Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hak-Hak Anak Sebagai Korban Bencana Alam

Hak-Hak Anak Sebagai Korban Bencana Alam

Berdasarkan data yang dikeluarkan dalam Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia menjadi negara di dunia yang paling rawan bencana, Hal ini juga dapat dihitung dari jumlah populasi yang terancam risiko kehilangan nyawa bila bencana alam terjadi. Selaras dengan data tersebut, Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, dan gunung berapi. Selain itu, Negara seribu pulau ini pun menduduki peringkat ketiga untuk ancaman gempa dan peringkat keenam untuk ancaman banjir.

Ancaman tersebut tidak terlepas dari posisi geografis Indonesia yang terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia, yaitu Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Sebagai negara dengan populasi yang terhitung tinggi, pemerintah diharapkan dapat membuat susunan rencana dan strategi dalam menghadapi hingga menanggulangi bencana alam untuk memperkecil dampak yang akan terjadi.

Pada fenomena bencana alam yang sudah terjadi di Indonesia, salah satu kelompok paling rentan terdampak bencana alam adalah anak-anak. Hal tersebut didasarkan oleh ketidaksiapan anak-anak baik secara fisik dan mental yang masih dalam masa pertumbuhan dan bergantung pada orang dewasa. Selain itu, kejadian bencana dapat meyisakan efek traumatis yang mengerikan bagi anak. Tentunya harus ada penanganan serius dari dampak tersebut, guna menyembuhkan duka serta mencegah lebih jauh dampak yang timbul dalam diri anak di masa pertumbuhannya.

Situasi pasca bencana juga membuat pengawasan dan penanggulangan dari orang tua terhadap anak menjadi sangat minim. Mengingat situasi yang serba darurat membuat orang tua yang juga merupakan korban kehilangan kemampuan penuh untuk dapat mengasuh dan membimbing anak-anak dalam masa penyembuhan pasca bencana. Dalam hal ini, tentu negara diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan yang dibutuhkan anak-anak korban bencana alam. Secara konstitusi, Indonesia mengatur hal tersebut dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak, dimana upaya penanganan anak yang terdampak bencana dalam keadaan darurat (termasuk di dalamnya bencana alam) secara khusus adalah termasuk dalam aktivitas-aktivitas perlindungan anak.

Pada tingkat internasional, hak anak sebagai korban bencana alam telah disepakati pada sebuah konvensi hak anak yang selanjutnya menjadi acuan dalam setiap upaya perlindungan anak yang kemudian diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990.

Secara umum, anak memiliki hak khusus selama masa tanggap darurat, dan terdapat lima pengelompokan hak anak yang harus dipenuhi dalam konteks tahap tanggap darurat yang mengacu kepada Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak, yaitu:

1. Hak Sipil dan Kemerdekaan

Terdapat dua hak dasar yang harus diperhatikan terkait dengan hak sipil dan kemerdekaan pada masa tanggap darurat, yaitu:

a. Hak atas pencatatan kelahiran dan identitas (KHA Pasal 7 dan UUPA Pasal 5)

Situasi darurat dapat menyebabkan masyarakat tidak dapat mengamankan harta benda dan dokumen-dokumen berharga, salah satunya akta kelahiran anak. Dalam hal ini negara wajib melindungi dan menjamin pencatatan darurat untuk memenuhi kebutuhan anak akan hak identitas mereka.

b. Hak atas kebebasan beragama (KHA Pasal 27)

Pasca bencana, bantuan datang tidak hanya dalam bentuk materi dan kebutuhan pokok, akan tetapi juga diiringi dengan bantuan yang bersifat dukungan psikologis. Dalam hal ini, bantuan psikologis harus ditujukan kepada semua anak tanpa memandang keyakinan dan agama. Setiap program yang dilakukan pada masa tanggap darurat haruslah menghormati keyakinan dan agama korban termasuk anak. Negara berkewajiban untuk menjamin perlindungan anak, dimana program yang dilaksanakan tidak dijadikan media untuk mengubah keyakinan anak.

2. Hak Untuk Tidak Dipisahkan dan Penyatuan Kembali dengan Orang Tua (KHA Pasal 9 dan Pasal 10, UUPA Pasal 7)

Bencana alam memungkinkan anak terpisah dari orangtuanya. Oleh karena itu prioritas utama program yang harus dijamin oleh negara adalah program reunifikasi atau mempertemukan anak dengan orang tua dan keluarganya, yang tercatat selamat dalam bencana alam tersebut sebelum dilakukan program pengadopsian bagi anak yang tidak memiliki anggota keluarga yang selamat.

3. Hak Atas Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar

Negara berkewajiban untuk menjamin adanya rancangan program yang memperhatikan kebutuhan anak termasuk didalamnya anak-anak dengan kebutuhan khusus pasca bencana alam. Hal tersebut dijamin sebagaimana pengaturan adanya hak atas pelayanan kesehatan dan standar penghidupan yang layak sebagaimana diatur dalam? dalam Konvensi Hak Anak.

4. Hak Atas Pendidikan, Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya

Kerusakan yang disebabkan pasca bencana yang menyebabkan rusaknya fasilitas pendidikan, menjadi tanggung jawab negara yang menjadi prioritas untuk segera? mengatasi permasalahan tersebut, dengan program tanggap darurat untuk mengakomodasi hak atas pendidikan bagi anak tetap berjalan. ?Hak atas waktu luang yang dimaksud adalah hak untuk dapat bermain, melakukan rekreasi dengan pengembangan aktivitas yang bertujuan untuk terus mendorong perkembangan masa tumbuh kembang anak.

5. Hak Atas Perlindungan Khusus

Berbagai keadaan yang tidak diinginkan tidak dapat dielakan keberadaannya dalam situasi darurat pasca bencana alam. Oleh karena itu, negara wajib mengatur adanya perlindungan bagi anak agar terhindar dari hal-hal seperti: eksploitasi ekonomi (KHA Pasa 32); eksploitasi dan kekerasan seksual (KHA Pasal 34); penculikan dan perdagangan anak (KHA Pasa 35); dan berbagai perbuatan lain yang mengancam keselamatan anak.

close