagaimana tertuang di
dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II
pasal 3 yang berbunyi:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka
dapat dipahami, bahwa tujuan
Pendidikan Nasional itu adalah meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpengetahuan, terampil,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
pribadi yang mantap, mandiri dan bertanggung jawab, baik secara pribadi
maupun sebagai anggota masyarakat. Sedangkan untuk mencapai pendidikan
yang berkualitas, sudah barang tentu banyak faktor yang harus mendukung ke arah
sana.
Ngalim Purwanto[24][24] menjelaskan, bahwa dengan meruntut
pada pengertian Pendidikan, yakni pimpinan orang dewasa terhadap anak dalam
perkembangannya ke arah kedewasaan. Maka disini jelas, bahwa tujuan umum dari
pendidikan ialah membawa anak kepada kedewasaannya, yang berarti bahwa ia harus
dapat menentukan diri sendiri dan bertanggung jawab sendiri. Anak harus dididik
menjadi orang yang sanggup mengenal dan berbuat menurut kesusilaan. Orang
dewasa adalah orang yang sudah mengetahui dan memiliki nilai-nilai hidup,
norma-norma kesusilaan, keindahan, keagamaan, kebenaran dan hidup sesuai dengan
nilai-nilai dan norma-norma itu. Dan yang perlu
dan harus diingat ialah si pendidik sendiri harus telah memiliki dan
menentukan tujuan hidupnya sendiri. Oleh karenanya, tujuan pendidikan
berhubungan erat dengan tujuan dan pandangan hidup si pendidik itu sendiri.
Sedangkan pendidikan yang
berkualitas memiliki ciri-ciri sebagai berikut[25][25]:
1.
Peserta
didik menujukkan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar
yang harus dikuasainya sesuai dengan sasaran dan tujuan pendidikan, diantaranya
hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi belajar.
2.
Hasil
pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, bukan hanya mengetahui
sesuatu melainkan dapat melakukan sesuatu yang fugsional untuk kehidupan.
3.
Hasil
pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia kerja
Ada juga yang berpendapat, bahwa
Pendidikan yang berkualitas adalah dalam proses pembelajaran pengetahuan yang
diperoleh siswa tidak melalui pemberian informasi melainkan melalui proses
pemahaman tentang bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Dengan demikian, yang
diutamakan bukanlah apa yang harus diketahui oleh siswa, akan tetapi bagaimana
proses mengetahuinya atau daya alih untuk menggali dari atau mendapatkan
pengetahuan dan informasi yang diinginkan (learning how to learn)[26][26].
Pendidikan merupakan suatu proses
pembinaan terhadap seluruh aspek kepribadian manusia ke arah terciptannya
kematangan dan kedewasaan dalam segi mental dan emosional. Tarap kematangan
tersebut meliputi, taraf pengetahuan (kognitif), kesehatan jasmani
dengan memiliki keterampilan hidup (psikomotorik) dan aspek kesehatan
rohani yang berkaitan dengan perasaan jiwa untuk termotivasi meningkatkan
kematangannnya dalam mencapai kedewasaan serta kepribadian yang mantap dan
mandiri dan memiliki rasa tanggung jawab (afektif)
Dari keseluruhan proses pendidikan
di sekolah yang terdiri dari komponen guru, siswa, metode, materi, kurikulum,
dan evaluasi, kegiatan belajar mengajar merupakan komponen manusia aktif dan
dinamis dalam proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini mengandung pengertian,
bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung bagaimana
Proses Belajar Mengajar yang dialami siswa sebagai subjek dan objek pendidikan,
guru dan segenap komponen lainnya yang merupakan potensi pendukung bagi
terciptanya poses belajar mengajar yang optimal.
Dalam konsep pendidikan sekarang
ini, guru sebagai motivator, fasilitator, administator, dinamisator,
evaluator, dan sebagai manager Proses Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) yang
siap membawa siswanya ke arah tujuan yang diharapkan, yakni meningkatkan
prestasi kognitif, afektif serta psikomotorik dalam belajarnya. Dengan demikian, siswa merupakan faktor dari setiap Kegiatan Belajar
Mengajar.
Dalam bagian
ini, dengan berdasarkan pada uraian di atas, maka tujuan pendidikan dibagi
menjadi beberapa bagian dengan melihat dari sisi segi pembidangannya. Tujuan
Pendidikan dapat dibedakan dalam dua macam[27][27], yaitu:
1. Tujuan Umum
Pendidikan atau Tujuan Akhir Pendidikan. Yakni, Tujuan yang tertuju pada tujuan hidup.
2. Tujuan Khusus
Pendidikan. Tujuan ini dapat dibedakan menjadi:
a. Tujuan Pendidikan tak lengkap, berkenaan dengan aspek-aspek kepribadian
yang ingin dicapai. Dan tujuan ini dapat dibedakan menjadi:
- Tujuan Pendidikan Jasmani;
- Tujuan Pendidikan Kognitif;
- Tujuan Pendidikan katerampilan.
b. Tujuan Pendidikan Sementara berkenaan dengan masa-masa pendidikan
institusional, berkenaan dengan tujuan kelmbagaan pendidikan; dan tujuan ini
dapat dibedakan menjadi:
- Tujuan pendidikan Balita;
- Tujuan Pendidikan Kanak-kanak;
- Tujuan Pendidikan anak sekolah;
- Tujuan pendidikan remaja;
- Tujuan pendidikan orang dewasa.
c. Tujuan pendidikan instituional, berkenaan dengan penguasaan materi
pelajaran atau jenis tingkah laku. Dan tujuan institusional ini dapat dibedakan
menjadi:
- Tujuan Pendidikan nasional
- Tujuan pendidikan sekolah
- Tujuan Pendidikan satuan
pendidikan luar sekolah.
d. Tujuan instruksional dapat dibedakan menjadi:
- Tujuan Kurikulum, dan
- Tujuan Insidental atau tujuan
yang terdapat dalam setiap kegiatan pendidikan.
Hal senada
diungkapkan Ngalim Purwanto[28][28] dengan mengutip Langeveld dalam bukunya Beknopte Theorestische
Paedagogiek, yang mengutarakan macam-macam tujuan pendidikan, yakni: 1)
Tujuan Umum; 2) Tujuan-tujuan tak sempurna (tak lengkap); 3) tujuan-tujuan
sementara; 4) Tujuan-tujuan perantara, dan 5) Tujuan insidental.
1. Tujuan umum.
Tujuan ini
disebut juga dengan tujuan sempurna, tujuan terakhir atau tujuan bulat. Tujuan
umum ini adalah tujuan dalam pendidikan yang seharusnya menjadi tujuan orang
tua atau lain-lain pendidik, yang telah ditetapkan oleh pendidik dan selalu
dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang terdapat pada anak didik itu
sendiri dan dihubungkan dengan syarat-syarat dan alat-alat untuk mencapai
tujuan umum itu. Tujuan ini tidak akan dan tidak
dapat selalu diingat oleh si pendidik di dalam melaksanakan pendidikannya. Maka
itulah tujuan umum itu selalu dilaksanakan dalam bentuk-bentuk yang khusus
(diperkhususkan), karena mengingat keadaan-keadaan dan faktor-faktor yang
terdapat pada anak didik sendiri dan lingkungannya, seperti:
1) Sifat pembawaan
anak didik: umurnya dan jenis kelaminnya watak dan kecerdasannya;
2) Kemungkinan-kemungkinan
dan kesanggupan-kesanggupan keluarga anak didik itu, miskin atau kaya,
terpelajar atau tidak, dan lain-lain. Termasuk keadaan masyarakatnya,
terbelakang atau tidaknya dalam hal adat-istiadat, pola pikirnya terbelakang
(primitif) atau sudah maju (berkembang) menghambat atau tidaknya dan lain
sebagainya.
3) Tempat dalam
masyarakat yang menjadi tujuan anak didik itu. Jabatan-jabatan,
pekerjaan-pekerjaan, dan fungsi-fungsi masyarakat apakah yang diperlukan ?
Pertanian, perindustrian, perekonomian, pemerintahan, perdagangan dan
sebagainya adalah lapangan-lapangan kemasyarakatan yang memerlukan
syarat-syarat tertentu dari tiap-tiap orang. Dengan kata lain, tidak kepada semua anggota masyarakat meminta
syarat-syarat yang sama.
4) Tugas
badan-badan dan tempat pendidikan. Keluarga atau rumah tangga, sekolah,
badan-badan keagamaan, badan-badan sosial, dan sebagainya sudah tentu mempunyai
tugas yang berbeda-beda dalam mendidik anak-anak. Masing-masing akan
memperhatikan kepribadian anak didik dari sudutnya sendiri-sendiri.
5) Tugas negara
dan masyarakat disini dan sekarang. Tugas suatu bangsa atau umat manusia di
dalam suatu negara yang dijajah atau yang sudah merdeka berlainan. Demikian
pula, keadaan bangsa dan umat manusia dahulu berbeda dengan sekarang. Maka dari itu, tujuan sempurna dengan sendirinya mengalami penentuan yang
berlainan pula.
6) Kemampuan-kemampuan
yang ada pada pendidik sendiri. Si pendidik turut menentukan arah tujuan
pendidikan. Demikian pula, kecakapan-kecakapan, kesanggupan, pengetahuan dan
kehidupan si pendidik itu. Tujuan umum ini dengan demikian harus ditentukan
yang sungguh-sungguh konkret dengan memperhitungkan dan memperhatikan segala
kenyataan.
2. Tujuan-Tujuan
tak sempurna
Yang dimaksud
dengan tujuan tak sempurna atau tak lengkap ini adalah tujuan-tujuan yang
mengenai segi-segi kepribadian manusia yang tertentu yang hendak dicapai dengan
pendidikan itu. Yakni segi-segi yang berhubungan dengan nilai-nilai hidup yang
tertentu, seperti keindahan, kesusilaan, keagamaan, kemasyarakatan dan seksual.
Oleh karena itu, kita dapat juga mengatakan, pendidikan keindahan, pendidikan
kesusilaan, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan intelektual, dan lain-lain
yang masing-masing dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang terkandung di dalam
masing-masing seginya. Tujuan ini
bergantung pada tujuan umum dan tidak bisa dipisahkan. Bila terpisah maka
menjadi berat sebelah, dan berarti tidak mengakui kepribadian manusia
sebulat-bulatnya. Ingatlah bahwa pendidikan hendaklah harmonis.
3. Tujuan-tujuan
sementara
Tujuan
sementara ini merupakan tempat-tempat perhentian sementara pada jalan yang
menuju ke tujuan umum, seperti anak-anak dilatih untuk belajar kebersihan,
belajar berbicara, belajar berbelanja, dan belajar bermain-main bersama
teman-temannya. Tujuan sementara ini merupakan
tingkatan-tingkatan untuk menuju kepada tujuan umum. Untuk mencapai
tujuan-tujuan sementara itu di dalam praktik harus mengingat dan memperhatikan
jalannya perkembangan pada anak. Untuk ini maka perlulah psikologi perkembangan
4. Tujuan-tujuan
perantara
Tujuan ini
bergantung pada tujuan-tujuan sementara. Umpamanya, tujuan sementara ialah si anak harus belajar membaca dan
menulis. Estela ditentukan untuk apa belajar membaca dan menulis itu, maka
dapat diambil sebagai acuan penentuan tujuan perantara, yakni penentuan metode
mengajar dan metode membaca. Nah metode mengajar dan membaca itu
adalah termasuk tujuan sementara.
5. Tujuan Insidental
Tujuan ini
hanya sebagai kejadian-kejadian yang merupakan saat-saat yang terlepas pada
jalan yang menuju kepada tujuan umum. Sebagai contoh, seorang ayah memanggil
anaknya supaya masuk ke dalam rumah, agar mereka tidak menjadi terlalu lelah,
atau untuk makan bersama-sama; ayah itu menuntut supaya perintahnya itu
ditaati. Tetapi, dalam situasi yang lain mungkin si ayah itu akan mengurangi
tuntutan ketaatan itu hanya bersikap netral saja. Nyatalah, bahwa di dalam
tiap-tiap situasi ada tujuan-tujuan terpisah yang kita laksanakan, meskipun
tujuan-tujuan itu masih ada hubungannya dengan tujuan umum. Tetapi, jika yang
dimaksud oleh si ayah tadi, ialah agar anaknya mempunyai kebiasaan-kebiasaan
tetap untuk makan bersama-sama keluarga sehingga dengan demikian, bermaksud
pula untuk memperkuat rasa sama-sama terikat dalam ikatan keluarga, maka hal
itu dapatlah dipandang sebagai tujuan perantara.
Senada dengan
Nur Uhbiyati[29][29] dengan mengutip pendapat Prof. H.M. Arifin M.Ed. yang membedakan antara
tujuan dengan teoritik dan tujuan dalam proses, mengenai tujuan teoritik ini
terdiri dari berbagai tingkat antara lain:
6. Tujuan Intermediair, Tujuan
Akhir, dan Tujuan Insidental:
a. Tujuan
intermediair yaitu tujuan yang merupakan
batas sasaran kemampuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan pada tingkat
tertentu;
b. Tujuan Akhir adalah realisasi dari pendidikan
itu sendiri;
c. Tujuan
insidental, adalah meupakan peristiwa
tertentu yang tidak direncanakan akan tetapi dapat dijadikan sasaran dari
proses pendidikan pada tujuan intermediair.
7. Dilihat dari
segi pendekatan sistem intruksional dapat dibedakan menjadi:
a. Tujuan
Intruksional Khusus, diarahkan pada setiap bidang
studi yang harus dikuasai dan diamalkan oleh anak didik;
b. Tujuan
Intruksional Umum, diarahkan pada penguasaan atau
pengamalan suatu bidang studi secara umum atau garis besarnya sebagai suatu
kebulatan;
c. Tujuan
Kurikuler, yaitu ditetapkan untuk dicapai
melalui garis-garis besar program pengajaran (GBPP) di tiap institusi (lembaga)
pendidikan;
d. Tujuan
Intruksional, adalah tujuan yang harus
dicapai menurut program pendidikan ditiap sekolah atau lembaga pendidikan
tertentu secara bulat atau terminal seperti tujuan institusional SMTP/SMTA atau
STM/SPG (tujuan terminal).
e. Tujuan Umum, atau Tujuan Nasional, adalah cita-cita hidup yang ditetapkan untuk
dicapai melalui proses kependidikan dengan berbagai cara atau sistem, baik
sistem formal (sekolah), sistem non formal (non klasikal dan non kurikuler),
maupun sistem informal (yang tidak terkait oleh formalitas program waktu, ruang
dan materi).
8. Ditinjau dari
segi pembidangan tugas dan fungsi manusia secara filosofis, maka tujuan
pendidikan dapat dibagi menjadi tiga macam, yakni:
a. Tujuan
Individual, yaitu suatu tujuan yang
menyangkut individu, melalui proses belajar dalam rangka mempersiapkan dirinya
dalam kehidupan dunia akhirat;
b. Tujuan Sosial, yaitu suatu tujuan yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat sebagai
keseluruhan, dan dengan tingkah laku masyarakat umumnya serta dengan
perubahan-perubahan yang diinginkan pada pertumbuhan pribadi, pengalaman dan
kemajuan hidupnya.
c. Tujuan Professional, yaitu suatu tujuan yang menyangkut pengajaran sebagai ilmu, seni dan
profesi serta sebagai suatu kegiatan dalam masyarakat.
9. Ditinjau dari
segi pelaksanaannya, maka tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Tujuan Operasional.
Tujuan Operasional, yaitu suatu tujuan yang dicapai menurut program yang telah
ditentukan/ditetapkan dalam kurikulum. Akan tetapi adakalanya tujuan fungsional
belum tercapai karena beberapa sebab, misalnya produk kependidikan belum siap
dipakai dilapangan karena masih memerlukan latihan keterampilan tentang bidang
keahlian yang hendak diterjuni, meskipun secara operasional tujuannya telah
tercapai.
b. Tujuan
Fungsional,
Tujuan
Fungsional, yaitu tujuan yang telah dicapai
dalam arti kegunaannya baik dari aspek teoritis maupun aspek praktis, meskipun
kurikulum secara operasional belum tercapai. Misalnya, produk kependidikan
telah mencapai keahlian teoritis ilmiah dan juga kemampuan/keterampilan yang
sesuai dengan bidangnya, akan tetapi dari aspek administrasi belum selesai.
Oleh karena itu, produk kependidikan yang paripurna adalah bilamana dapat
menghasilkan anak didik yang memiliki kemampuan teoritis dan sekaligus memiliki
kemauan praktis atau teknis operasional. Anak didik berarti telah siap dipakai
dalam bidang keahlian yang dituntut oleh dunia kerja dan lingkungannya.
Berbeda dengan
Zakiah Daradjat[30][30] yang membagi tujuan itu kepada empat bagian: 1) Tujuan Umum; 2) Tujuan
Akhir; 3) Tujuan Sementara, dan 4) Tujuan Operasional.
1) Tujuan umum.
Tujuan Umum
ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan
pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan
yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan
Umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi,
dengan kerangka yang sama. Cara atau alat yang paling efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan pendidikan dalah pengajaran. Karena itu pengajaran sering
diidentikkan dengan pendidikan, meskipun kalau istilah ini sebenarnya tidak
sama. Pengajaran ialah poros membuat jadi terpelajar (tahu, mengerti, ahli;
belum tentu menghayati dan meyakini); sedang pendidikan adalah membuat orang
jadi terdidik (mempribadi, menjadi adat kebiasaan).
Dan Tujuan Umum
ini harus dikaitkan dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan itu. Dan Tujuan Umum ini tidak dapat dicapai kecuali setelah melalui
proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan
kebenarannya. Tahap-tahapan dalam mencapai tujuan itu pada pendidikan formal
dirumuskan dalam bentuk tujuan kulikuler yang selanjutnya dikembangkan dalam
Tujuan Instruksional.
2) Tujuan Akhir.
Dalam hal ini,
karena Zakiah Daradjat membahas dalam bidang Ilmu Pendidikan Islam, maka beliau
membahas secara khusus tentang tujuan akhir ini, yang dalam hal ini beliau
menjelaskan secara khusus, bahwa Tujuan Akhir dari pendidikan Islam itu
berlangsung selama hidup. Dan hal ini senada dengan pendapat para pakar
pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan itu adalah tidak terbatas oleh
waktu, artinya pendidikan itu sepanjang masa/seumur hidup (long life
education). Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa Tujuan Umum yang berbentuk
insan kamil (Manusia sempurna) dengan pola taqwa dapat mengalami perubahan
naik-turun. Bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan.
Lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam
itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara
dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai.
3) Tujuan
Sementara
Tujuan
Sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah
pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
Tujuan Operasional dalam bentuk Tujuan Instruksional yang dikembangkan menjadi
Tujuan Instruksional Umum dan Khusus (TIU dan TIK), dapat dianggap tujuan
sementara dengan sifat yang agak berbeda.
4) Tujuan
Operasional.
Tujuan
Operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan
pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang
sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut
Tujuan Operasional. Dalam pendidikan formal, Tujuan Operasional ini disebut
juga Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan Instruksional Khusus (TIU dan TIK). Tujuan Instruksional ini merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan
dalam unit-unit kegiatan pengajaran.
Dalam Tujuan
Operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan
keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat
penghayatan dan kepribadian. Untuk tingkat yang paling rendah, sifat yang
berisi kemampuan dan keterampilanlah yang ditonjolkan. Misalnya, ia dapat
berbuat, terampil melakukan, lancar mengucapkan, mengerti, memahami, meyakini
dan menghayati adalah soal kecil.
Dari uraian di
atas dan dari macam-macam tujuan tersebut di atas, dapat dicapai dengan nyata.
Adapun bagaimana menetapkan tujuan-tujuan itu dan bagaimana cara
melaksanakannya adalah tugas paedagogik praktis. Dan dengan memperhatikan
tujuan-tujuan di atas, dan hubungan-hubungannya satu sama lain, hal ini untuk
mempermudah usaha kita dalam memahami pekerjaan mendidik dan memungkinkan kita
untuk meninjau apa yang dianjurkan oleh aliran-aliran modern atau aliran-aliran
kuno dalam pendidikan. Sedangkan Tujuan Umum itu bermuara dalam pandangan hidup
yang mendukung sebagai pondasi awalnya[31][31].
C.
Fungsi Ilmu
Pendidikan
Hasil ilmu
pendidikan adalah konsep-konsep ilmiah tentang aspek-aspek dan dimensi-dimensi
pendidikan sebagai salah satu gejala kehidupan manusia. Konsep-konsep tersebut
sangat berguna untuk meningkatkan pemahaman kita tentang berbagai aspek dan
dimensi pendidikan. Pemahaman tersebut secara potensial dapat dipergunakan
untuk lebih mengembangkan konsep-konsep ilmiah pendidikan, baik dalam arti
meningkatkan mutu (validitas dan signifikansi) konsep-konsep ilmiah pendidikan
yang telah ada, maupun melahirkan atau menciptkan konsep-konsep baru, yang
secara langsung atau tidak langsung bersumber pada konsep-kosnep ilmiah pendidikan
yang telah ada. Dengan kata lain, pemahaman terhadap konsep-konsep ilmiah
pendidikan secara potensial mempunyai nilai kegunaan untuk mengembangkan isi
dan metode Ilmu Pendidikan. Di samping itu, secara potensial dapat pula
membantu meningkatkan wawasan dan keyakinan diri kita, baik sebagai ahli
pendidikan atau teoretikus pendidikan maupun sebagai praktisi pendidikan
(pendidik dan pengelola pendidikan). Dengan kata lain, secara potensial dapat
turut serta mengembangkan mutu profesional teoritikus dan praktisi pendidikan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
Makalah Ilmu Pendidikan ini dapat ditarik kesimpulan, yaitu;
1. Ilmu
pendidikan adalah suatu ilmu yang mempersoalkan pendidikan dan kegiatan
mendidik.persoalan persoalan pokok yang dibicarakan oleh ilmu pendidikan
diantaranya adalah apakah pendidikan , apakah tujuan pendidikan, siapakah anak
didik, siapakah pendidik, alat-alat pendidikan, bagaimankah melaksanankan
pendidikan, bagaimanakah seharusnya tujuan pendidikan.
2. Tujuan
Ilmu Pendidikan adalah meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpengetahuan, terampil,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
pribadi yang mantap, mandiri dan bertanggung jawab, baik secara pribadi
maupun sebagai anggota masyarakat.
3. Fungsi Ilmu
Pendidikan adalah meningkatkan wawasan dan keyakinan diri kita, baik sebagai
ahli pendidikan atau teoretikus pendidikan maupun sebagai praktisi pendidikan
(pendidik dan pengelola pendidikan).
B. SARAN
Adapun
saran yang diharapkan pemakalah agar
pendidikan menjadi pusat pengembangan ilmu, teknologi, dan seni yang
unggul ditingkat internasional dengan berlandaskan pada nilai-nilai budaya
luhur nasional dengan cara antara lain:
1. Menciptakan
pendidikan dan pengajaran yang menuntut pengembangan guru maupun kemandirian
mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
2. Mengembangkan ilmu penelitian yang mengarah pada penemuan baru dibidang ilmu, teknologi dan seni untuk sistem pendidikan yang lebih maju.
Posting Komentar untuk "Pengertian Ilmu Pendidikan, Tujuan, dan Fungsi"